CERITA DEWASA - Setelah perkawinan kami memasuki tahun
kelima, aku dan istriku mengalami hubungan suami istri yang makin hari makin
hampa, karena kesibukan mengurus 2 anak kami yang masing-masing berumur 2 dan 3
tahun. Istriku malas sekali jika diajak berhubungan suami istri, alasannya
terlalu capai bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mengurus anak. Aku yakin
istriku bukan tipe istri yang suka selingkuh, selain taat beragama, norma-norma
moral dan kesusilaan sangat dijaga benar oleh istriku, ini dikarenakan istriku
berasal dari keluarga baik-baik dan harmonis. Aku berusaha mencari informasi
bagaimana memulihkan hubungan kami supaya normal kembali. Jika kupaksakan
berhubungan, istriku berteriak kesakitan, meskipun sudah dengan pemanasan (four
play) yang lama. Istriku tidak terangsang sama sekali dan lubang kemaluannya
tetap kering, dan jika dipaksakan masuk, dia akan menjerit kesakitan. Aku
berusaha mencari alternatif untuk penyembuhan frigiditas istriku ini. Sudah
berbagai terapi dan dokter psiater sex yang canggih kami datangi, tetapi tetap
saja istriku belum hilang frigiditasnya. Istriku berumur 28 tahun dan aku 31
tahun, pada awalnya perkawinan kami boleh dikatakan cukup bahagia, namun
sekarang karena istriku mengalami frigiditas yang nampaknya permanen, membuatku
bingung mencari solusinya. Sebelum kulanjutkan, aku ingin menceritakan istriku
yang bernama Mia, yang kukawinkan 5 tahun yang lalu, untuk ukuran orang
Indonesia dia termasuk wanita yang cukup jangkung dengan tinggi 170 cm dengan
berat 49 kg. Kulitnya kuning langsat, rambut sebahu, memiliki leher yang
jenjang. Apa yang kusuka dari istriku adalah kakinya yang panjang dan jenjang,
serta bibirnya yang tebal dan sensual, buah dadanya tidak terlalu besar namun
bentuknya indah mancung ke atas. Yang membuatku penasaran adalah puting
payudaranya yang besar, hampir sebesar ujung kelingking, itu yang membuatku
senantiasa gemas dan ingin selalu menghisapnya. Kembali ke masalah tadi. Setelah mendapat
informasi dari seorang rekan kerja, dia mengatakan bahwa di daerah Ciputat ada
orang pintar/Dukun yang dapat menyembuhkan segala penyakit termasuk penyakit
frigiditas seperti istriku ini. Namanya Pak Acan, dia sering dipanggil Abah
Acan (bukan nama sebenarnya). Sebenarnya istriku ragu-ragu untuk berobat ke
orang pintar itu, namun atas desakanku tidak ada salahnya dicoba. Singkat
cerita, kami pun pergi ke tempat itu, dan memang banyak yang datang dengan
berbagai penyakit, kami pun mendaftar dan mendapat giliran terakhir. Sambil
menunggu, aku mengamati pasien-pasien sebelumnya, ternyata terapi orang pintar
tersebut adalah dengan memijat dengan menggunakan minyak (seperti minyak
kelapa) yang dibuatnya sendiri. Setiap pasien perempuan harus melepas seluruh
bajunya, bh dan tinggal celana dalam, dan mengenakan sarung yang disediakan.
Aku sempat mengamati kamar kerjanya yang serupa dengan kamar tidur itu pada
saat pintunya terbuka. Beberapa wanita sedang menanggalkan BH dan memakai
sarung. Begitu istriku tahu tentang itu, dia hampir saja mengurungkan niatnya
untuk berobat karena risih harus buka pakaian segala, apalagi harus melepas BH.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.30, kemudian giliran kami dipanggil ke
dalam. Aku pun disuruh masuk oleh assistennya. Orang itu meperkenalkan namanya,
kemudian menanyakan keluhan penyakit istriku, dia pun mengangguk-angguk
mengerti dengan syarat seluruh terapi harus diikuti dengan serius tanpa
ragu-ragu. Kami pun mengiyakan, asal istriku dapat sembuh. Kemudian Abah Acan
menyuruh istriku menanggalkan pakaiannya, begitu istriku membuka BH-nya,
kulihat ekor mata Abah Acan agak terkejut melihat buah dada istriku yang putih
dan mancung ke atas itu, serta puting susunya yang cukup besar itu. Setelah
sarung dililitkan di tubuh istriku yang hanya tinggal mengenakan celana dalam,
kemudian istriku disuruh tidur telentang di kasur yang sudah disediakan. Aku
melihat Abah Acan mulai meminyaki rambut dan kepala istriku dengan minyak,
kemudian istriku disuruh duduk, serta merta lilitan sarung yang dipakai istriku
terlepas. Kemudian dari arah belakang Abah Acan meminyaki punggung istriku. Cerita dewasa Posisi Abah Acan duduk
menghadap punggung istriku. Dari arah belakang kedua tangannya mulai meminyaki
payudara istriku yang kiri dan kanan, seluruh permukaan payudara istriku
diminyaki, dan kemudian aku melihat Abah Acan melakukan pijatan-pijatan yang
menurutku sepertinya pijatan pijatan erotis. Aku juga melihat tangan Abah Acan
meminyaki puting susu istriku, tangannya yang hitam dan telapak tangannya yang
besar dan kasar itu meminyaki puting susu istriku. Dan aku terkejut ketika aku
melihat jari-jari Abah Acan yang besar itu juga memelintir-melintir puting susu
istriku yang besar itu. Anehnya aku melihat istriku diam saja, tidak memberikan
perlawanan. Sungguh aku heran, dengan aku saja suaminya dia paling tidak suka
puting susunya kupegang-pegang tapi ini kenapa, sama Abah Acan dia diam saja?
Puting susu istriku yang dasarnya memang sudah besar itu semakin besar dan
keras terlihat semakin kencang dan mencuat karena terus dipelintir, dipencet
dan ditekan-tekan oleh jari-jari Abah Acan, yang kiri dan kanan. Aku semakin
mengamati bahwa pijatan Abah Acan tidak lagi memijat, tapi justru meremas-remas
kedua payudara istriku. Aku bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia tidak memijat
bagian tubuhnya yang lain tapi justru hanya kedua payudara istriku saja.
Kuperhatikan kedua puting susu istriku semakin besar dan mencuat keras. Sungguh
kontras menyaksikan kedua telapak tangan Abah Acan yang hitam dan besar dengan payudara
istriku yang putih yang diremas-remas oleh tangan yang kasar. Aku semakin
heran, apakah ini terapi untuk menghilangkan frigiditas istriku? Dan yang lebih
aneh, buah dada istriku nampak makin keras dan mengencang seiring dengan puting
susunya yang juga mengencang. Apalagi istriku kok diam saja diperlakukan
demikian, karena benar-benar kusaksikan Abah Acan bukan memijat, tapi
meremas-remas buah dada istriku seenaknya, dan itu dilakukan cukup lama. Segala
macam bentuk pertanyaan timbul dalam hatiku, bayangkan buah dada istriku
diremas-remas oleh Abah Acan di hadapan mata kepalaku sendiri, dan aku
mendiamkannya. Dan yang lebih aneh lagi sarung yang masih melilit di pinggang
istriku diturunkan ke bawah oleh Abah Acan, tentu saja paha istriku yang putih
panjang dan mulus langsung terpampang. Lalu dia berkata kepada istriku,
"Neng, tolong dibuka celana dalamnya, Abah mau periksa sebentar..!"
Anehnya entah karena kena sirep atau apa, istriku menurut membuka celana
dalamnya tanpa membantah sedikit pun. Tentu saja aku kaget dan lidahku
tercekat. Jantungku berdegup dengan kencang. Kok, Abah Acan menyuruh membuka
celana dalam istriku. Dan yang membuat jantungku lebih berdegup dengan kencang,
kenapa istriku tidak keberatan atas permintaan Abah Acan? Setelah istriku melepaskan
celana dalamnya, aku melihat sendiri mata Abah Acan terkesiap melihat kemaluan
istriku, yang bersih tanpa rambut sedikit pun. (Memang bulu kemaluan istriku
selalu dicukur, agar nampak bersih) Dan memang aku mengakui kemaluan istriku
termasuk indah seperti kemaluan anak gadis umur 14 tahun, dengan kedua bibir
kemaluan yang tertutup rapat. Jantungku semakin berdegup kencang ketika Abah
Acan menyuruh istriku berbaring dan sekaligus melebarkan pahanya ke kiri dan ke
kanan yang secara otomatis kemaluan istriku terpampang tanpa ada yang menutupi
sama sekali. Lalu Abah Acan berkata, "Neng, Abah mau periksa dalam yah..,
Neng tenang-tenang aja, yang penting frigid-nya Nneng bisa sembuh." Lalu
istriku pun mengangguk tanda setuju. Dan tanpa kusadari, batang kemaluanku
sudah tegang luar biasa, apalagi ketika jari-jari Abah Acan yang berbuku-buku
besar itu mulai membelai-belai kemaluan istriku. Dia mulai memijat mijat bibir
kemaluan istriku seraya mengolesinya dengan minyak. Jari-jari Abah Acan, yang
besar dan berlumuran minyak itu mulai mempermainkan kemaluan istriku. Aku
melihat jari telunjuk Abah Acan menyentuh kelentit istriku. Jari tengahnya
mulai masuk perlahan-lahan merojok ke dalam kemaluan istriku. Aku hampir tidak
percaya pada pendengaranku, aku mendengar istriku melenguh kecil dan
mendesah-desah tertahan, seperti orang yang sedang menahan suatu kenikmatan
orgasme (sebenarnya aku senang mengetahui bahwa sebenarnya istriku tidak
frigid). Aku melihat mata istriku begitu redup, seperti orang keenakan. Abah
Acan tidak hentinya terus mulai memundur-majukan jari tengahnya ke dalam liang
kemaluan istriku. Jari tengah Abah Acan yang besar dan hitam itu masuk dengan
lancarnya ke dalam kemaluan istriku. Nampaknya minyak pelumas di dalam kemalaun
istriku sudah keluar. Aku terkejut paha istriku semakin dibuka lebar, dan tanpa
disadarinya istriku mulai mengoyangkan pinggulnya. "Oh.. Bah.. oh.., eh..,
eh.., eh..!" desahnya. Istriku kemudian mengangkat pinggulnya
tinggi-tinggi, sudah dipastikan istriku terangsang luar biasa oleh permaianan
Abah Acan. Aku melihat istriku benar-benar menikmati apa yang dilakukan oleh
Abah Acan pada dirinya. Jari-jari Abah Acan yang berada di dalam liang kemaluan
istriku membuat tubuh istriku yang telanjang bulat itu mengelinjang-gelinjang tidak
karuan sambil tangannya mencengkram kasur serta mengangkat pinggulnya dan
pantatnya, kemudian mengoyangkannya ke kiri dan ke kanan. Jari tengah Abah Acan
yang besar dan kasar itu terbenam dalam sekali di dalam lubang kemaluan
istriku. Aku juga melihat jempol jarinya mengosok-gosok klitoris istriku.
Sungguh lihay sekali Abah Acan membangkitkan birahi istriku. Aku melihat mata
istriku menandakan keenakan, dimana biji matanya yang hitam tidak nampak,
sementara jari-jari Abah Acan terus bergerak mundur maju di antara bibir vagina
istriku, dan makin lama jari-jari Abah Acan makin jauh terbenam di dalam vagina
istriku. Lalu yang membuat jantungku berdegup kencang, Abah Acan memutar-mutar
jarinya yang sedang berada di dalam kemaluan istriku, diputar ke kiri dan ke
kanan, lihay sekali dia merojok-rojok kemaluan istriku. Klitoris istriku juga
menjadi perhatian penuh Abah Acan, jempol Abah Acan yang besar dan kasar
permukaanya itu terus mengosok-gosok klitoris istriku. Semakin lama nampak
klitoris istriku membesar dan menonjol kepermukaan, sungguh pemandangan yang
luar biasa. Digosok dan dimainkan sedemikian rupa, klitoris istriku semakin
besar sebesar biji kacang tanah, dan istriku pun melenguh tidak karuan menahan
kenikmatan yang didapat oleh Abah Acan. Aku pun semakin tercekat, karena Abah
Acan mulai memasukkan tambahan jarinya, yaitu jari telunjuknya yang
berbuku-buku besar itu ke dalam kemaluan istriku. Bersama jari tengah dan
telunjuknya yang besar itu, Abah Acan semakin menggila mengexplorasi kemaluan
istriku serta sering memutar-mutar jarinya di dalam. Tidak dapat dibayangkan
selama ini, aku saja suaminya tidak pernah melakukan apa yang seperti Abah Acan
lakukan. Jangankan memasukkan jari ke dalam kemaluannya, menggosoknya dari luar
pun istriku tidak mau, alasan istriku tidak hygienis. Susah dibayangkan,
bagaimana rasa nikmatnya Abah Acan ketika jarinya masuk ke dalam kemalauan
istriku yang kecil dan tertutup rapat itu dirojok oleh kedua jari Abah Acan
yang besar-besar itu. Apalagi tangan kiri Abah Acan yang bebas mulai menggapai
payudara istriku dan mulai meremas-remasnya bergantian yang kiri dan kanan
serta memelintir-melintir puting susu istriku bergantian. Aku melihat puting
susu istriku yang sebesar ujung kelingking itu membesar dan mencuat ke atas
karena diperlakukan demikian. "Ahhh..!" suara desahan istriku makin
keras terdengar (sebenarnya istriku paling malu mendesah-desah keenakan seperti
ini, biasanya dia tahan, tidak mengeluarkan suara) tapi dengan Abah Acan dia
benar-benar tidak tahan. Sungguh aku heran, dengan Abah Acan, kok jadi lain.
Kalau aku suaminya yang melakukan dia tidak mau, jangankan memasukkan jari ke
dalam lubang kemaluannya, meremas-remas buah dadanya saja istriku tidak mau,
ngilu katanya. Dengan Abah Acan dia merelakan kedua payudaranya diremas-remas,
dan membiarkan Abah Acan mempermainkan puting susunya (yang menurut dia sangat
geli dan sensitif). Dan yang membuatku tidak habis berpikir dan membuat
birahiku semakin naik, kenapa dia membiarkan jari-jari Abah Acan masuk ke dalam
lubang kemaluannya, sedangkan aku ditolaknya dengan tegas jika ingin
mempermainkan kemaluannya. Tapi aku tidak dapat berpikir lama lagi, karena aku
sedang menyaksikan pemandangan yang sangat luar biasa, dimana istriku sedang
menikmati perbuatan Abah Acan. Jari-jari Abah Acan semakin dalam terbenam dan
semakin cepat maju mundurnya. Dan, tiba-tiba aku melihat kedua paha istriku
menjepit kencang tangan Abah Acan yang berada di selangkangan istriku. Kedua
tangan istriku menarik tangan Abah Acan sambil berusaha menekan pinggulnya ke
depan serta menarik tangan Abah Acan dan berusaha menekan jari-jari Abah Acan
untuk lebih jauh masuk ke dalam vaginanya. Istriku merintih histeris tidak
tertahan, "Ahh.., ahh.., ahh.., ahhh..!" Rupanya istriku telah
mencapai orgasme dengan sempurnanya. Abah Acan dapat merasakan cairan istriku
telah keluar dan meleleh ke bibir kemaluannya. Dan aku juga melihat wajah Abah
Acan sudah memburu penuh nafsu. Dengan perlahan dia membuka celana hitam
komprangnya, kemudian membuka celana dalamnya, lalu tersembul lah batang
kemaluan Pak Acan yang sudah membesar dan menegang itu, yang dikelilingi oleh
urat-urat yang besar. Aku pun tercekat memandang batang kemaluan Aban Acan yang
besar dan panjang itu. Jantungku berdegup dengan kencangnya. Lalu Abah Acan menoleh
kepadaku, "Pak, Bapak rela tidak sebagai suami, demi untuk kesembuhan
istri Bapak ini, istri Bapak musti saya suntik dengan ini," sambil
menunjukkan batang kemaluannya yang besar itu, "Saya harus menyetubuhi
istri Bapak sekarang. Biar frigidnya hilang." Aku pun terdiam, pikiranku
berkecamuk, tiba-tiba seperti suara halilintar yang memecahkan telingaku,
istriku berkata, "Biar saja Abah Acan, saya mau, yang penting.. saya bisa
sembuh." Jantungku berdegup kencang, tapi tubuhku menjadi lemas mendengar
perkataan istriku barusan. Istriku rela disetubuhi oleh orang yang baru
dikenal, bahkan dilakukan di depan suaminya, seingatku Mia adalah istriku yang
paling setia, alim dan tidak pernah macam-macam, tapi kenapa sekarang jadi
begini, apakah kena guna-guna..? Sirap..? Atau apa..? Aku tidak dapat berpikir
lebih lama lagi, dengan perlahan dan pasti Abah Acan mengarahkan topi bajanya
ke dalam kemaluan istriku. Istriku pun juga cukup kaget melihat topi baja Abah
Acan lebih besar dari batang kemaluannya. Dan sialnya, sepertinya istriku tidak
sabar menunggu batang kemaluan Abah Acan menghampiri kemaluannya. Tanpa rasa
malu sedikit pun, istriku menarik pinggul Abah Acan dengan kedua belah
tangannya untuk cepat merapat ke selangkangannya. Tapi ternyata Abah Acan sadar
diameter kemaluannya yang hampir 3 cm itu memang terlalu besar untuk kemaluan
istriku yang mungil dan imut-imut itu, (sebenarnya ada perasaan minder dalam
diriku, karena batang kemaluanku jika dibandingkan dengan Abah Acan jauh lebih
kecil). Perlahan Abah Acan mengosok-gosok topi bajanya di permukaan kemaluan
istriku yang kecil dan mungil itu. Aku pun deg-degan melihat pemandangan yang
spektakuler itu, apa bisa masuk seluruh batang kemaluan Abah Acan ke dalam
vagina istriku..? Aku melihat wajah ketidaksabaran istriku karena Abah Acan
belum memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam liang vaginanya. Nampak
wajah protes dari istriku dan Abah Acan mengerti. Perlahan dan pasti topi baja
Abah Acan sudah mulai terbenam masuk ke dalam kemaluan istriku. Mata istriku
mendelik-delik ke belakang, merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan membuat
perasaan iri menjalar di tubuhku. Istriku memeluk tubuh Abah Acan dengan
kencangnya, seolah tidak mau melepas batang kemaluan yang sudah masuk ke dalam
vaginanya. Istriku semakin memperlebar kedua pahanya lebar-lebar, ke kiri dan
ke kanan, mempersilakan batang kemaluan Abah Acan masuk tanpa hambatan. Kini
seluruh batang kemaluan Abah Acan sudah terbenam di dalam liang vagina istriku.
Abah Acan tidak langsung memainkan batang kemaluannya, dibiarkannya sesaat
batang kemaluan itu terbenam, ini membuat istriku makin gelisah. Dan sungguh di
luar dugaan, Abah Acan berusaha mencium bibir istriku yang sensual itu, aku
menyaksikan bagaimana bibir Abah Acan yang hitam itu melumat bibir istriku yang
tebal dan sensual itu. Aku tahu sebenarnya istriku tidak mau dicium oleh
sembarang pria, tapi karena desakan birahi yang meluap-luap, mau juga istriku
membalas ciuman Abah Acan dengan ganasnya. Kulihat mereka berpagutan, namun
istriku sudah tidak tahan. Dia berkata, "Ayo dong.., Abah Acan,
mulai..!" Perlahan dan pasti Abah Acan mulai memaju-mundurkan batang
kemaluannya di dalam vagina istriku. Aku melihat disaat batang kemaluan Abah
Acan menghujam ke dalam, bibir kemaluan istriku pun ikut melesak ke dalam, dan
disaat batang kemaluan tersebut ditarik keluar, bibir vagina istriku pun ikut
melesak keluar. Hal ini dikarenakan batang kemaluan Abah Acan yang terlalu
besar untuk ukuran vagina istriku yang kecil dan imut itu. Aku melihat wajah
istriku merah padam, menahan kenikmatan yang luar biasa. Matanya terpejam-pejam
saat menerima hujaman batang kemaluan Abah Acan serta bibirnya mendesis-desis.
Ternyata istriku sangat menikmati persetubuhannya dengan Abah Acan, dikarenakan
memiliki batang kemaluan yang besar dan panjang. Sementara aku melihat wajah
Abah Acan, matanya merem melek, menikmati liang vagina istriku yang kecil dan
imut-imut itu. Tanpa ada rasa malu, di sela-sela rengekan nikmat yang keluar
dari bibir istriku, aku mendengar dia berkata, "Ahh... Ayo dong.. Bah
Acan, cepetan..!" Rupanya istriku sudah ingin mencapai orgasme. Istriku
semakin cepat menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan, dan mengangkat
pinggulnya tinggi-tinggi. Dan benar saja, Abah Acan semakin mempercepat
permainannya, topi baja dan batang kemaluan Abah Acan yang dikelilingi oleh
urat-urat yang besar sekarang begitu mudahnya masuk keluar dari dalam liang
kemaluan istriku yang sempit itu. Sukar dibayangkan, batang kemaluan Abah Acan
yang demikin besar itu dapat menerobos masuk dan keluar dengan mudahnya, ini
dikarenakan pasti istriku sudah mengeluarkan cairan pelumasnya begitu
banyaknya. Tapi karena saking besarnya batang kemaluan Abah Acan, bibir
kemaluan istriku tetap melesak ke dalam atau ke luar ketika dihujam maupun ketika
dicabut. Ini merupakan pemandangan yang sangat menakjubkan, cepatnya batang
kemaluan Abah Acan masuk dan keluar, diikuti dengan cepatnya bibir vagina
istriku melesak ke dalam dan keluar. Aku pun sudah tidak tahan untuk melakukan
masturbasi melihat istriku disetubuhi oleh laki-laki yang belum dikenal dengan
batang kemaluan yang luar biasa besarnya. Abah Acan ternyata tidak mau rugi
sama sekali, apabila diperbolehkan menyetubuhi istri orang dalam rangka
penyembuhan, harus dimanfaatkan sebaik mungkin, tidak boleh ada bagian tubuh
yang dilewatkan. Memang sungguh keterlaluan, sempat-sempatnya Abah Acan melahap
kedua buah dada istriku yang terguncang-guncang terkena hentakan batang
kemaluannya. Dengan rakus disedot-sedotnya puting susu istriku dengan kuatnya yang
kiri dan kanan bergantian, sungguh Abah Acan menikmati puting susu istriku yang
sebesar ujung kelingking itu (seperti anak kecil ngempeng dot). Pasti nikmat
karena terasa puting itu di mulut yang menghisapnya. Efek dari ini semua
istriku tidak tahan untuk berteriak-teriak menikmati kenikmatan yang amat
sangat yang belum pernah dirasakan. Dan tiba-tiba aku melihat tubuh istriku
mengejang kaku dan bergetar seperti dialiri listrik ribuan volt. Tangan dan
kakinya memeluk Abah Acan dengan kuat seperti lengket. "Ahh.., ahh...
Ahh..!" tangannya mencakar punggung Abah Acan hingga berdarah dan bibirnya
mengigit lengan Abah Acan hingga berdarah pula. Pinggul istriku diangkat
menempel di tubuh Abah Acan, seolah tidak dapat lepas, istriku mengalami orgasme
yang luar biasa hebatnya, yang seumur hidup belum pernah dirasakannya.
Sementara Abah Acan pun sudah tidak tahan, dia mempercepat kocokannya. Dan
akhirnya ketika ingin memuntahkan laharnya, dia cepat mencabut batang
kemaluannya yang besar dan berurat itu dan disodorkan segera ke wajah istriku.
Sperma putih melumuri wajah istriku dan sebagian dari sperma itu harus ditelan
oleh istriku, sebagai salah satu syarat kesembuhan. Setelah selesai, Abah Acan
menyuruh istriku mandi air kembang yang disediakannya dan memberikan beberapa
ramuan kepadaku untuk diminumkan istriku. Kemudian Abah Acan juga memberikan
semacam dildo dari karet, untuk menstimulir birahi istriku, karena katanya
istriku hanya dapat orgasme dengan ukuran penis yang besar dan panjang minimal
dengan diameter 2 cm dan panjang 20 cm. Ketika hendak pulang, kutanyakan berapa
ongkos tarif terapi yang baru saja dilakukannya. Dikatakannya gratis, untuk
istriku karena sudah dibayar dengan tubuh istriku. Dia mengatakan aku merupakan
pria yang beruntung mempunyai istri yang lubang kemaluannya kecil dan peret
meskipun sudah beranak 2. Demikianlah pembaca. Setelah kejadian di tempat Abah
Acan, istriku sudah mulai berangsur-angsur sembuh dari frigidnya, dan terus
menjalankan terapi serta minum ramuan yang dibuat oleh Abah Acan.
cerita dewasa dan panas
cerita dewasa dan panas
Rabu, 05 Februari 2014
Ibu Vivin Pacar Gelapku
CERITA DEWASA - pada waktu itu aku lagi kuliah di semester
VI di salah satu PTS di Bandung. Ceritanya saat itu aku lagi putus dengan
pacarku dan memang dia tidak tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah,
akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 2 tahun saja.Cerita Dewasa Waktu itu aku tinggal berlima
dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah
untuk berlima. Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Mulanya aku
bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di
tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan
pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku. Ada
satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Vivin
namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 40 tahun tapi belum juga
menikah. Ibu Vivin bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih,
ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..” “Itu apanya Bu?”
tanyaku. Memang dalam kesehari-harianku, ibu Vivin tahu karena aku sering juga
curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal. Aku
mulai cerita, “Tahu nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama
pacarku”, kataku. “Oh.. gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung
aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Vivin. Begitu dekatnya aku sama Ibu
Vivin sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak
sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Vivin. Waktu itu tepatnya
siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos
dari kuliah. Siang itu tepat jam 11:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit
heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini
sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di
rumah nih. Aku pergi ke arah dapur. “Eh Ibu Vivin, nggak ngajar Bu?” tanyaku.
“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia. “Habis sakit Bu”, kataku. “Sakit apa sakit?”
goda Ibu Vivin. “Ah.. Ibu Vivin bisa aja”, kataku. “Sudah makan belum?”
tanyanya. “Belum Bu”, kataku. “Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”,
katanya. Dengan cekatan Ibu Vivin memasak, kita pun langsung makan berdua
sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak
berbau seks. Kukira Ibu Vivin nggak suka yang namanya cerita seks, eh
tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah
semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang
sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya. “Apa masih ada gitu
keinginannya untuk itu?” tanyaku. “Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia
gitu”, katanya. “Oh kalau gitu Ibu Vivin masih punya keinginan dong untuk
ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku. “So pasti dong”,
katanya. “Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan
enaknya aku nyeletuk. “Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek
sambil kutatap wajahnya. Ibu Vivin agak merah pudar entah apa yang membawa
keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang
tangannya. Dengan sedikit agak gugup Ibu Vivin kebingungan sambil menarik
kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar
bersedia melakukannya. “Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap
Ibu Vivin”, kataku. “Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu
bicara soal itu”, katanya. Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan
lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan bibirku ke dahinya. Dengan
lembut kukecup keningnya. Ibu Vivin terbawa dengan situasi yang kubuat, dia
menutup matanya dengan lembut. Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan
lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Vivin”, tapi dia tidak menjawab
sedikitpun. Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati
bibirnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh
lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan
sedikit agak bernafsu kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya
menyambut dengan lembut. Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas
kecupanku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan
sedikit kukulum lidahnya. Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai
dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami
melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit
ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja. “Aah.. jangan panggil Ibu, panggil
Vivin aja ya! Kubisikkan Ibu Vivin, “Vivin kita ke kamarku aja yuk!”. Dengan
sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke
kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi,
ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu
persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya. Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok
nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit
membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama belahan gunung kembarnya.
“Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Vivin tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang
sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..”
dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat menggunakan
celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, kuelus dengan
lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai terangsang. Kusikapkan celana pendeknya
sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang
mengembang. Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu
kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah
pemula bagi aku, eh rupanya Vivin juga sudah kepengin membuka celanaku dengan
sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku. “Oh..
besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia
mengelus zakarku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69,
kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari
pusarnya terus turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku
berusaha memasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh..
terus Ian”, Vivin mengerang. “Aku juga enak Vivin”, kataku. Dengan lembut di
lumat habis kepala kemaluanku, di jilati dengan lembut, “Assh.. oh.. ah.. Vivin
terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya,
“Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin
mencoba yang namanya bersetubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya.
Sudah terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya,
diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku,
“Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih perawan”, katanya. “Haa..” aku
kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah
terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Vivin, kudiamkan sebentar untuk
menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi batang
kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali
hanya dengan waktu 7 menit Vivin.. “Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar
Ian”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku. Tiba-tiba
menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala
batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi
memuntahkan.. “Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam
lubang kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya.
Dengan lembut dia cium bibirku, “Kamu menyesal Ian?” tanyanya. “Ah nggak,
kitakan sama-sama mau.” Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada
kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Vivien
hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat
penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai.Cerita Dewasa sejak kejadian itu pada diri kami
berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Vivien menjadi pacar
gelapku.
Gara-Gara Burhan Yang Loyo
CERITA DEWASA - ku menikah pada usia sangat belia, yakni 22
tahun. Aku tak sempat melanjutkan kuliah, karena aku pada usia tersebut sudah
dinikahkan olah orang tua, karena ayah memiliki hutang judi yang banyak dengan
seorang laki-laki playboy "kampungan". Aku menikah dengan sang
playboy, usianya sangat renta sekali, 65 tahun pada saat aku dinikahinya.
Setahun aku hidup sekasur dengan dia, selama itu pula aku tidak pernah
merasakan apa yang dinamakan nikmat seksual. Padahal, kata teman-teman, malam
pertama malam yang aling indah. Sedangkan untuk aku, malam pertama adalah malam
neraka !!!. Ternyata, Burhan, suamiku itu mengidap penyakit diabetes (kadar
gula darah yg tinggi), yang sangat parah, hingga mengganggu kejantanannya
diatas ranjang. Selama lima tahun kami menikah, selama itu pula aku digaulinya
hanya dengan mencumbu, mencium, dan meng-elus-elus saja, selebihnya hanya
keluhan-keluhan kekecewaan saja. Burhan sering merangsang dirinya dengan
memutar film-film porno yang kami saksikan berdua sebelum melakukan aktifitas seksual.
Tapi apa yang terjadi ? Burhan tetap saja loyo, tak mampu merangsang penisnya
agar bisa ereksi, tapi justru aku yang sangat amat terangsang, konyol sekali.
Aku mendapat pelajaran seksual dari film-film yang diputar Burhan. Aku sering
berkhayal, aku disetubuhi laki-laki jantan. Aku sering melakukan masturbasi
ringan untuk melampiaskan hasrat seksualku, dengan berbagai cara yang kudapat
dari khayalan-khayalanku. Pada suatu hari, Burhan harus terbaring di rumah
sakit yang disebabkan oleh penyakitnya itu. Selama hampir satu bulan dia
dirawat di RS, aku semakin terasa kesepian selama itu pula. Pada suatu hari aku
harus pergi menebus obat di sebuah apotek besar, dan harus antre lama. Selama
antre aku jenuh sekali. Tiba-tiba aku ingin keluar dari apotek itu dan mencari
suasana segar. Aku pergi ke sebuah Mall dan makan dan minum disebuah restauran.
Disitu aku duduk sendiri disebuah pojok. Karena begitu ramainya restauran itu,
sehingga aku mendapat tempat yang belakang dan pojok. Setelah beberapa saat aku
makan, ada seorang anak muda ganteng minta ijin untuk bisa duduk dihadapan aku.
Karena mungkin hanya bangku itu yang satu-satunya masih tersisa. Dia ramah
sekali dan sopan, penuh senyum. Singkat cerita, kami berkenalan, dan ngobrol
ngalor-ngidul, hingga suatu waktu, dia membuka identitas dirinya. Dia masih
bujang, orang tuanya tinggal di luar negeri. Di Jakarta dia tinggal bersama
adik perempuannya yang masih di bangku SMU. Hampir satu jam kami ngobrol. Dalam
saat obrolan itu, aku memberikan kartu namaku lengkap dengan nomor teleponnya.
Cowok itu namanya Ronald, badannya tegap tinggi, kulitnya sawo matang, macho
tampaknya. Sebelum kami berpisah, kami salaman dan janji akan saling menelpo
kemudian. Sewaktu salaman, Ronald lama menggenggap jemariku seraya menatap dalam-dalam
mataku diiringi dengan sebuah senyum manis penuh arti. Aku membalasnya, tak
kalah manis senyumku. Kemudian kami berpisah untuk kembali kekesibukan
masing-masing. Dalam perjalanan pulang, aku kesasar sudah tiga kali. Sewaktu
aku nyetir mobil, pikiranku kok selalu ke anak muda itu ? kenapa hanya untuk
jalan pulang ke kawasan perumahanku aku nyasar kok ke Ciputat, lalu balik kok
ke blok M lagi, lantas terus jalan sambil mengkhayal, eh.....kok aku sudah
dikawasan Thamrin. Sial banget !!! Tapi Ok lho ?! Sudah satu minggu usia
perkenalanku dengan Ronald, setiap hari aku merasa rindu dengan dia. Suamiku
Burhan masih terbaring di rumah sakit, tapi kewajibanku mengurusi Burhan tak
pernah absen. Aku memberanikan diri menelpon Ronald ke HP nya. Ku katakan bahwa
aku kanget banget dengan dia, demikian pula dia, sama kangen juga dengan aku.
Kami janjian dan ketemu ditempat dulu kami bertemu. Ronald mengajak aku
jalan-jalan, aku menolak, takut dilihat orang yang kenal dengan aku. Akhirnya
kami sepakat untuk ngobrol di tempat yang aman dan sepi, yaitu; "
Hotel". Ronald membawa aku ke sebuah hotel berbintang. Kami pergi dengan
mobilnya dia. Sementara mobilku ku parkir di Mall itu, demi keamanan privacy.
Di hotel itu kami mendapat kamat di lantai VII, sepi memang, tapi suasananya
hening, syahdu, dan romantis sekali. " Kamu sering kemari ?" tanyaku,
dia menggeleng dan tersenyum. " Baru kali ini Tante " sambungnya.
" Jangan panggil aku tante terus dong ?! " pintaku. Lagi-lagi dia
tersenyum. " Baik Yulia " katanya. Kami saling memandang, kami masih
berdiri berhadapan di depan jendela kamar hotel itu. Kami saling tatap, tak
sepatahpun ada kata-kata yang keluar. Jantungku semakin berdebar keras,
logikaku mati total, dan perasaanku semakin tak karuan, bercampur antara bahagia,
haru, nikmat, romantis, takut, ah.....macam-macamlah!!!. Tiba-tiba saja, entah
karena apa, kami secara berbarengan saling merangkul, memeluk erat-erat. Ku
benamkan kepalaku di dada Ronald, semakin erat aku dipeluknya. Kedua lenganku
melingkar dipinggangnya. Kami masih diam membisu. Tak lama kemudian aku
menangis tanpa diketahui Ronald, air mataku hangat membasahi dadanya. "
Kamu menangis Yulia ? " Tanyanya. Aku diam, isak tangisku semakin serius.
" kanapa ? " tanyanya lagi. Ronals menghapus air mataku dengan
lembutnya. " Kamu menyesal kemari Yulia ?" tanya Ronald lagi.
Lagi-lagi aku membisu. Akhirnya aku menggeleng. Dia menuntunku ketempat tidur.
Aku berbarin di bagian pinggir ranjang itu. Ronald duduk disebelahku sambil
membelai-belai rambutku. Wah....rasanya selangit banget !. Aku menarik tangan
Ronald untuk mendekapku, dia menurut saja. Aku memeluknya erat-erat, lalu dia
mencium keningku. Tampaknya dia sayang padaku. Ku kecup pula pipinya. Gairah
sex ku semakin membara, maklum sekian tahun aku hanya bisa menyaksikan dan
menyaksikan saja apa yang dinamakan " penis" semnatar belum pernah
aku merasakan nikmatnya. Ronald membuka kancing bajunya satu persatu. Kutarik
tangannya untuk memberi isyarat agat dia membuka kancing busananku satu
persatu. Dia menurut. Semakin dia membuka kancing busanaku semakin terangsang
aku. Dalam sekejap aku sudah bugil total ! Ronal memandangi tubuhku yang putih
mulus, tak henti-hentinya dia memuji dan menggelengkan kepalanya tanda
kekagumannya. Lantas diapun dalam sekejap sudah menjadi bugil. Aduh......jantan
sekali dia. Penisnya besar dan ereksinya begitu keras tampaknya. Nafasku
semakin tak beraturan lagi. Ronald mengelus payudaraku, lalu......mengisapnya.
Oh.....nikmat dan aku terangsang sekali. Dia menciumi bagian dadaku, leherku.
Aku tak kalah kreatif, ku pegang dan ku elus-elus penisnya Ronald. Aku
terbayang semua adegan yang pernah ku saksikan di film porno. Aku merunduk
tanpa sadar, dan menghisap penisnya Ronald. Masih kaku memang gayaku, tapi
lumayanlah buat pemula. Dia menggelaih setiap kujilati kepala penisnya. Jari
jemari Ronald mengelus-elus kemaluanku, bulu memekku di elus-elus, sesekali
manarik-nariknya. Semakin terangsang aku. Basah tak karuan sudah vaginaku,
disebabkan oleh emosi sex yang meluap-luap. Aku lupa segalanya. Akhirnya, kami
sama-sama mengambil posisi ditengah-tengah ranjang. Aku berbarimng dan membuka
selangkanganku, siap posisi, siap digempur. Ronald memasukkan penisnya kedalam
vaginanku, oh....kok sakit, perih ?, aku diam saja, tapi makin lama makin nikmat.
Dia terus menggoyang-goyang, aku sesekali meladeninya.
Hingga....cret...cret...cret...air mani Ronald tumpah muncrat di dalam
vaginaku. Sebenarnya aku sama seperti dia, kayaknya ada yang keluar dari
vaginaku, tapi aku sudah duluan, bahkan sudah dua kali aku keluar. Astaga,
setelah kami bangkit dari ranjang, kami lihat darah segar menodai seprei putih
itu. Aku masih perawan !!! Ronald bingung, aku bingung. Akhirnya aku teringat,
dan kujelaskan bahwa selama aku menikah, aku belum pernah disetubuhi suamiku,
karena dia impoten yang disebabkan oleh sakit kencing manis. " Jadi kamu
masih perawan ?! " Tanyanya heran. Aku menjelaskannya lagi, dan dia
memeluk aku penuh rasa sayang dan kemesraan yang dalam sekali. Kami masih
bugil, saling berangkulan, tubuh kami saling merapat. Aku mencium bibir nya,
tanda sayangku pula. Seharusnya kegadisanku ini milik suamiku, kenapa harus
Ronald yang mendapatkannya? Ah....bodo amat ! aku juga bingung ! Hampit satu
hari kami di kamar hotel itu, sudah tiga kali aku melakukan hubungan sex dengan
anak muda ini. Tidak semua gaya bisa ku praktekkan di kamar itu. Aku belum
berpengalaman ! Tampaknya dia juga begitu, selalu tak tahan lama !! Tapi
lumayan buat pemula . Setelah istirahat makan, kami tudur-tiduran sambil
ngobrol, posisi masig dengan busana seadanya. Menjelang sore aku bergegas ke
kamar mandi. membrsihkan tubuh. Ronald juga ikut mandi. Kami mandi bersama,
trkadang saling memeluk, saling mencium, tertawa, bahkan sedikit bercanda
dengan mengelus-elus penisnya. Dia tak kalah kreatif, dimainkannya puting
payudaraku, aku terangsang......dan.......oh,....kami melakukannya lagi dengan
posisi berdiri. Tubuh kami masih basah dan penuh dengan sabun mandi. Oh
nikmatnya, aku melakukan persetubuhan dalam keadaan bugil basah di kamar mandi.
Ronal agak lama melakukan senggama ini, maklum sudah berapa ronde dia
malakukannya,. kini dia tampak tampak sedikit kerja keras. Dirangsangnya aku,
diciuminya bagian luar vaginaku, dijilatinya tepinya, dalamnya, dan oh....aku
menggeliat kenikmatan. Akupun tak mau kalah usaha, ku kocok-kocok penis Ronald
yang sudah tegang membesar itu, ku tempelkan ditengah-tengah kedua payudaraku,
kumainkan dengan kedua tetekku meniru adegan di blue film VCD. Tak kusangka,
dengan adegan begitu, Ronald mampu memuncratkan air maninya, dan menyemprot ke
arah wajahku. Aneh sekali, aku tak jijik, bahkan aku melulurkannya kebagian
muka dan kurasakan nikmat yang dalam sekali. " Kamu curang ! Belum apa-apa
sudah keluar !" Seruku. " Sorry, enggak tahan...." Jawabnya.
Kutarik dia dan kutuntun kontol ronal masuk ke memekku, kudekap dia
dalam-dalam, kuciumi bibirnya, dan kugoyang-goyang pinggulku sejadinya. Ronald
diam saja, tampak dia agak ngilu, tapi tetap kugoyang, dan ah....aku yang puas
kali ini, hingga tak sadar aku mmencubit perutnya keras-keras dan aku setengah
berteriak kenikmatan, terasaada sesuatu yang keluar di vaginaku, aku sudah
sampai klimaks yang paling nikmat. Setelah selesai mandi, berdandan, baru
terasa alat vitalku perih. Mungkin karena aku terlalu bernafsu sekali. Setelah
semuanya beres, sebelum kami meninggalkan kamar itu untuk pulang, kami sempat
saling berpelukan di depan cermin. Tak banyak kata-kata yang kami bisa
keluarkan. Kami membisu, saling memeluk. " Aku sayang kamu Yulia "
Terdenga suara Ronald setengah berbisik, seraya dia menatap wajahku
dalam-dalam. Aku masih bisu, entah kenapa bisa begitu. Diulanginya kata-kata
itu hingga tiga kali. Aku masih diam. Tak kuduga sama sekali, aku meneteskan
airmata, terharu sekali. " Aku juga sayang kamu Ron " Kataku
lirih." Sayang itu bisa abadi, tapi cinta sifatnya bisa sementara "
Sambungku lagi. Ronald menyeka air mataku dengan jemarinya. Aku tampak bodoh
dan cengeng, kenapa aku bisa tunduk dan pasrah dengan anka muda ini ? Setelah
puas dengan adegan perpisahan itu, lantas kami melangkah keluar kamar, setelah
check out, kami menuju Blok M dan kai berpisah di pelataran parkir. Aku sempat
mengecup pipinya, dia juga membalasnya dengan mencium tanganku. Ronald kembali
kerumahnya, dan aku pulang dengan gejolak jiwa yang sangat amat berkecamuk tak
karua. Rasa sedih, bahagia, puas, cinta, sayang dan sebaginya dan sebagainya.
Ketika memasuki halaman rumahku, aku terkejut sekali, banyak orang berkumpul
disana. Astaga ada bendera kuning dipasang disana. Aku mulai gugup, ketika aku
kemuar dari mobil, kudapati keluarga mas Burhan sudah berkumpul, ada yang
menangis. Ya ampun, mas Burhan suamiku sudah dipanggil Yang Kuasa. Aku sempat
dicerca pihak keluarganya, kata mereka aku sulit dihubungi. Karuan saja, HP ku
dari sejak di Hotel kumatikan hingga aku dirumah belum kuhidupkan. Kulihat mas
Burhan sudah terbujur kaku ditempat tidur. Dia pergi untuk selamanya,
meninggalkan aku, meninggalkan seluruh kekayaannya yang melimpah ruah. Kini aku
jadi janda kaya yang kesepian dalam arti yang sebenarnya. Tiga hari kemudian
aku menghubungi Ronald via HP, yang menjawab seorang perempuan dengan suara
lembut. Aku sempat panas, tapi aku berusaha tak cemburu. Aku mendapat
penjelasan dari wanita itu, bahwa dia adik kandungnya Ronald. Dan dijelaskan
pula bahwa Ronald sudah berangkat ke Amerika secara mendadak, karena dipanggil
Papa Mamanya untuk urusan penting. Kini aku telah kehilangan kontak dengan
Ronald, sekaligus akan kehilangan dia. Aku kehilangan dua orang laki-laki yang
pernah mengisi hidupku. Sejak saat itu sampai kini, aku selalu merindukan
laki-laki macho seperti Ronald. Sudah tiga tahun aku tak ada kontak lagi dengan
Ronald, dan selama itu pula aku mengisi hidupku hanya untuk shopping,
jalan-jalan, nonton, ah...macam-macamlah. Yang paling konyol, aku menjadi
pemburu anak-anak muda ganteng. Banyak sudah yang kudapat, mulai dari Gigolo
profesional hingga anak-anak sekolah amatiran. Tapi kesanku, Ronald tetap yang
terbaik !!! Dalam kesendirianku ini . . . Segalanya bisa berubah .. . Kecuali,
Cinta dan kasihku pada Ronad, Aku tetap menunggu, sekalipun kulitku sampai
kendur, mataku lamur, usiaku uzur, ubanku bertabur, dan sampai masuk kubur,
Oh....Ronald, kuharap engkau membaca kisah kita ini. Ketahuilah, bahwa aku kini menjadi maniak seks yang luar
biasa, hanya engkau yang bisa memuaskan aku Ron ?!
Dokter Menggauli Pasien
CERITA
DEWASA - Aku menerima seorang pasien yang haus akan seks. Emang bener-bener
gila tuh cewek. Ke dokter dianter sama suaminya, malah minta aq entot memeknya.
Ya mumpung dapat memek gratis maka terjadilah pergulatan seru diantara kita
berdua. mulai gaya doggy style sampe ke gaya sex sumo dan sex ninja sudah kami
lakukan. Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di sini semuanya berjalan
biasa-biasa saja seperti layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien
bervariasi umur dan status sosialnya. Pada umumnya datang ke tempat praktekku
dengan keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu, radang tenggorokan, sakit
perut, maag, gangguan pencernaan, dll.
Akupun tak
ada masalah hubungan dengan para pasien. Umumnya mereka puas atas hasil
diagnosisku, bahkan sebagian besar pasien merupakan pasien “langganan”, artinya
mereka sudah berulang kali konsultasi kepadaku tentang kesehatannya. Dan,
ketika Aku iseng memeriksa file-file pasien, Aku baru menyadari bahwa 70 %
pasienku adalah ibu-ibu muda yang berumur antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa Aku
kurang tahu.
“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku.
“Ah kamu . bisa aja”
“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktekku.
Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.
Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai isteriku.
Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..
Kuakui wanita muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”.
Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya.
“Kenapa Bu .” sapaku.
“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules”
“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “
“Benar dok”
“Badannya panas ?”
Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.
“Agak anget kayanya”
Kayanya radang tenggorokan.
“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”
“Iya Dok”
“Udah berapa kali dari pagi”
“Hmmm . dua kali”
“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”
“Mmm rasanya engga ada yang istimewa . makan biasa aja di rumah”
“Buah2 an ?”
“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”
“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”
Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak tinggi itu.
Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing.
Stetoskopku udah kupasang ke kuping
Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya.
“Hmmm gimana Bu”
“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya tampak.
Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang.
Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk berbuat lebih.
Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah dadanya.
“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.
Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng bukitnya.
“Ambil nafas Bu.”
Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang tenggorokan.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas.
Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku merasakannya langsung.
Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah.
“Cukup Bu .”
Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.
“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh pemandangan yang amat indah .
“Radang tenggorokan dan disentri”
“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya.
“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang.
“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka pakaian yang berbeda ?
“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya yang masih “tersisa”
Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.
Aku memberikan resep.
“Sebetulnya ada lagi Dok”
“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir.
“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.
“Khawatir apa Bu “
“Tante saya kan pernah kena kangker payudara, saya khawatir .”
“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang.
“Benar Dok”
“Ibu merasakan keluhan apa ?”
“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan”
“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar2 montok itu.
“Saya engga tahu Dok”
“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku.
“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa ..”
Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah.
“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”
Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model.
“Baik dok, saya akan periksa sendiri”
“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi”
“Terima kasih Dok”
“Sama-sama Bu, selamat sore”
Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.
Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan lalu. Masih dengan rok mininya.
“Gimana Bu . udah baikan”
“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”
“Perutnya ?”
“Udah enak”
“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”
“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok”
“Udah diperiksa belum ..?”
“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya.
“Cuman apa .”
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..”
“Memang terasa ada, gitu “
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin”
Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu.
“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam diri.
“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar kontrol.
“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku masih juga tak ingat namanya.
“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus !
Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau engga salah eja.
Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien.
“Silakan dibuka kancingnya Bu”
Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak pualam.
“Dada kanan Bu ya .”
“Benar Dok”
Sambil sekuatnya menahan diri, aku menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja ..
“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini.
Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.
“Yang mana Bu benjolan itu ?”
“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .”
Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau engga.
“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..
Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri cup-nya …
Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu !
Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh putting merah jambunya itu ..
Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang !
Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker.
“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.
“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni telah terrangsang .
“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”
“Syukurlah”
“Engga apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan.
‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi …
“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.
“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.
“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.
“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.
“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol
“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang tak perlu.
“Apalagi .”
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.
Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.
Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati.
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku bersandiwara.
“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang itu keluar lagi.
Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”
“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?
Gila !
Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya .
Aku sadar kembali. Melepas.
“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di penisku
“Ih kerasnya ..”
“Engga bisa dong Bu ..’
“Dokter udah siap gitu .”
“Iya .. memang .. Tapi masa .”
“Please dokter .. Cumbulah saya .”
Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ?
“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .
“Saya udah engga tahan .”
“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan.
“Okey ..okey . Bener ya Dok”
“Bener Bu”
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”
“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.
“Ehhhhfff”
Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.
“habis Dok”
Dia langsung berberes. Rapi kembali.
“Dokter belum mau pulang ?”
“Belum. Silakan duluan”
“Baiklah, kita duluan ya”
Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu.
Syeni masuk.
“Kunci pintunya” perintahku.
Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali.
“Dok …”
“Ya .Syeni .”
Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm ..
Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener ..
Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang.
Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan ..
Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …
Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.
“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !
Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak.
“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.
Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.
“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni
Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.
“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap penisku.
Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya. Dan …. Gila !
Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin “pusing” …
Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat senyum tipis.
“Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD hitam itu.
“Kapan melepasnya ?”
“Tadi, sebelum turun .”
Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat.
Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi. Tak lama kami berpagutan, karena ..
“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan.
“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.
Aku menekan lagi.
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”
“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit.
Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya ..
Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk.
Sadarkah kau?
Siapa yang kamu setubuhi ini?
Pasienmu dan isteri orang!
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta disetubuhi?
Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi.
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku.
Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.
Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …
Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.
Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..
Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol.
“Siapa Syen” tanyaku.
“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah.
“Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku.
“Syeni bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.
“Suamimu tahu kamu ke sini”
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2.
“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas”
“Ah masa .. “
“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”
“Ah . engga usah basa basi”
“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu”
“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”
“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”
“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan.
“Oh ya ..?”
“Si Koko belum pengin punya anak”
Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.
“Kok BH-nya engga dipakai ?”
“Entar aja deh di rumah”
“Entar curiga lho, suamimu”
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”
Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.
“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”
“Habis . kamu sexy banget sih …”
“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”
“Entar ajalah . mau mandi dulu .”
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku.
“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni mau lagi ya .”
“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.
“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata menyadarinya.
Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.
“Mas mau lagi .?”
“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”
“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.
“Udah malam Syen, lain waktu aja”
Syani tak menjawab, malah meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja, mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..
Penisku langsung menerobos vaginanya ..
Syeni bergoyang bagai naik kuda .
Sekali lagi kami bersetubuh .
Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku menyemprotkan vaginanya dengan air maniku …
Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.
“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.
“Ngaco . suamimu .?”
“Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu.
Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy . …
“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku.
“Ah kamu . bisa aja”
“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktekku.
Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.
Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai isteriku.
Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..
Kuakui wanita muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”.
Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya.
“Kenapa Bu .” sapaku.
“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules”
“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “
“Benar dok”
“Badannya panas ?”
Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.
“Agak anget kayanya”
Kayanya radang tenggorokan.
“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”
“Iya Dok”
“Udah berapa kali dari pagi”
“Hmmm . dua kali”
“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”
“Mmm rasanya engga ada yang istimewa . makan biasa aja di rumah”
“Buah2 an ?”
“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”
“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”
Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak tinggi itu.
Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing.
Stetoskopku udah kupasang ke kuping
Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya.
“Hmmm gimana Bu”
“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya tampak.
Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang.
Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk berbuat lebih.
Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah dadanya.
“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.
Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng bukitnya.
“Ambil nafas Bu.”
Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang tenggorokan.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas.
Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku merasakannya langsung.
Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah.
“Cukup Bu .”
Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.
“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh pemandangan yang amat indah .
“Radang tenggorokan dan disentri”
“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya.
“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang.
“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka pakaian yang berbeda ?
“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya yang masih “tersisa”
Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.
Aku memberikan resep.
“Sebetulnya ada lagi Dok”
“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir.
“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.
“Khawatir apa Bu “
“Tante saya kan pernah kena kangker payudara, saya khawatir .”
“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang.
“Benar Dok”
“Ibu merasakan keluhan apa ?”
“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan”
“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar2 montok itu.
“Saya engga tahu Dok”
“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku.
“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa ..”
Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah.
“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”
Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model.
“Baik dok, saya akan periksa sendiri”
“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi”
“Terima kasih Dok”
“Sama-sama Bu, selamat sore”
Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.
Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan lalu. Masih dengan rok mininya.
“Gimana Bu . udah baikan”
“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”
“Perutnya ?”
“Udah enak”
“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”
“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok”
“Udah diperiksa belum ..?”
“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya.
“Cuman apa .”
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..”
“Memang terasa ada, gitu “
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin”
Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu.
“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam diri.
“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar kontrol.
“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku masih juga tak ingat namanya.
“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus !
Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau engga salah eja.
Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien.
“Silakan dibuka kancingnya Bu”
Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak pualam.
“Dada kanan Bu ya .”
“Benar Dok”
Sambil sekuatnya menahan diri, aku menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja ..
“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini.
Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.
“Yang mana Bu benjolan itu ?”
“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .”
Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau engga.
“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..
Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri cup-nya …
Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu !
Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh putting merah jambunya itu ..
Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang !
Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker.
“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.
“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni telah terrangsang .
“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”
“Syukurlah”
“Engga apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan.
‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi …
“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.
“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.
“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.
“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.
“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol
“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang tak perlu.
“Apalagi .”
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.
Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.
Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati.
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku bersandiwara.
“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang itu keluar lagi.
Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”
“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?
Gila !
Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya .
Aku sadar kembali. Melepas.
“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di penisku
“Ih kerasnya ..”
“Engga bisa dong Bu ..’
“Dokter udah siap gitu .”
“Iya .. memang .. Tapi masa .”
“Please dokter .. Cumbulah saya .”
Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ?
“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .
“Saya udah engga tahan .”
“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan.
“Okey ..okey . Bener ya Dok”
“Bener Bu”
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”
“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.
“Ehhhhfff”
Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.
“habis Dok”
Dia langsung berberes. Rapi kembali.
“Dokter belum mau pulang ?”
“Belum. Silakan duluan”
“Baiklah, kita duluan ya”
Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu.
Syeni masuk.
“Kunci pintunya” perintahku.
Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali.
“Dok …”
“Ya .Syeni .”
Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm ..
Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener ..
Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang.
Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan ..
Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …
Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.
“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !
Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak.
“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.
Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.
“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni
Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.
“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap penisku.
Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya. Dan …. Gila !
Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin “pusing” …
Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat senyum tipis.
“Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD hitam itu.
“Kapan melepasnya ?”
“Tadi, sebelum turun .”
Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat.
Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi. Tak lama kami berpagutan, karena ..
“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan.
“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.
Aku menekan lagi.
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”
“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit.
Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya ..
Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk.
Sadarkah kau?
Siapa yang kamu setubuhi ini?
Pasienmu dan isteri orang!
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta disetubuhi?
Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi.
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku.
Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.
Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …
Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.
Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..
Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol.
“Siapa Syen” tanyaku.
“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah.
“Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku.
“Syeni bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.
“Suamimu tahu kamu ke sini”
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2.
“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas”
“Ah masa .. “
“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”
“Ah . engga usah basa basi”
“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu”
“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”
“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”
“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan.
“Oh ya ..?”
“Si Koko belum pengin punya anak”
Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.
“Kok BH-nya engga dipakai ?”
“Entar aja deh di rumah”
“Entar curiga lho, suamimu”
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”
Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.
“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”
“Habis . kamu sexy banget sih …”
“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”
“Entar ajalah . mau mandi dulu .”
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku.
“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni mau lagi ya .”
“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.
“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata menyadarinya.
Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.
“Mas mau lagi .?”
“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”
“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.
“Udah malam Syen, lain waktu aja”
Syani tak menjawab, malah meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja, mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..
Penisku langsung menerobos vaginanya ..
Syeni bergoyang bagai naik kuda .
Sekali lagi kami bersetubuh .
Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku menyemprotkan vaginanya dengan air maniku …
Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.
“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.
“Ngaco . suamimu .?”
“Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu.
Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy . …
Langganan:
Postingan (Atom)