Kamis, 30 Januari 2014

Malam Pertama





CERITA DEWASA - Aku hanyalah gadis biasa, meski banyak orang yang bilang kalau aku cantik. Dan di usia 19 tahun ini, aku sudah menikah dengan seorang laki-laki bernama Ferdi. Bagaimana aku bisa menikah dengannya? Itu semua karena kakek Ferdi.
Orang tuaku meninggal saat aku masih SMA. Mereka mengalami kecelakaan beruntun di jalan tol. Karena orang tua Ferdi sudah menjadi teman baik orang tuaku, maka dengan senang hati mereka menganggapku sebagai anaknya juga. Mereka berharap aku bisa menjadi keluarga mereka dengan menikahi Ferdi. Tapi itu tidaklah mudah.
Aku dan Ferdi tidak pernah akrab sejak pertama kali bertemu. Sifatku yang dingin ini, membuatku menjaga
jarak dengannya. Bahkan ketika aku pindah ke sekolah yang sama dengannya, tidak ada yang mengetahui bahwa kami tinggal dalam satu atap.
Hingga setengah bulan yang lalu saat aku sudah hampir selesai kuliah, kakek Ferdi sakit dan ingin melihat kami menikah. Aku tidak mau, tentu saja. Tapi apa kau bisa menolak keinginan mereka-mereka yang sudah mengasihanimu? Tentu saja tidak!
Akhirnya aku menikah dengan Ferdi dan setelah itu kesehatan kakek semakin membaik. Ia memberikan sebuah apartement kepada kami berdua untuk ditinggali.
Tentang Ferdi, aku memang menjaga jarak dengannnya. Ia adalah laki-laki yang populer. Begitu banyak wanita yang mendekatinya dan itu membuatku muak! Kenapa aku selalu bersikap dingin kepadanya? Itu karena aku bukan gadis-gadis bodoh seperti mereka.
Jika kalian bertanya apakah aku mencintai Ferdi, aku tidak tahu. Tapi yang jelas aku menyukainya. Mungkin terlalu menyukai hingga ia selalu datang dalam mimpiku dan menjadi fantasiku. Menjadi karakter di setiap tokoh yang kutulis.
Ya, aku suka menulis di blog pribadiku. Mungkin dengan begini aku bisa menghidupkannya walau dalam imajinasiku. Karena terus terang, rumah tangga yang kujalani saat ini sangat terasa hambar. Mungkin salah satu sebabnya itu aku, dan aku terlalu egois untuk bertindak lebih dulu.
Hari ini aku bangun lebih pagi. Seperti biasa, kubuatkan sarapan untuk Ferdi. Setelah selesai masak, aku pergi ke kamarnya. Ini kebiasaan buruknya. Ia tidak bisa bangun pagi dan mengharuskanku untuk membangunkannya.
Ah, ada yang lupa. Selama ini aku dan dia tidur di kamar yang terpisah. Ini keinginanku. Entahlah kenapa aku selalu menjaga jarak dengannya, mungkin aku merasa tidak pantas untuknya.
Kubuka tirai kamarnya kemudian menghampirinya. Sesaat aku terdiam menatapnya. Jika kau bertanya siapa orang paling tampan di dunia ini, maka dengan pasti aku akan menjawab itu suamiku.
“Fer, bangunlah!!” aku menggoyang-goyang tubuhnya pelan, “Ferdi,”
Laki-laki itu tidak bergerak sama sekali. Ok, ini tidak biasanya. “Ferdi!!” kuguncang dengan keras tubuhnya. Tidak ada reaksi.
Aku mulai khawatir. Kusibak selimutnya, “Fer, bangunlah,” kutepuk-tepuk pipinya, “Fer… uwaaaa…” aku menjerit kaget saat sepasang tangan kekar menarikku hingga jatuh di atasnya kemudian berguling hingga kini ia menghimpitku.
“Fer, apa yang kau lakukan?!” teriakku, tapi laki-laki itu tidak menjawab dan malah membenamkan wajahnya ke dalam leherku. Jantungku terasa berhenti berdetak. Tuhanku… apa yang terjadi? Tapi kemudian ia membebaskanku dengan berguling ke samping. Ia menggeliat pelan sambil menguap lebar-lebar.
“Kenapa kau ada disini?” tanyanya bingung saat melihatku ada di sebelahnya.
Aku bangun sambil mendengus pelan, “Sarapanmu sudah kusiapkan,” ucapku datar, kemudian keluar dari kamarnya. Aku kembali ke kamarku dan masuk ke dalam kamar mandi. Astaga, kenapa jantung ini berdebar begitu keras?!
Setelah mandi, aku makan bersama dengannya. Hal ini sangat jarang kami lakukan. Biasanya aku lebih dulu pergi ke kampus jika ada kuliah pagi.
“Apa itu?” tanyanya sambil menatap sayuran yang kumakan.
Aku menatapnya heran. Tidak biasanya ia berbicara saat makan. “Kau mau?” tanyaku ragu.
Ferdi memajukan tubuhnya sambil membuka mulutnya, tanda ingin aku menyuapinya. Ada apa dengannya hari ini?
Dengan ragu aku menyuapkan sayur itu ke dalam mulutnya. Ia mengunyah pelan kemudian tersenyum, “Terima kasih,” katanya pelan.
Dan aku, hanya bisa terpaku melihatnya.
Sialan, pikiranku benar-benar tidak bisa fokus. Tingkahnya hari ini sangat aneh. Hingga kuliahku selesai aku masih terus memikirkannya. Ada apa dengannya hari ini? Atau ada apa denganku?
Aku masuk ke dalam apartement dan melihatnya sedang asyik main psp. Sepertinya ia tidak ada kelas hari ini. Oh ya, selain menjadi mahasiswa, Ferdi juga bekerja sampingan sebagai penulis lagu. Dan kuakui suaranya benar-benar memabukkan.
“Sudah pulang?” tanyanya.
Aku mengerutkan keningku. Tidak biasanya dia bertanya seperti ini. “Ya,” jawabku pelan.
“Aku lapar, bisa membuatkan makanan untukku?” tanyanya lagi.
“Tunggu sebentar,” sahutku.
Aku menukar pakaianku kemudian membuatkannya mie, setelah itu aku masuk ke dalam kamarku. Kubuka laptopku dan mengecek blogku. Aku mengerutkan kening saat mendapati sebuah tulisan yang kubuat sangat mirip dengan yang dilakukannya hari ini. Ini tidak mungkin terjadi… aku menepis bayangannya dan mulai masuk ke dalam imaginasiku dimana dia hanya menjadi milikku seorang.
Entah berapa lama aku menulis, tubuh ini terasa pegal. Kurenggangkan tubuhku sambil melirik jam. Pukul delapan. Ternyata sudah malam.
Kudengar pintu kamarku terbuka, aku tahu itu dia, “Ada apa?” tanyaku tanpa menoleh ke arahnya.
“Apa kau sedang menulis?” ia bertanya.
Aku terdiam sesaat, bagaimana dia bisa tahu jika aku suka menulis?
“Kenapa? Kau heran aku mengetahuinya… citraciki?”
Kali ini aku langsung menoleh ke arahnya. Bagaimana bisa dia tahu nama Id-ku di blog?! “k-kau… tahu?” tanyaku bingung.
Dia tersenyum sambil berjalan lambat menghampiriku, membuatku gugup.
“Aku tidak tahu kalau aku selalu menjadi fantasimu, nona Citra Kirana… apa kau begitu menginginkanku?”
Aku membeku mendengarnya, “Kau tidak suka?”
“Ya, aku sangat tidak suka! Mengapa kau begitu dingin dihadapanku, sedangkan selalu berimajinasi bersamaku di tulisanmu?”
Aku hanya menelan ludahku. Apa yang harus aku jawab?
“Bagaimana dengan tingkahku tadi? Apa sudah mirip dengan skenario yang kau tulis?”
Aku terheyak mendengarnya. Jadi dia memang sengaja?! “Kau membaca tulisanku?” tanyaku tidak percaya.
Ferdi tersenyum berbahaya, “Ingatlah untuk memberi pasword pada laptopmu,”
”Well, thanks,”
“Hanya itu? setelah menjadikanku object fantasimu dan kau hanya bilang terima kasih?!” tanyanya sambil naik ke tempat tidur, mendekatiku.
“Lalu apa maumu?” tantangku.
Dia mendorongku dengan kasar hingga aku jatuh ke tempat tidur, menyingkirkan laptopku kemudian duduk di atas pahaku. “Sekarang, aku ingin kau mengikuti skenario yang kubuat,” ucapnya sambil mendekat ke wajahku hingga kini ia menghimpit tubuhku.
“Dan ini sekenarioku,” bisiknya pelan, membuat tubuhku menegang mendengarnya. “Bagaimana menurutmu? Kau takut?”
“Tidak!” jawabku tegas sambil menatap matanya.
“Benarkah?” ia tersenyum setan.
“Aku punya status, Fer. Statusku adalah istrimu, jadi aku tidak takut dengan apa yang kau lakukan!”
“Itu bagus, jadi aku bisa dengan lancar membuat skenario ini denganmu,”
Aku memalingkah wajahku ke samping. Aku benci melihat tatapannya yang bisa membuatku luluh seketika. Sepertinya ia bisa mendengar jantungku yang menghentak keras. Kesalahan pertama! Itu malah membuatnya leluasa untuk mengecup leherku.
Ada rasa aneh yang menjalar ketika bibirnya menyentuh kulit leherku. Membuat syaraf-syaraf di tubuhku lumpuh. Kugigit bibir bawahku. Tanganku mencengkeram kaos di pinggir pinggangnya.
Ferdi menggigit kulit leherku lembut kemudian menghisapnya kuat, membuatku menutup mata erat-erat. Decakan-decakan bibirnya yang menjelajahi leherku terdengar begitu menggairahkan. “Mmmhhh… Hhhh…” desahnya begitu merdu terdengar di telingaku membuat perutku seperti diaduk-aduk.
Bibirnya bergerak pelan ke tengah leherku membuatku mendongak, memudahkannya untuk menyusurinya. Detak jantungku mulai tidak beraturan. Nafasku mulai tersegal. Bibir Ferdi terus merambat ke sisi lain leherku dan semakin naik ke atas, ia menggigit lembut telingaku. Terpaan nafasnya yang hangat, nyaris membuatku hilang kendali.
“Jangan ditahan…” bisiknya sepelan angin. “Ayo kita bernyanyi bersama, dan saling menulis skenario di atas tubuh ini,”
“Oooohh…” pertahananku hancur saat tangannya meremas dadaku lembut. Rasanya ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam perutku. Aku menggeliat pelan dalam dekapannya. Ia masih terus meremas dada kiriku sementara bibirnya masih menyusuri leher bagian belakang telinga kananku.
”Nngghhh…” desahnya lembut disela-sela bunyi decakan dari kecupannya.
Tiba-tiba saja ia bangun sambil menarikku. Kini kami berdua dalam posisi duduk dengan dia duduk di pahaku. Dilepasnya kaos longgar yang kupakai, kemudian tangannya bergerak ke belakang bersama dengan bibirnya yang mengecupi setiap inci bahuku.
“Nngghh… hhhh…” desahku pelan. Bibirnya merambat ke tengkukku dan berhenti di satu titik, membuat cupang disana. Kuhirup aroma tubuhnya yang lembut. Kukecup lehernya pelan. ia mendesah semakin keras. Lalu kugigit dengan lembut.
“Aaaaarrrrggh…” erangnya tertahan. Tangannya bergerak membuka kait braku kemudian membuang benda itu entah kemana. Dan dengan cepat ia melepaskan kaosnya sendiri kemudian mendorongku untuk kembali tidur.
ia mencium keningku lembut. Mataku, pipiku, hidungku kemudian bibirku. Ciuman pertamaku… ditekannya lembut bibirku. Aku merasa jantungku sudah berhenti saat merasakan lidahnya menjilati bibirku, membasahinya. Ia melumat lembut sambil menekannya semakin dalam, membuatku tergoda untuk membalasnya.
“Mmmhh…” desahan-desahan kami terdengar kontras bersama decakan-decakan bibir kami yang memenuhi ruang kamarku itu.
Aku merasakan lidahnya mencari celah untuk masuk ke dalam mulutku. Kubuka mulutku, membiarkan lidahnya masuk untuk bertemu lidahku. Saling membelit dan bertukar air liur. Bibirnya terasa sangat manis dan lembut, membuatku ingin terus mengulumnya. Kuhisap lidahnya di mulutku dan ia menjerit tertahan. Sesekali ia memberi jeda untuk kami mengambil nafas selama dua detik.
Tanganku terangkat mengusap punggung telanjangnya yang basah oleh keringat. “Nnggh… Fer…” aku merasakan jari telunjuknya menari-nari diatas kedua buah dadaku. Seperti ular yang menyusuri permukaannya dengan tarian gemulainya. Kemudian diremasnya payudara sebelah kiriku lembut.
“Aaaahhh…” aku menggeliat dalam himpitan tubuhnya. Bibir Ferdi turun ke bawah mencium daguku… leherku… ia mengecupi belahan dadaku sebelum akhirnya ia menjilati puting dada kananku. Dikulumnya puting payudaraku dan dimainkannya dengan lidah di dalam mulutnya, sementara ia masih meremas payudara kananku dan memilin-milin putingnya. Memutarnya sambil menekan-nekannya lembut.
“Sssshhh…” perutku terasa diaduk-aduk semakin cepat. Bagian bawah pada tubuhku berkedut-kedut dengan cepat. Kakiku tidak bisa diam dan terus bergerak menggesek kakinya.
Ferdi menyedot putingku kuat-kuat kemudian menggigitnya dan mengunyahnya renggang-renggang, membuat buah dadaku itu mengeras. Kemudian ia berpindah ke sebelah kanan dan melakukan hal yang sama. Aku meremas rambutnya yang halus. Dalam imaginasiku-pun dia tidak seperti ini.
Tiba-tiba ia melepaskan hisapannya kemudian bangun dan melepaskan hotpansku beserta celananya sendiri. Aku memejamkan mataku tidak ingin melihat tubuh kami yang telanjang. Entahlah aku merasa sangat malu saat melihat ia menatap tubuh polosku.
Ia menindih tubuhku lagi, “Berbaliklah…” bisiknya pelan di telingaku.
Secara reflek otakku mengikuti bisikannya dan berbalik hingga kini aku tengkurap. Ia menyibak rambutku dan mengecupi tengkukku. “Nngghh… Fer… aah…” tanganku meremas seprei. Bibirnya masih membuat cupang saat tangannya menyusup ke depan dan memilin putingku lagi. “Aaasshh…” aku mendesis tertahan.
“Mmmmhh… hhh…” desah Ferdi terdengar jelas di telingaku, nafasnya yang berat seolah memancing nafsuku. Ia menggigiti daun telingaku dan mengecupi bahuku, punggungku.
Aku bisa merasakan miliknya yang ujungnya berlendir menari-nari di atas pantat bawahku. Menggeseknya pelan seirama gerakan tubuhnya. Puas ia mengecupi seluruh punggungku, tangannya menarikku untuk berbalik menghadapnya lagi. Ia melumat bibirku lagi. Mengemut atas dan bawah bergantian. “Nnghh…” aku mendesah merasakan penisnya yang kali ini menggesek-gesek pahaku. Kurenggangkan kakiku sedikit kemudian menjepit penisnya dengan kedua pahaku.
“Aaaaaarrrghhh…” ia melepaskan ciumannya dan mengerang hebat. Ferdi beranjak dari tubuhku kemudian menarikku untuk bangun. Ia bersandar di headboard ranjang dan meletakkan tanganku di penisnya, “Puaskan aku, Cik… hhh…”
Aku hanya diam. Tanganku gemetar, ini pertama kalinya aku melakukannya. Rupanya Ferdi tidak sabar. Ia menggenggam tanganku dan menuntunku untuk mengocok miliknya. Kuremas perlahan penisnya, “Aaaahhh… terus seperti itu…” desahnya sambil memejamkan mata.
Aku mengikuti gerakannya, kemudian ia melepaskan tangannya membiarkanku melakukannya sendiri. Penisnya terasa sangat keras, urat-urat syarafnya yang menegang terlihat jelas. Ada cairan bening yang keluar dari ujung penisnya yang berkerut karena terangsang. “Aaaahh… terus, sayang… aaah…” racaunya. “Yaah… seperti itu… hhhh…”
Tiba-tiba tangannya memegang kepalaku dan mendorongnya pada penisnya, memaksaku untuk menciumnya. Kuikuti sekenario yang diinginkannya. Kukecup ujung penisnya yang basah. Ia mendesah semakin keras.
Kujilati ujungnya, kemudian turun ke bawah. Kugelitiki kantung zakar-nya dengan lidahku kemudian kukulum dan kusedot kuat-kuat. “Aaaarrghh… Ciki sayang… ooohhh…” dapat kurasakan tubuhnya yang menegang. Tangannya meremas kuat rambutku.
Kukecupi permukaan penisnya dengan lembut kemudian kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum naik turun dengan irama teratur. Kugelitiki lubang penisnya dengan lidah di dalam mulutku seperti yang dilakukannya pada putingku tadi. Kubelah lubang yang berkerut itu dan kumasukkan ujung lidahku.
“Cik… oooh… itu sangat nikmat… hhh…” rintihnya. Kuemut terus penisnya naik turun, kuhisap kuat-kuat. Kemudian aku merasa miliknya berdenyut kuat dan, “Aaaaaaarrrrgghhhhhh…” Ferdi melenguh bersama dengan cairan yang menyemprot keluar dari penisnya. Cairan putih kental yang langsung menerobos ke tenggorokanku, membuatku hampir tersedak.
Ia menarik tubuhku ke atas dan melumat bibirku, membersihkan cairannya yang tersisa di bibirku. Kali ini ciumannya begitu lembut, tidak menuntut. Kemudian ia berguling ke samping hingga aku yang berada dibawah kini. Ia melepaskan ciumannya dan meraih daguku, mengecupnya, kemudian terus turun ke bawah, ke arah leherku. Lalu ia mengecupi belahan dadaku sementara kedua tangannya memilin kedua putingku.
“Aaaahh… oooh… sssh…” aku meggeliat pelan. Ciumannya terus turun ke bawah. Ke perutku. Ia berhenti sejenak sambil membenamkan wajahnya di perutku. Nafas hangatnya terasa sangat nyaman. Kuusap lembut kepalanya, kemudian ia duduk sambil merenggangkan kakiku. Membuka pahaku. Teramat pelan, ia mengecup pahaku bagian bawah.
“Aaaahh… sshh…“ tubuhku menggelinjang merasakan bibirnya yang seperti keong, merayap menelusuri pahaku dan semakin jelas kemana bibirnya akan mengarah.
“Oooohh… Fer… aaah…” Kini bibirnya sampai di selangkanganku dan ia mulai menjilat dengan lidahnya. Jantungku bergemuruh, berdetak seakan-akan ingin meledak. Vaginaku berdenyut-denyut cepat merasakan sensasi jilatannya.
“Oooohh…” Ia menjilat daging vaginaku yang sudah membengkak. Kemudian membelah lipitannya dan menggelitik klitorisku. Dikecupinya kemudian disedotnya kuat-kuat.
“Aaaaakkh…” aku menggelinjang sambil mengalungkan kakiku pada lehernya. Menekan kepalanya semakin dalam ke miss V-ku.
“Mmmmhh…” lidahnya turun ke bawah, menyapu lubang vaginaku yang basah dan becek. “Aaaah… Ferdii… uuughh…” aku meremas rambutnya sambil menjepit kepalanya dengan pahaku. Lidahnya masih menari-nari di sekitar lubang vaginaku, kemudian teramat pelan lidah itu menyeruak, masuk ke dalam lubang vaginaku.
“Aaaakkh…” aku menjerit tertahan. Ia menyedot kuat lubang vaginaku dan menggelitiki bagian dalamnya dengan lidahnya yang menari dengan lincah.
“Aaah… aah… Fer… aah…” kurasakan sesuatu ingin meledak dari dalam tubuhku. “Aaaaaarrgh…” aku melenguh dan mengeluarkan cairan dari vaginaku. Miss V-ku berdenyut lambat dengan kuat. Apa ini? Kenapa rasanya sungguh teramat nikmat?
Ferdi masih menjilati miss V-ku, merasakan rasa dari cairanku yang keluar barusan saja. Lalu ia mengusap cairan itu dengan jarinya dan mengoleskannya di bibirku, memasukkan jarinya ke dalam mulutku. Kukulum jari tangannya seperti aku mengulum juniornya. Ia mendesah pelan kemudian menarik lagi jari tangannya dari mulutku, menggantinya dengan bibirnya. Kami berciuman lagi sambil bermain lidah. Kakiku masih memeluk lehernya dan dibawah sana, kurasakan ujung penisnya sedang menggesek-gesek permukaan miss V-ku.
“Aaah… mmhh…” decekan-decakan bibir kami terdengar begitu menggairahkan. Dan sekarang, bagiku, suara yang paling indah di dunia adalah suara desahannya.
“Aaaaakkh… hhmff…” aku menjerit tertahan saat merasakan penisnya menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku. Ferdi lekas membungkam mulutku dengan ciumannya. Rasanya perih, seperti luka saat kau setelah jatuh.
“Hhhh… ngghhh…” aku meringis menahannya sambil menggigit bibir Ferdi.
“Aaaah…” Ferdi mendesah sambil berusaha memasukkan penisnya di bawah sana.
Air mataku mengalir tanpa kusadari. Rasanya penar-benar perih. Tanganku sampai menjambak keras rambutnya. Ferdi terus mendorong miliknya hingga masuk sepenuhnya ke dalam vaginaku. Rasanya penuh sesak dan perih. Ia melepaskan ciumannya dan menjilat bekas air mataku.
“Maafkan aku…” bisiknya di telingaku. Ia diam sebentar sambil merapikan rambutku yang berantakan di dahi. Kemudian perlahan, digerakkannya pinggulnya naik turun dengan teramat pelan.
“Uuuggh… aaah… Ferdii…” desahku sambil menggigit kulit lehernya. Sensasi yang ditimbulkannya benar-benar tidak bisa dinalar.
“Hmmhh… hhh… aah…” penisnya menggesek dengan tempo lambat. Rasa perih itu tertutupi dengan rasa baru yang ditimbulkannya, yang anehnya ternyata nikmat.
“Aaaahh… Fer… mmhh… teruskan…” racauku. Aku seperti hilang akal. Pikiranku menguap entah kemana. Yang kurasakan saat ini, kami telah menjadi satu, dan aku sudah menjadi istri yang sesungguhnya. Namun ini adalah sekenario yang dibuatnya. Entah aku harus merasa bahagia atau tidak, yang jelas, kugunakan waktu ini untuk menikmati saat-saat indah bersamanya.
“Oooouughh… aaah… Citra… oooh…”
Aku sangat suka mendengar desah suaranya. Kuusap peluh yang ada di dahinya dengan lembut. Ia mempercepat tempo gerakannya, membuatku menggelinjang. “Fer… aaah… aah… ngghh…”
Penisnya menggesek dinding vaginaku dan menghentak kuat di mulut rahimku, menyentuh G-spot ku. “Aaaah… ssshh… mmmh…” aku merintih.
“Hhhh… oooh… aaahh…” Ferdi ikut mendesis.
“L-lebih cepat, Fer… oooh… uuugh…”
Dihisapinya kulit leherku sementara ia semakin mempercepat gerakannya. “Aaaah… uummhh…” pinggulku bergoyang mengikuti gerakannya. Bunyi benturan alat kemaluan kami terdengar sangat menggairahkan.
“Aaaahhh… sayang… ooh…”
“Lebih dalam, Fer… ssssh… aaah… aaah…”
“Aaaakhh… Citra… ooh… ssshh…”
Ia memperdalam tusukannya dan mempercepat gerakannya. Ada yang ingin meledak sama seperti saat pertama tadi. Tapi ini lebih kuat. Ruangan terasa panas, padahal jendela kamar tidak pernah kututup. Tubuh kami sudah basah dan lengket oleh keringat juga cairan-cairan dan air liur dari kecupan-kecupan.
Tubuh Ferdi mengejang. Ia semakin kuat menghentak ke dalam vaginaku. Ujung penisnya membentur keras dinding rahimku. Vaginaku terasa semakin sesak karena batangnya yang semakin membengkak.
“Aaaah… uuumhh… aahh… sshhh…”
“Fer, ooh… aah… ahh… aah…”
“Aaaahh… aah… aaaaaaaaarrrgghh…” tepat dimana titik itu melebihi batas maksimum, seperti terjadi ledakan pada kami bersamaan dengan suara lenguhan kami.
Tubuh kami berdua mengejang. Vaginaku berdenyut begitu kuat saat melepaskan cairan orgasmeku. Begitu juga dengan Ferdi. Spermanya mengalir deras di dalam rahimku. Rasanya geli dan hangat sekali. Ia menyandarkan kepalanya di dada kiriku. Nafas kami naik turun. Kami diam sejenak untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda. Vaginaku masih terasa berdenyut-denyut pelan, memijit batang penisnya.
Tuhan… seindah inikah skenario yang dibuatnya untukku? Sampai kapan keindahan ini akan bertahan?
Ferdi menarik lepas penisnya kemudian tidur telentang di sebelahku. Aku menarik selimut dengan kakiku untuk menutupi tubuh kami. Kemudian memiringkan tubuh membelakanginya. Dengan nafas yang belum stabil dan denyutan di vagina yang belum berhenti, aku memejamkan mata.
Tiba-tiba kurasakan tangannya melingkari perutku, memelukku dari belakang dengan erat hingga punggungku menempel pada dadanya. “Terima kasih,” bisiknya lembut kemudian mengecup puncak kepalaku.
Aku mengerjapkan mataku pelan. Tubuhku terasa letih, juga perih di bagian vaginaku. Seketika aku tersentak bangun saat mengingat apa yang sudah terjadi. Tangan Ferdi yang memeluk perutku seketika jatuh, membuatnya bergerak pelan dalam tidurnya. Aku menarik selimut untuk menutupi bagian depan tubuhku yang masih terbuka.
“Sayang…” gumam Ferdi sambil meraba-raba tempat di sebelahnya. Ia membuka sedikit salah satu matanya. “Ada apa?” tanyanya dengan suara serak sambil mencoba meraih tubuhku, tapi ia belum sepenuhnya sadar hingga hanya menggapai-gapai selimut di dekat pinggangku.
“Skenariomu sudah selesai, Fer, sekarang pergilah,” ucapku dengan suara bergetar tanpa menoleh ke arahnya.
Hening… aku merasakan Ferdi bergerak dan tiba-tiba saja tangannya sudah melingkar di perutku. Ia menyandarkan dagunya di bahuku yang terbuka. Mengecup leherku lembut. “Belum selesai…” bisiknya pelan.
“Apa maksudmu?” aku bertanya.
“Aku ingin terus membuat skenario ini selamanya bersamamu… skenario hidup kita…”
“Denganku?” tanyaku ragu, apa dia tidak salah bicara?
“Iya, denganmu,” tegasnya. “Aku ingin membuatnya denganmu, hanya denganmu, Citra… apa kau bersedia melakukannya bersamaku? Memulai semuanya dari awal? Membuat skenario hidup kita berdua, saling melengkapi bagian-bagian yang kurang bersama-sama,”
“Apa ini kontrak kerja untukku?” tanyaku masih curiga.
“Ya… kontrak seumur hidup.” bisiknya pelan sambil menghembuskan nafasnya yang hangat ke batang leherku. “dan syarat-syaratnya, kau harus menjadi milikku, harus mencintaiku, harus menyayangiku, harus menerimaku sebagai suami seutuhnya dan tidak boleh menatap laki-laki lain. Juga sebaliknya, aku harus mencintaimu, menjagamu, bersumpah tidak akan pernah menyakitimu, dan tidak akan ada gadis lain selain dirimu,”
“Bukankah itu kedengarannya seperti terpaksa?!”
“Memang, tapi aku senang melakukannya, Cik. Aku mencintaimu…”
“Jadi… kau sudah mulai mencintaiku?”
“Bukan, aku sudah mencintaimu dari dulu… sejak kau pertama masuk ke rumahku, kau juga telah masuk ke dalam hidupku… ke hatiku.”
Aku menoleh ke belakang dengan terperangah. Ia tersenyum lembut. “Bagaimana bisa?” tanyaku tak percaya.
“Saat itu, aku masih mempelajari skenario yang kau buat,” jawabnya.
Aku memeluknya erat, “Ferdi sayang… ayo kita rancang skenario hidup kita bersama-sama…”
Dia membelai kepalaku lembut, “As your wish, honey. I love you…“
“Aku juga, Fer… I love you too.” bisikku pelan.
Dia mengecup kulit leherku pelan. Reflek aku mendesah, dan ia semakin liar mengecupi leher dan bahuku. “Ayo kita mandi,” bisiknya sambil mengangkat tubuhku, membawaku ke kamar mandi.
***
Ferdi baru saja pulang dari kampus dan melihat keadaan apartemen yang sedang kosong. Perutnya terasa lapar. Diketuknya pintu kamar Citra. Tidak ada jawaban. Perlahan dibukanya, tidak terkunci. Ia masuk dan melihat kamar itu kosong. Sebuah laptop yang menyala menarik minatnya.
Dihampirinya benda itu kemudian dilihat isinya. Ia terdiam saat melihat blog pribadi Citra Kirana. Tangannya bergerak-gerak di atas keyboard dan ia menemukan sebuah file yang berisi tulisan-tulisan tangan sang istri. Ia terdiam sejenak kemudian mengambil sebuah flashdisk dari dalam ranselnya dan mengopy semua isi folder itu. Kemudian ia keluar dari kamar Citra dan menunggu gadis itu pulang.
Setiap malam dibacanya tulisan-tulisan tangan Citra itu dengan diam. Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk memulainya lebih dulu. Karena ia yakin, Citra Kirana juga mencintainya.
Ferdi pertama kali mengenal gadis itu saat ibunya membawa Citra untuk tinggal bersamanya. Ia memang gadis yang tertutup dan sedikit dingin pada Ferdi. Tapi justru malah itu yang membuat Ferdi tertarik kepadanya. Gadis itu berbeda… Ferdi ingin melihat bagaimana ekspresi Citra karena selama ini hanya wajah datar gadis itu yang dilihatnya.
Banyak hal yang dilakukannya. Mulai dari menggandeng banyak gadis, bergonta-ganti pacar, hanya sekedar untuk melihat bagaimana reaksi Citra. Namun nihil. Hingga pada akhirnya ia meminta bantuan sang kakek. Dan sang kakek sangat mendukungnya. Tidak hanya membuat Citra menjadi pacarnya, kakek malah langsung meminta Citra untuk menikah dengan Ferdi.
Melihat ekspresi Citra, Ferdi berpura-pura sangat terpaksa dengan pernikahan itu. karena ia tidak ingin Citra membencinya. Jika Citra tahu Ferdi yang memintanya, ia tidak akan pernah mau. Setengah tahun mereka menjadi pasangan suami istri namun gadis itu tetap menjaga jarak darinya. Hingga akhirnya Ferdi menemukan apa yang sebenarnya ada dalam fantasi Citra. Dan hal itu yang membuatnya berani melakukan interaksi lebih dulu. Citra Kirana kini benar-benar menjadi miliknya…

Main Strip Poker



 
CERITA DEWASA - Selama di SMA, saya mempunyai kelompok teman yang selalu bermain bersama. 4 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Sebagian besar teman-teman saya melanjutkan ke perguruan tinggi di luar negeri karena memang sekolah saya termasuk sekolah elite di kota J yang menghasilkan siswa-siswi dengan hasil lulusan yang cukup baik.
Karena saya berasal dari keluarga ekonomi menengah, pilihan sekolah ke LN menjadi tidak mungkin. Dari kelompok kami hanya tersisa 3 teman perempuan dan saya. Kami bingung mau melanjutkan ke mana, tetapi akhirnya kami memutuskan untuk ke kota B yang mempunyai beberapa universitas swasta dan negeri yang cukup terkenal.
Saya, Rika, Nova, dan Jenni memutuskan untuk mendaftar bersama ke kota B. Di sinilah petualangan kami dimulai. Kami berkumpul bersama di rumah Jenni dan orang tuanya meminjamkan mobil mereka untuk kami pakai. Kami memang sering pergi berkelompok dengan meminjam mobil orang tua dan kadang sampai menginap beberapa hari di luar kota. Jadi pada saat kami pergi, orang tua teman-temanku tanpa curiga mengijinkan putri-putri mereka berangkat ke kota B dan menginap tiga malam di sana. Sekalian liburan kata kami.
Perjalanan ke kota B berjalan lancar dan kami menghadapi ujian masuk dengan kepercayaan tinggi.
Maklum, kami semua termasuk berotak encer. Sore hari kami setelah selesai ujian masuk, kami segera mencari penginapan yang terkenal dengan daerah sejuknya di sekitar kota B. Kami menyelesaikan administrasi dan segera masuk ke kamar.
“Wah! Ternyata kamarnya besar juga yah! Ada ruang tamunya lagi,” kataku.
“Budi, kamu tidur di sofa aja yah! Kita berdua ambil ranjangnya!” sahut Nova.
“Yah… Curang… kan baru kali ini saya menginap bareng perempuan dalam satu kam Siapa tahu….” komplainku.
“Maunya..” kata Jenni sambil mendorong diriku ke arah sofa.
Kami semua menjatuhkan pantat di sofa sambil melepas lelah. Setelah berbincang selama setengah jam mengenai soal-soal Ujian masuk tadi siang, kami pun bergantian mandi menyegarkan badan. Kami pun memesan makan malam dari room service karena kami terlalu lelah untuk keluar mencari makan. Rika akan menyusul besok pagi dan ketemuan di kota B. Dia sudah menghadapi ujian masuk seminggu lalu. Pilihan universitasnya berbeda.
Oh iya, saya belum menjelaskan penampilan teman-teman saya.
Rika : Gadis ini pemalu dengan badan kecil yang sangat indah. Saya tahu ini karena Rika sangat suka memakai baju yang menunjukkan lekuk badannya. Dadanya berukuran sedang saja, 34B (saya tahu setelah melihat BH-nya dan BH yang lain nanti). Kecil-kecil imut merupakan kesan yang diberikannya. Senyumnya manis sekali.
Nova: Gadis ini juga berbadan kecil tetapi dengan dada yang terlihat jauh lebih besar daripada milik Rika. 34C ukuran BHnya. Mulutnya kecil dengan bibir tipis yang memberikan senyum menggoda. Hampir semua anak laki-laki di sekolahku mengejar dia. Manis dengan dada besar. Siapa yang tidak tertarik?
Jenni: Gadis bertubuh jangkung yang senang memakai kaos longgar dan berjiwa bebas. Asyik diajak bertukar pikiran, pintar, dan sedikit tomboi. Senang sekali olahraga dan sangat jago bermain volley. Paling enak jadi lawan mainnya di lapangan. Posisiku sebagai tosser sering membuatku berada di depan net dan berhadapan muka dengan Jenni. Posisi siap menerima bola dan kaos longgarnya sering mengganggu konsentrasiku di lapangan.
Jenni : “Mau ngapain nih? Baru jam 6 sore kita dah selesai makan malam.”
Nova : “Kita main kartu aja yuk”
Budi : “Memangnya bawa?”
Nova : “Bbawa kok. Rika, ayo dikeluarin. Kita main poker aja. Pakai uang bohongan aja. Biar seru ada taruhannya.”
Kami pun bermain selama satu jam ketika Nova menyeletuk.
Nova : “Tidak seru nih.. bosan.. gimana kalau dibuat lebih seru?”
Budi : “Maksud kamu, Nov?”
Nova : “Strip poker!!”
“Gila kamu, Nov!”
Nova : “Kaga berani?”
Saya lagi terpatung dengan keberanian ide Nova.
Jenni : “Siapa takut? Berani kok walau ada Budi!”
Pipi saya jadi memerah dan berasa panas. Ada rasa malu juga.
Glek.. saya menelan ludah.. Ada kemungkinan dua gadis muda cantik akan telanjang di depanku.
Nova : “Berani tidak, Bud? Diam aja. Malu yah telanjang di depan cewek-cewek?’
Wah, otakku langsung berputar cepat. Harus memikirkan semua kemungkinan. Jangan sampai saya kalah dan tidak melihat gadis-gadis telanjang.
Budi : “Berani dong! Tapi nanti kalian curang, kaga berani buka beneran!”
Nova : “Kalo ada yang kaga berani buka, kita semua yang paksa buka! Setuju tidak?”
Kita semua menganggukkan kepala menandakan persetujuan.
Jantungku makin berdebar kencang dan kelaminku mulai mengeras karena kemungkinan kejadian di depan mata.
Budi : “Ya dah.. Aturannya gimana nih Nov?”
Nova : “Kita semua punya modal 1000. Taruhannya setiap kelipatan 10 dan paling besar 100. Kalau modal 1000 habis, gadaikan pakaian dengan harga 500. Setuju?”
Kami semua setuju.
Budi : “Kita main sampai kapan? Sampai satu orang bugil atau sampai semua bugil?”
Nova : “Sampai semua bugil dong! Biar adil!!”
Jenni: “Ok deh. Tapi kasihan Budi dong. Dia kan paling cuma punya 3 potong baju. maksudnya cuma kaos, celana dan celana dalam.
Kita cewek-cewek kan kelebihan BH.”
Nova : “Iya yah… ya udah biar adil, kita semua lepas BH deh.”
Nova langsung dengan cekatan melepas BH merah mudanya tanpa melepaskan kaos dan melemparkan BHnya ke mukaku.
Harumnya BH langsung memenuhi hidungku. Tanpa kusadari BH kedua pun mendarat di mukaku. Ini milik Jenni.
BH dengan warna cream kulit.
Hahahahaha… kamipun tertawa bersama.
Nova : “Ayo mulai! Sudah adil kan, Bud? Kita masing-masing cuma punya 3 modal.”
Budi : “Sebentar.. pakaian yang sudah ditanggalkan bisa dipakai lagi ga?”
Nova : “Hmm… TIDAK BOLEH! Yang sudah lepas, tidak boleh dipakai lagi!”
Budi : “Kalau yang sudah bugil kalah lagi gimana? Kan modalnya habis!!”
Nova : “Banyak nanya yah kamu, Bud! Gimana Jen?”
Jenni : “Boleh dipegang-pegang deh sama yang menang. Dipegang-pegang selama 1 menit!”
Wah asyik nih peraturannya… tetapi otakku sudah mulai pindah ke kelamin nih..
“Pegang doang kaga seru ah, gimana kalo dadanya dihisap-hisap!”
Nova : “Ih kamu, Bud…. Mau dong!!” Dengan suara manisnya sambil melirik nakal ke arahku!”
Jenni dan Nova tertawa terbahak-bahak.
Nova : “Tapi kalau kamu yang sudah bugil dan kalah gimana, Bud? Saya hisap tititnya yah!!”
Jenni : “Wah saya juga mau hisap titit Budi!”
Benar-benar tidak disangka! 3 tahun bersama di SMA, saya tidak menyangka teman-temanku ini nakal juga.
Permainan pun dimulai.
Keahlianku bermain strip poker di komputer ternyata sangat bermanfaat.
Jenni segera kehilangan modal awal sehingga harus menggadaikan modal berikutnya.
Jenni hendak membuka celananya, tetapi dicegah oleh Nova.
Nova :”Wah kaga boleh sendiri yang nentuin buka celana. Budi, mau suruh Jenni buka apa?”
Wow, thanks Nova! Aku teringat kalau mereka sudah lepas BH, tentunya dengan melepas kaos, dada Jenni akan terbuka.
Budi : “Tentu saja kaos dong. Kapan lagi bisa lihat payudara dari dekat!”
Jenni dengan malu-malu mulai melepas kaosnya dan dengan segera menutupi puting payudaranya dengan satu tangan.
Saya terkesima dengan pandangan indah di depan mata. Animasi strip poker di permainan komputer tidak seindah
pemandangan di depan mata.
Nova : “Jen.. mana boleh ditutupin dadanya. Buka dong!”
Nova menggaet tangan penutup payudara dengan segera.
Jenni sedikit memberontak sambil memerah wajahnya. Jenni tertarik tangannya,
memperlihatkan payudara terbuka dan menggantung indah di depan wajahku. Glek.. saya menelan ludah.
Jenni : “Bud, tutup mulut dong.. Masa sampai menganga terbuka gitu melihat dada gue.”
Jenni dan Nova tertawa. Ini membuat Jenni jadi relaks dan pasrah dadanya terpampang jelas.
Wah kalo mereka serius kayak gini, mendingan saya kalah saja. Mengingat kalau kalah terus, tititku akan dihisap selama 1 menit setiap kekalahan.
Hahahaha.. otakku kotor juga.
Maka dilanjutkanlah permainan. Dengan segera saya menjadikan diri telanjang.
Celana dalam saya buka perlahan-lahan memperlihatkan titit yang sudah mengeras sejak tadi.
Saat itu, Nova, dengan payudara montoknya pun tinggal celana dalam saja.
Kedua gadis ini memperhatikan celana dalamku dengan seksama sambil menahan napas menunggu tititku seluruhnya terlihat.
Nova : “Wah sudah keras yah, Bud! Bagus lho bentuknya!”
Budi : “Gimana tidak keras… ngelihat dua pasang payudara yang bagus-bagus!”
Rupa-rupanya Nova sudah tidak tahan lagi. Aku langsung ditabraknya dan tititku langsung dipegangnya. Dengan gemas Nova mulai mengocok tititku sambil sesekali dijilatnya. Tentu saja saya tidak tinggal diam. Tanganku mulai meremas-remas payudara Nova yang cukup besar. Tidak cukup dengan remasan, akhirnya aku meraup payudara kiri dan mulai menghisapnya.
“Ahh.. Enak banget, Bud! Terus hisap..”
Sambil menghisap payudara Nova, tanganku mulai melepaskan celana dalamnya. Karena saya tidak mau melepaskan hisapan, tentu saja melepaskan celana dalam jadi lebih sulit. Nova membantu dengan melepaskan celana dalamnya sendiri.
Tititku yang menjadi lepas dari pegangan Nova, langsung disambut Jenni dengan kulumannya. Mimpi apa semalam. Dua gadis sudah mengulum tititku. Kami pun pindah ke ranjang. Saya berbaring di ranjang dengan titit menjulang langit. Nova melanjutkan memberikan payudaranya untuk saya hisap dan Jenni kembali mengulum tititku. Tangan saya mulai bergerilya ke vagina Nova.
Basah.
Licin.
Saya pun mulai menggesekkan jari ke clitorisnya. Licin sekali. Nova pun mendesah dengan kenikmatan yang dialaminya di bawah.
Jenni yang melihat Nova mengalami kenikmatan, mengubah posisi pantatnya ke sebelah mukaku.
Badan jenjangnya memang membuat posisi hampir 69 tersebut sangat mudah terjadi. Tanganku pun menggosok vagina Jenni yang juga sudah sangat basah. Tangan kiri di vagina Jenni, tangan kanan di vagina Nova. Kukocok keduanya dengan kelembutan yang lama-lama bertambah cepat.
Jenni dan Nova blingsatan dibuatnya. Jenni berguncang hebat sampai melepaskan hisapan di tititku dan mengeluarkan lenguhan panjang yang sangat seksi. Nova menyusul dengan teriakan yang tidak kalah seksinya. Keduanya terjatuh di kiri kananku dengan lemasnya.
Aku yang sudah tegangan tinggi tidak mau tinggal diam. Aku menghampiri Nova dan membuka lebar-lebar selangkangannya. Terlihat vagina bersih yang sangat indah. Bulu-bulu halusnya sangat seksi. Aku mulai menggesekkan kepala tititku ke vagina Nova. Ah….. licin dan enak. Belum pernah aku merasakan kenikmatan seperti ini.
Nova yang mulai merasakan kenikmatan, mulai bereaksi dengan menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti irama gesekan.
Nova semakin meracau…”Oohhh… aahhh… ohh..my… God…..Enak banget Bud”
“Terus Bud… Enak… ahhh…aahhHHH….AAAHHHHHH…Gila.. enak banget Titit lu Bud!! Gue dah sampe nih”
“Baru digesek aja dah enak gini yah, Bud… gimana kalo dimasukin yah? Masukin deh Bud..”
“Serius lu, Nov? Lu mau gue perawanin? Gue sih dah nafsu banget nih.”
“Iya, Bud… Gue pengen ngerasain titit lu di dalam gue… di luar aja dah enak, apalagi di dalam.”
Aku tidak pikir panjang lagi.. langsung berusaha merangsek ke dalam vagina Nova.
“Oww.. pelan-pelan Bud.. Sakit tahu!!”
“Ok, Nov.. gue pelan-pelan nih”
Pelan-pelan kepala titit gue mulai terbenam di vagina Nova.
Terasa mentok. Aku yang tidak pengalaman berpikir kok tidak dalam yah?
“Nov, udah masuk belom sih?”
Nova yang mulai meringis menahan sakit, “Kayaknya sih belom deh… tapi terusin aja.”
“Lu yakin, Nov? Kayaknya lu kesakitan gitu.”
“Terus aja, Bud. Gue pokoknya mau titit lu di dalam gue.”
“Ya udah kalo gitu.. Gue terusin nih..”
Dengan tiga sodokan keras yang disertai rintihan Nova, akhirnya tititku masuk juga sepenuhnya.
“Wah.. Nova… kayaknya titit gue dah masuk semua nih”
“Iya.. Bud…” sambil menahan sakit “diam dulu, Bud.. jangan digerakin dulu..gue masih rada sakit..”
Ahh.. nikmatnya vagina perawan.. tititku berasa banget diremas-remas oleh vagina sempit Nova.
Tanpa kusadari, aku mulai menggerakkan pelan-pelan pantatku.
Keluar masuk secara perlahan.
Nova pun mulai bernafas secara teratur dan mulai menikmati kocokan lembut di vaginanya.
“Pelan-pelan yah Bud… masih sakit tapi dah mulai enak nih… vagina gue berasa penuh banget diisi titit lu”
Jenni yang dari tadi menonton menunjukkan ekspresi tidak percaya.
“Gila lu berdua.. beneran ngentot yah?”
Jenni pun mendekati TKP dan memperhatikan dengan seksama.
“Gila.. gila.. titit lu beneran masuk ke vaginanya Nova, Bud!”
“Iya Jen.. Enak banget vagina Nova.. gue bisa ketagihan ngentot nih.”
Tiba-tiba ada keinginan yang luar biasa untuk segera sampai.. kupercepat goyanganku.
Nova pun semakin mendesah menggila. “Ahhh…Ohhh…Ahhh…Ohhh…Bud.. gue mau sampe lagi nih”
“Barengan Nov.. gue juga mau sampe..”
Di kepalaku tidak teringat lagi pelajaran Biologi, kalau sperma ketemu sel telur akan menghasilkan zygot yang akan berkembang menjadi bayi.
“Ayo.. Bud… kita bbaaareeennggg….”
Croootttt…croottt.. croottt…Tiga kali aku menyemprotkan mani ke rahim Nova.
Ahh… ini perasaan yang luar biasa… kenikmatan berhubungan badan dengan seorang gadis muda yang cantik.
Beda banget sama masturbasi. Hubungan langsung lebih nikmat. Aku langsung terjatuh lemas di sebelah Nova.
Jenni yang melihat pertunjukkan langsung bagaimana berreproduksi mulai mendekati tititku lagi dan menghisapnya dengan lembut.
Nafasku yang tersengal-sengal perlahan-lahan menjadi teratur seraya menikmati hisapan-hisapan Jenni.
Dikocoknya perlahan tapi pasti membuat tititku menjadi tegang kembali.
“Bud, jangan dimasukin yah. Ini pengen gue gesek-gesek ke vagina.”
“Iya, Jen.”
Jenni pun mengambil posisi WOT dan mulai menggesek-gesek vaginanya di atas tititku.
“Enak banget, Jen”
Goyangan lembut Jenni membuat payudaranya bergoyang-goyang secara anggun. Pemandangan yang sangat indah. Jenni merupakan salah satu wanita impianku. Tinggi, berdada montok, atletis, senang bercanda, dan baik hati. Sekarang dia sedang menggesekkan kelaminnya dengan kelaminku. Ah.. kepengen masukin d.
Segera kubalikkan posisi sehingga aku sekarang di atas.
Kakinya kubuka lebar-lebar. Terlihat vagina yang sangat indah. Bahkan lebih indah daripada punya Nova.
Mulus, hampir tanpa bulu. Warnanya pink dan telah basah mengkilap.
Tititku langsung berkedut-kedut melihatnya.
Kuarahkan tititku ke vaginanya.
“Bud, jangan dimasukkin yah!”
“Kenapa Jen? Sudah tidak tahan nih”
“Jangan Bud… jangan sekarang.” suaranya lembut meluluhkan hati.
Entah kenapa aku berhenti memaksakan kepala tititku. Akhirnya aku hanya menggesek-gesekkan kepala tititku di muka vagina Jenni.
“Ah… iya Bud.. Begitu saja… gesek saja terus… Ahh… Ahhh”
Jenni mulai lebih relaks dan lebih melebarkan posisi kakinya.
Melihat itu, aku semakin cepat menggesekkan titit. Semakin cepat gesekan, semakin keras desahan Jenni.
“OOhhhh… AHhhhh..enak Bud… Teruss.. Terusss.. Lebih cepat lagi… Tee..teeeruussss…. AHHHHHH.”
Jenni mendapatkan orgasmenya dan cukup banyak cairan O-nya yang keluar. Kasur menjadi basah sekali.
Aku melihat Jenni mengalami orgasme yang sangat seksi sampai aku terdiam terkesima.
Jenni cantik sekali…Aku benar-benar terpesona.. Sepertinya aku jatuh cinta dengan Jenni.
Nova yang telah cukup beristirahat dan melihat Jenni telah lemas mengambil alih situasi.
Dipegangnya tititku dan dikocoknya perlahan.
Tititku yang masih belum puas dengan Jenni membuat otakku segera beralih ke Nova dan menyuruhku untuk melampiaskannya ke Nova.
Lagi pula tititku bisa coblos ke dalam Nova.
Dengan segera kubalikkan Nova dan kucoba Doggy style di sebelah Jenni yang masih terbaring lemas.
Ternyata Doggy style memberikan sensasi yang berbeda. Rasanya tidak bisa dituliskan dengan kata-kata.. Hanya nikmat..
Walaupun Nova yang sedang aku sodok, tatapanku tidak lepas dari Jenni. Jenni membuka matanya dan menatapku dengan penuh kemesraan.
Senyumnya yang manis membuat hatiku bingung.
Di sini aku sedang jatuh cinta dengan Jenni, tetapi tititku sedang menikmati pelayanan Nova, dan Jenni tersenyum kepadaku.
Ah bingung…..
Aku pun tersenyum balik ke Jenni sambil semakin keras menyodok Nova.
Sodokan kerasku yang terus bertubi-tubi dari belakang membuat Nova tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan orgasme lagi.
Aku memperlambat sodokanku agar Nova bisa menikmati orgasmenya.
Jenni bangun dan memberikan payudaranya ke mukaku.
“Hisap Bud! Biar lu tambah seru!”
Ah.. nikmatnya tetek Jenni.. Kenyal tetapi kencang.
Tentu saja akibat tetek Jenni yang nikmat, goyanganku ke Nova semakin bertambah cepat.
“Gila lu Bud, enak banget sih dientot dari belakang sama lu… gue.. mauuuuu… Ahhhhh…” Nova pun orgasme lagi.
Aku pun tidak tahan nikmatnya menghisap tetek Jenni sambil doggy ke Nova dan akhirnya.. croott…croott… dua kali aku semburkan spermaku.
“Bud enak banget disemprot elu… Rasanya nikmat.. kayak mandi air hangat.. tapi ini rasanya di dalam.’
Posisi kami belum berubah.. aku masih menancapkan titit ke dalam vagina Nova sambil terus menyemprotkan sisa-sisa sperma
dan mulutku terus mengulum, menghisap dan menggigit-gigit payudara Jenni.
“Enak yah Bud, isap tetek gue dan ngentot-in Nova”
“Iya Jen! Cuma impian bisa threesome kayak gini tapi gue bisa ngerasain kejadian benernya.”
“Udah dong Bud, cabut titit lu. Pegel nih nungging melulu” timpal Nova.
Kucabut tititku tetapi pandanganku terus menatap mata Jenni. Kelihatannya aku benar-benar jatuh cinta.
Malam itu kami tidur bertiga dalam keadaan bugil. Jenni di kananku, Nova di kiriku.
******
Tok tok tok.. Pintu kamar hotel diketuk.
Nova yang telah bangun lebih dulu membuka pintu dan Rika terlihat telah sampai dihantar oleh orangtuanya.
“Eh.. Rika” Nova panik “Bokap Nyokap lu mana?”
“Tenang Nova, mereka cuma menghantarku kok.. tadi langsung jalan lagi ke kota C.”
“Wah… lega.. gue pikir mereka mau masuk ke dalam.”
“Memangnya kenapa Nov? Eh… lu kok kaga pake BH?”
“Itu dia Rik.. takut ketahuan.. Gue kemaren berhasil nih”
“Berhasil apaan sih, lu?”
“Gue kasih perawan gue ke Budi!!”
“Haahh?? Yang bener lu? Jenni juga? Kita semua kan memang kepengen banget dientot Budi!!”
“Jenni belum.. masih perawan dia.. kayaknya takut.. tapi udah main juga sama si Budi, cuma belum dimasukin aja.”
“Gue jadi horny nih, Nov. Budi di mana? Mau gak yah dia?”
“Masih tidur tuh.. lu bangunin aja.. laki-laki kalo dikasih perawan mana ada yang nolak.”
“Hahahaha…bener juga lu!”
“Tuh lihat, Rika. Ada yang menonjol di selimut. Dia masih telanjang lho. Kita kemaren tidur begitu gayanya.”
“Jenni mana, Nov? Kok kaga ada?”
“Lagi di kamar mandi. Tuh lu urus si Budi aja. Pagi-pagi dah tegak gitu. Lu hisap aja dulu tititnya.”
Rika pun menghampiri ranjang dan segera menarik selimut sehingga tititku terbuka dengan leluasa.
Aku yang masih tidur tidak sadar apa yang sedang terjadi hanya mengetahui kalau tititku mengalami kenikmatan.
Perlahan-lahan kubuka mataku berpikir Nova atau Jenni sedang mengulum si junior.
“Hah? Rika? Ngapain lu?” tanyaku tanpa berusaha melepaskan diri. Lagi enak kok masa melarikan diri. Betul gak?
“mmlammggii hissmmmaaapp mttiimmtiitttmm mmlu” Jawab Rika dengan tidak melepaskan muatan di mulutnya.
“Hahahaha” Nova tertawa geli. “Lanjutin aja Rik, si Budi kaga nolak tuh.. cuma ngeliatin lu sambil merem melek gitu.”
Jenni yang mendengar tertawanya Nova, segera melongok keluar dan cukup kaget melihat Rika sedang mengulum tongkat kenikmatanku.
“Eh.. Rika… baru sampe langsung sarapan aja nih” tukas Jenni dengan nada yang menunjukkan kekagetan.
Jenni keluar dari kamar mandi sambil masih mengeringkan rambutnya.
Body Jenni memang luar biasa. Aku tidak bisa melepaskan pandangan dari tubuh langsing dengan payudara yang sempurna itu.
“Budi.. jangan ngeliatin gue aja dong.. Rika dah nafsu tuh… puasin gih… kayak lu puasin kita berdua kemarin. Iya gak Nov?”
“Iya Jen.. Ayo Bud.. Puasin Rika.. Perkosa dia.. hahahaha..”
“Kaga usah diperkosa.. orang gue mau secara sukarela kok” timpal Rika.
Mendengar jawaban Rika, aku segera beraksi.
Kucium bibirnya dan kami melewatkan beberapa menit melampiaskannya sambil bertukar air liur.
Rika badannya kecil sehingga dengan mudah kuangkat dari tepi ranjang dan meletakkannya di ranjang.
Kudekati Rika dan menciumnya lagi. Kali ini tanganku tidak tinggal diam. Payudara Rika aku pijat dan remas-remas halus.
Kaos ketatnya segera kubuka memperlihatkan tetek mungil yang kencang. Pentilnya telah keras menjulang ke atas.
Pentil yang bagus dan segera kulumat.
“Ohh.. enak banget Bud.. terus Bud….aahhh.. ahhh..” Rika meracau kenikmatan.
Hisapan dan kulumanku pun bertambah keras. Tititku sudah sangat kencang sekali.
Dengan sedikit agak kasar kulepaskan semua pakaian yang masih melekat di Rika.
Wow.. ternyata Rika mempunyai bulu jembut yang sangat lebat.
Lebat tapi terlihat sangat rapi dan terawat.
Kudekati vaginanya dan tercium wangi vagina yang merangsang.
Tapi Jenni punya lebih wangi.
Ah.. Jenni lagi.. ini ada gadis yang sukarela memberikan perawannya, kok masih mikirin perempuan lain.
Kulirik Jenni dan kulihat dia tersenyum penuh pengertian.
Kujilat vagina Rika sambil terus melihat Jenni. Jenni pun tersenyum terus dan memberikan anggukkannya seakan-akan mengerti
kalau aku sedang bertanya bolehkan aku menjilat ***** perempuan lain.

Ohh…oohhh… enak banget Bud.. baru dijilat aja gue dah kayak gini..”
“Suruh Budi ngentotin elu, Rik… Pelan-pelan yah Bud.. Kemaren gue cukup sakit lho” Nova menghangatkan suasana.
“Iya Bud.. masukin dong buruan.”
“Yakin lu, Rik?” Aku bertanya kepada Rika tetapi tatapanku kembali ke Jenni. Jenni pun mengangguk kembali.
Aku pun segera membuka lebar selangkangan Rika. Vagina Rika terlihat sangat imut, karena memang Rika orangnya cukup kecil.
Tinggi badannya hanya di bawah bahuku sedikit.
Perlahan-lahan aku dorong tititku ke dalam vagina Rika. Rika yang sudah sangat basah hanya bisa mendesah.
Kepala tititku sudah masuk sepenuhnya tetapi seperti ketemu tembok.
“Siap Rika? Ini dah di depan selaput dara nih. Tinggal gue sodok masuk”
Entah kenapa sekali lagi aku melirik ke Jenni dan Jenni pun tersenyum kembali. Senyum yang sangat manis.
“Iya Bud.. sodok aja.. perkosa gue.. bikin gue hamil.. gue mau anak dari lu.” Rika sudah lupa daratan.
Kupegang pinggul Rika dengan erat dan kudorong dengan penuh kekuatan. Blesss.. masuk sudah.
Rika menitikkan air mata menahan sakit.
“Lanjut Rik?”
“Iya Bud. Dah mulai terbiasa nih. Rasanya penuh banget vagina gue”
Proses menyetubuhi Rika pun segera berlangsung. Keluar.. masuk…keluar…masuk..pelan-pelan tetapi pasti vagina Rika semakin basah.
“Gila….Enak..banget….Tahu gini… dari kemaren… gue…ikutan…nginep….”Rika semakin larut dalam kenikmatan.
“Ohh…ooohh…enak… aahh.. terus.. Bud.. yang cepat.. Bud!”
Kuturuti kemauannya. Semakin cepat aku menggoyang Rika, payudaranya pun semakin liar tergoncang-goncang.
“Bareng yah Rika.. gue juga dah mau nyemprot..”
“Ayo Bud.. bikin gue hamil.. ******* yang banyak…AAARRRHHHH”
Kami berdua pun orgasme luar biasa. Vagina Rika memeras semua sperma yang ada di tititku.
Kucabut tititku dan terlihat tetesan darah perawan merembesi sprei.
Noda darah perawan Rika dan Nova terlihat bersebelahan. Wah aku harus membeli sprei ini dari hotel. Kenang-kenangan pikirku.
Jenni menghampiriku dan menciumku di bibir dengan ciuman yang sangat lembut.
Tiba-tiba ada perasaan bersalah di hatiku. Sepertinya Jenni tahu karena dia bilang,
“Tidak apa-apa Bud. Kita semua memang ingin menikmati titit lu.”
dan kemudian dia menciumku lagi. Ciuman yang penuh mesra.
Nova mengganggu ciuman kami dengan mengambil tititku dan menghisapnya. Jenni mengganguk kembali dan merebahkan tubuhku.
Nova terus menikmati permainannya di bawah. Jenni menduduki kepalaku dan memberikan vaginanya untuk kuhisap. Ah.. nikmatnya ***** Jenni.
Kujilat dan kujilat terus sambil kami terus bertatapan mata. Aku benar-benar jatuh cinta.
Waktu daftar kuliah. Pagi itu aku digilir tiga perempuan cantik. Jenni tetap hanya meminta digesek-gesek saja. Nova dan Rika berhasil membuatku menyemprotkan
sperma di dalam mereka sebanyak dua kali. Kami baru selesai ketika kami sudah kelelahan dan kelaparan. Sudah waktunya makan siang.