CERITA DEWASA - Di Cengkareng seseorang sudah
menunggu kedatanganku dan kami langsung meluncur menuju Hotel Regent yang
letaknya aku sendiri tak tahu dimana, yang jelas di Jakarta. Ini adalah pertama
kali aku mendapat bookingan untuk terbang melayani tamu di Jakarta, bagiku
tamunya sih tidaklah luar biasa meskipun tergolong VIP, sudah biasa kulakukan,
tapi yang agak beda adalah aku yang terbang menemui dia.
“Tolong layani dia dengan baik, dia
seorang pejabat tinggi di negeri ini” begitu pesan penjemputku yang merupakan
orang suruhan GM yang mengatur perjalanan dan booking-anku.
Sesampai di hotel kami langsung
menuju ke kamar yang sudah dipersiapkan, ditinggalnya aku sendirian menunggu
tamuku yang katanya pejabat tinggi itu, dia menunggu beliau di lobby. Jarum jam
menunjuk ke angka 11:30, mungkin nanti baru jam 12.00 tamuku akan datang,
berarti ada waktu setengah jam untuk menyegarkan diri di bathtub.
Sebelum aku beranjak menuju kamar
mandi, terdengar telepon berdering, segera kuangkat.
“Halo, Selamat Siang, ini Lily?” Tanya suara dengan nada berat.
“Siang, betul saya sendiri, ini siapa?” tanyaku balik, padahal hanya GM dan tamuku saja yang tahu keberadaanku.
“Bapak sebentar lagi nyampe, mungkin 15 menit lagi, kamu santai aja dulu menunggu beliau”
“Siap Boss ” jawabku santai, kubatalkan acara ke kamar mandi.
“Halo, Selamat Siang, ini Lily?” Tanya suara dengan nada berat.
“Siang, betul saya sendiri, ini siapa?” tanyaku balik, padahal hanya GM dan tamuku saja yang tahu keberadaanku.
“Bapak sebentar lagi nyampe, mungkin 15 menit lagi, kamu santai aja dulu menunggu beliau”
“Siap Boss ” jawabku santai, kubatalkan acara ke kamar mandi.
Sambil menunggu kedatangan beliau,
kurapikan make up yang agak berantakan selama perjalanan di pesawat.
Ternyata tak sampai 15 menit bel kamar berbunyi, segera kusambut kedatangan beliau yang katanya pejabat tinggi itu. Didampingi seorang ajudan dan orang yang menjemputku tadi, masuklah bapak pejabat itu, segera kukenali bahwa dia adalah seorang Menteri yang masih aktif pada sebuah departemen yang cukup disegani, namanya sebut saja Pak Usman.
“Bapak tidak punya waktu, temani dia dengan baik, oke” pesan yang sama kuterima lagi,
“Beres Boss” jawabku singkat, karena dia bukanlah pejabat tinggi yang pertama kali kulayani, jadi tak ada rasa canggung atau minder berhadapan dengan beliau.
“Pak kita di lobby, kalau ada apa apa just call me” katanya pada Pak Usman lalu mereka meninggalkanku berdua.
Aku maklum, sebagai seorang Menteri tentu acaranya sangat padat tapi masih sempat juga dia meluangkan waktu untuk kesenangan dunia yang satu ini.
Ternyata tak sampai 15 menit bel kamar berbunyi, segera kusambut kedatangan beliau yang katanya pejabat tinggi itu. Didampingi seorang ajudan dan orang yang menjemputku tadi, masuklah bapak pejabat itu, segera kukenali bahwa dia adalah seorang Menteri yang masih aktif pada sebuah departemen yang cukup disegani, namanya sebut saja Pak Usman.
“Bapak tidak punya waktu, temani dia dengan baik, oke” pesan yang sama kuterima lagi,
“Beres Boss” jawabku singkat, karena dia bukanlah pejabat tinggi yang pertama kali kulayani, jadi tak ada rasa canggung atau minder berhadapan dengan beliau.
“Pak kita di lobby, kalau ada apa apa just call me” katanya pada Pak Usman lalu mereka meninggalkanku berdua.
Aku maklum, sebagai seorang Menteri tentu acaranya sangat padat tapi masih sempat juga dia meluangkan waktu untuk kesenangan dunia yang satu ini.
Kami mengobrol ringan, biasa sekedar
menghilangkan kekakuan pada orang yang pertama kali bertemu. Seperempat jam
berlalu, Pak Usman sudah menggeser duduknya di sebelahku, kusandarkan kepalaku
di pundaknya, beliau membalas dengan rangkulan dan elusan di rambut.
“Kulepas dulu ya Pak, biar nggak terlalu ribet dan lebih santai” kataku sembari melepas blazer hitam yang menutupi tubuhku.
Sesuai pesan dari GM yang mem-booking, aku diminta mengenakan pakaian resmi seperti orang kantoran, biar nggak terlalu mencolok, katanya. Kuturuti permintaannya, kukenakan setelan Blus merah tanpa lengan dipadu dengan rok hitam yang sedikit di atas lutut, Blazer hitam menutupi bagian atasku ditambah stocking sewarna kulit menghiasi kakiku.
“Kulepas dulu ya Pak, biar nggak terlalu ribet dan lebih santai” kataku sembari melepas blazer hitam yang menutupi tubuhku.
Sesuai pesan dari GM yang mem-booking, aku diminta mengenakan pakaian resmi seperti orang kantoran, biar nggak terlalu mencolok, katanya. Kuturuti permintaannya, kukenakan setelan Blus merah tanpa lengan dipadu dengan rok hitam yang sedikit di atas lutut, Blazer hitam menutupi bagian atasku ditambah stocking sewarna kulit menghiasi kakiku.
Pak Usman menarikku dalam pangkuannya,
diciuminya pipi dan leher jenjangku, tangannya sudah menggerayang di daerah
dada, meraba dengan remasan ringan. Kami berciuman, tangan beliau sudah
menyelinap di balik blus merahku, remasannya semakin keras. Aku merosot dari
pangkuannya, berlutut diantara kakinya, sengaja kugoda dengan membuka resliting
celananya dan kukeluarkan kejantanan yang sudah tegang mengeras. Tidak ada yang
special, sama dengan umumnya tapi not so bad untuk seusia beliau, kuremas dan
kupermainkan jari jemariku pada penisnya, beliau mulai mendesis, matanya
melototi tanganku yang putih terampil bermain di penis coklatnya.
“Masukin” perintah beliau pelan tapi
tegas seperti memerintah anak buahnya, agak ragu aku melakukannya, apalagi
dengan penis yang coklat kehitaman, terkesan kurang bersih.
Melihat keraguanku, Pak Usman memegang kepalaku, ditekannya ke arah penis hingga wajahku menempel di selangkangannya.
Sambil mengumpat dalam hati aku hanya tersenyum manja mendapat perlakuannya, bukan sekali ini kualami perlakuan kasar dan sok kuasa dari tamuku, mentang mentang aku dibayar, semua kupendam dalam dalam, anggap saja sebagai resiko pekerjaan.
“Lepas dulu bajunya Pak, ntar kusut” kucoba mengalihkan perhatian dengan mencopot baju safarinya.
Sesaat aku terbebas dari tekanannya, kulepas baju dan celananya sekaligus, akupun ikutan melepas blus dan rok-ku, menyisakan bikini merah tua dan stocking.
Melihat keraguanku, Pak Usman memegang kepalaku, ditekannya ke arah penis hingga wajahku menempel di selangkangannya.
Sambil mengumpat dalam hati aku hanya tersenyum manja mendapat perlakuannya, bukan sekali ini kualami perlakuan kasar dan sok kuasa dari tamuku, mentang mentang aku dibayar, semua kupendam dalam dalam, anggap saja sebagai resiko pekerjaan.
“Lepas dulu bajunya Pak, ntar kusut” kucoba mengalihkan perhatian dengan mencopot baju safarinya.
Sesaat aku terbebas dari tekanannya, kulepas baju dan celananya sekaligus, akupun ikutan melepas blus dan rok-ku, menyisakan bikini merah tua dan stocking.
Kucoba menarik perhatiannya dengan
menonjolkan ke-sexy-an tubuhku, dengan gerakan erotis satu persatu kulepas sisa
sisa penutup tubuhku, tali bra merosot ke lengan, perlahan kuturunkan dan
kulepas hingga terpampanglah kedua bukit indahku, celoteh kekaguman keluar dari
mulut beliau. Aku sengaja ingin membuatnya terpesona akan kemolekanku, supaya
terhindar dari paksaan permainannya, bagiku lebih baik dia yang aktif menikmati
tubuhku dari pada aku harus terjebak alur permainan yang tidak aku sukai,
apalagi dengan beliau yang usianya lebih tua dari Papaku. Bra yang sudah
terlepas kulempar ke muka beliau, dia tersenyum saja, saat kusodorkan kedua buah
dadaku di hadapannya, tangannya langsung meraih dan meremas remas gemas sambil
mempermainkan putingku. Langsung kuraih kepalanya yang agak botak dan
kubenamkan di dada, beliau menuruti kemauanku, lidahnya menjilati putingku
secara bergantian lalu mengulum dengan penuh nafsu.
Tangannya yang mulai menjelajah di
selangkanganku kutepis halus, belum waktunya, bisikku. Aku kembali menjauh
melanjutkan gerakan menggoda, pelan pelan kulorotkan celana dalam mini yang
masih menempel, tapi sebelum benar benar terlepas Pak Usman menerkamku, hamper
terjatuh aku dibuatnya, untung dengan sigap beliau menangkap tubuhku, dan
kamipun terjatuh di ranjang sambil tertawa lepas. Kami berangkulan bergulingan
di ranjang, beliau melumat bibirku dengan ganas. Aku menggelinjang geli ketika
ciumannya menyusuri leher dan dadaku, kuluman kasar penuh nafsu bermain main di
puncak bukitku, terasa agak nyeri dengan kekasarannya.
Kubiarkan dia menjamah seluruh
tubuhku dengan bibir, lidah dan tangannya, bahkan ketika dua hingga jari
tangannya mengocok vaginaku, akupun hanya mendesah pasrah menerimanya. Beberapa
kali turun naik dari kepala hingga kaki dia menjelajah seluruh tubuhku,
termasuk punggung dan pantat, sepertinya tak ada sejengkalpun tubuhku yang
terlepas dari jamahannya, tak kusadari kalau stockingku sudah tidak berada
ditempatnya. Puas menikmati tubuhku, kutuntun penisnya ke selangkangan, tanpa
usapan pemanasan beliau langsung melesakkan kejantanannya ke liang senggamaku.
Aku tersentak kaget dengan kekasarannya, tapi tak berlangsung lama saat Pak
Usman mulai kocokannya dengan tempo tinggi. Kejengkelanku perlahan lahan
berubah menjadi kenikmatan beberapa menit kemudian, ternyata alunan
permainannya berhasil membuaiku mengarungi lautan nikmat bersama sama,
desahankupun mulai terdengar penuh gairah.
Kuangkat kedua kakiku yang masih
bersepatu ke pundaknya, beliau tersenyum sambil mempercepat sodokannya, aku
menggeliat nikmat seraya meremas remas buah dadaku sendiri. Belum sempat aku
menggapai puncak kenikmatanku, ketika Pak Usman tanpa tanda tanda langsung
menyemprotkan spermanya ke vaginaku, kurasakan cairan hangat membasahi dan
memenuhi liang senggamaku, ada sedikit kecewa tapi bukanlah hakku untuk
menuntut lebih. Kuraih penisnya saat ditarik dari vaginaku, dengan mengabaikan
rasa jijik kukocok dengan tanganku, beliau menjerit geli, lalu kuusapkan ke
buah dadaku.
“Kamu memang nakal dan pandai menggoda orang” komentarnya, aku hanya senyum senyum saja seraya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri.
“Kamu memang nakal dan pandai menggoda orang” komentarnya, aku hanya senyum senyum saja seraya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri.
Ketika aku keluar, Pak Usman sudah
berpakaian rapi bersiap untuk pergi.
“Lho kok buru buru sih Pak, kan masih belum jam satu” aku merajuk bergelayut di lengannya menggandeng duduk kembali di sofa.
Masih telanjang kutemani beliau menghabiskan waktu hingga jam satu, masih 20 menit lagi, meski aku tidak terlalu menikmati bercinta dengannya, tapi sudah tugas pekerjaanku untuk membuatnya merasa perkasa dan dibutuhkan. Dua batang rokok sudah beliau habiskan sambil ngobrol, mendekati pukul satu tanganku menggerayangi selangkangannya, sudah kembali tegang, apalagi melihat aku yang selalu telanjang disampingnya.
“Sekali lagi ya Pak” rayuku seolah aku ketagihan dan minta lagi.
“Jangan waktu kembali ke kantor” tolaknya tanpa berusaha menghentikan tanganku yang membuka resliting dan mengeluarkan penisnya. Matanya terpejam ketika tanganku mengocoknya.
“Sebentar aja ya Pak” kataku, tanpa menunggu jawabannya aku lansung ambil posisi di pangkuannya, kami saling berhadapan.
Kubasahi penisnya dengan ludahku, begitu tubuhku turun, kembali penisnya amblas dalam vaginaku. Aku diam sesaat mengamati expresi kenikmatan yang terpancar diwajah beliau, kupeluk kepalanya dan kutempelkan di antara buah dadaku.
“Lho kok buru buru sih Pak, kan masih belum jam satu” aku merajuk bergelayut di lengannya menggandeng duduk kembali di sofa.
Masih telanjang kutemani beliau menghabiskan waktu hingga jam satu, masih 20 menit lagi, meski aku tidak terlalu menikmati bercinta dengannya, tapi sudah tugas pekerjaanku untuk membuatnya merasa perkasa dan dibutuhkan. Dua batang rokok sudah beliau habiskan sambil ngobrol, mendekati pukul satu tanganku menggerayangi selangkangannya, sudah kembali tegang, apalagi melihat aku yang selalu telanjang disampingnya.
“Sekali lagi ya Pak” rayuku seolah aku ketagihan dan minta lagi.
“Jangan waktu kembali ke kantor” tolaknya tanpa berusaha menghentikan tanganku yang membuka resliting dan mengeluarkan penisnya. Matanya terpejam ketika tanganku mengocoknya.
“Sebentar aja ya Pak” kataku, tanpa menunggu jawabannya aku lansung ambil posisi di pangkuannya, kami saling berhadapan.
Kubasahi penisnya dengan ludahku, begitu tubuhku turun, kembali penisnya amblas dalam vaginaku. Aku diam sesaat mengamati expresi kenikmatan yang terpancar diwajah beliau, kupeluk kepalanya dan kutempelkan di antara buah dadaku.
Pantatku bergerak maju mundur
mengocok penisnya, beliau mendesah, semakin cepat goyanganku, semakin deras
desahannya. Beliau membalas dengan sedotan kuat pada putingku bergantian.
Goyanganku makin cepat bervariasi, maju mundur lalu berputar kemudian berbalik
arah, dan tak lebih dari lima menit beliau sudah mengerang orgasme, tubuhnya
kaku mencengkeram pantatku, kurasakan denyutan yang tak sekeras sebelumnya,
hanya enam denyutan lalu menghilang. Aku masih belum beranjak dari pangkuannya
hingga napasnya normal kembali, dengan hati hati aku turun supaya tidak ada
sperma yang tercecer ke pakaiannya, tapi tetap saja beberapa tetes keluar
mengenai celananya, beliah hanya tersenyum menepuk pantatku.
“Kamu memang nakal” katanya sambil mencubit kedua pipiku.
“Udah dulu ya, ntar Bapak terlambat ke kantor ” kataku menggoda saat membersihkan penis dan kukecup lalu memasukkan kembali ke celananya.
Kuperiksa kerapihan pakaiannya sebelum meninggalkan kamar.
“See you nanti sore selepas jam kantor” katanya sehabis mengecup bibirku dan keluar kamar.
“Dasar si tua tak tahu diri” gerutuku sepeninggal beliau.
“Kamu memang nakal” katanya sambil mencubit kedua pipiku.
“Udah dulu ya, ntar Bapak terlambat ke kantor ” kataku menggoda saat membersihkan penis dan kukecup lalu memasukkan kembali ke celananya.
Kuperiksa kerapihan pakaiannya sebelum meninggalkan kamar.
“See you nanti sore selepas jam kantor” katanya sehabis mengecup bibirku dan keluar kamar.
“Dasar si tua tak tahu diri” gerutuku sepeninggal beliau.
Kuhabiskan setengah harian di kamar
tanpa keluar, menunggu kedatangan Pak Usman nanti sore, makan siang kupesan
dari Room Service. Setelah mandi membersihkan diri, kurebahkan tubuhku di
ranjang hingga tertidur. Tapi tidurku tak bisa nyenyak, lebih dari 4 kali Pak
Usman maupun suruhannya meneleponku, baik melalui HP maupun ke hotel, sekedar
menanyakan apakah sudah makan atau apakah ingin jalan atau pertanyaan lainnya
yang menunjukkan perhatiannya. Namun semua itu bagiku adalah cerminan ketidak
percayaan padaku, mungkin mereka mengira kalau aku akan pergi menerima tamu
lainnya selama Pak Usman tak ada. Tentu saja aku tak pernah melakukan itu, aku
harus bersikap professional dan loyal pada tamu yang sudah mem-booking.
Setengah jam sebelum pukul lima
sore, aku bersiap menyambutnya, kukenakan lingerie hitam yang sexy tanpa bra
dan bikini lagi, sungguh kontras dengan kulit putihku. Aku ingin memberinya
kejutan saat beliau masuk ke kamar ini. Tepat pukul 5 sore Pak Usman sudah
berada kembali di kamar ini, rupanya dia tidak mau membuang waktu dengan percuma,
begitu jam kerja berakhir lansung meluncur ke hotel yang letaknya hanya 10-15
menit perjalanan. Sorot kekaguman dan sejuta pujian langsung terucap melihat
penampilanku yang begitu erotis dan menantang, kulihat beliau menelan ludah
seperti kucing yang melihat ikan siap santap di atas meja.
Pak Usman langsung memelukku, dengan
sepatu hak tinggi yang kukenakan, relative aku lebih tinggi, bibir beliau yang
berada tepat di leherku segera beraksi, menciumi leher dan bahu hingga lengan.
Sambil bersandar di dinding, kubiarkan Pak Usman menyusuri seluruh lekuk
tubuhku dengan bibir dan lidahnya, tangannya bergerilya menjarah di daerah
selangkangan dan jarinya langsung menyelinap di liang kenikmatanku yang tidak
mengenakan celana dalam. Kubuka kakiku lebih lebar, aku ingin menikmati
bagaimana kepala Pak Menteri yang terhormat berada di selangkanganku, moment
itulah yang paling aku sukai kalau melayani pejabat tinggi.
Pak Usman dengan rakus melahap kedua
buah dadaku, disedot dengan kuatnya, aku menggelinjang geli. Begitu bernafsunya
beliau mengulum hingga tubuhku terdorong ke belakang, terduduk di meja sebelah
TV. Ciuman Pak Usman sudah berpindah ke paha, lingerie yang kukenakan tak
diijinkan dilepas meski sudah acak acakan menempel di tubuhku. Moment yang
kutunggu dari tadi kian dekat, semakin menjadi kenyataan saat beliau mulai
menjilati klitoris dan bibir vaginaku. Kubentangkan kakiku semakin lebar,
semakin masuk pula kepala beliau di selangkanganku. Lingerie yang dari tadi
tersingkap di perut kututupkan di atas kepala beliau, hingga hanya tampak
badannya saja sementara kepalanya berada di selangkanganku tertutup lingerie.
Entah sudah puas atau pengap berada di selangkanganku, beliau menarik kepalanya
keluar, baru kusadari kalau aku belum melakukan sesuatu pada beliau, masih rapi
tertutup baju safarinya.
Aku tersenyum memandang wajahnya
yang kemerahan dilanda nafsu, hidungnya kembang kempis seakan ingin menelanku
bulat bulat. Sembari membuka resliting celana aku mengecup dahi botaknya,
kukeluarkan penisnya yang telah keras menegang dan kutuntun ke arah gerbang
surga dunia. Berbeda dengan tadi siang, kali ini beliau begitu romantis dan
penuh perasaan melesakkan penisnya menyusuri liang sempit dan basahku sambil
kami tetap berciuman bibir. Penisnya keluar masuk vaginaku pelan pelan, seakan
ingin menikmati setiap detik dan setiap kenikmatan yang timbul, tangan
beliaupun pelan meraba dan mengelus buah dadaku, tak ada kekerasan dalam irama
permainannya. Lima menit berlalu dalam tempo romantis, satu persatu kulepas
pakaiannya tanpa menghentikan permainan kami, lingerie masih menempel di
tubuhku meskipun praktis tak karuan lagi letaknya.
Kami berganti posisi setelah beliau
akhirnya melepas lingerieku, menyisakan stocking hitam dan sepatu, dari
belakang sama sama berdiri menghadap cermin, aku dikocok masih dengan tempo
lamban. Dari pantulan cermin bisa kulihat expresi kepuasannya saat bercinta,
beliau selalu menyibakkan rambutku apabila menghalangi wajahku dari cermin.
Kami seakan melihat adegan sex di layar cermin dengan peranan diri sendiri,
mungkin ini menambah erotis beliau bisa melihat bagaimana menyetubuhi gadis
muda secantik aku. Sebaliknya dengan aku yang selalu menutup mata rapat rapat
saat beliau menengadahkan wajahku ke arah cermin, malu aku melihat diriku
sendiri sedang disetubuhi laki laki seusia Papaku, bahkan mungkin lebih tua.
Tiba tiba Pak Usman menghentakku
keras disusul denyutan kuat dari kejantanannya menghantam dinding dinding
vaginaku, aku kaget, menggeliat dan menjerit, tak menyangka beliau mengakhiri
dengan sentakan kuat seperti itu, membanjiri vaginaku dengan sperma hangatnya,
tangannya mencengkeram buah dadaku dengan kuatnya, terasa sedikit sakit.
Beberapa detik setelah itu kami terdiam dalam posisi tetap kecuali tangannya
yang beralih membelai punggung dan rambutku, beliau masih menikmati pemandangan
kami di cermin.
“Kamu memang hot dan pintar” katanya
sambil mencabut kejantanannya.
Aku berbalik, kuraih kejantanannya yang mulai lemas lalu kuusap usapkan ke tubuhku, aku tahu dari pengalaman bahwa banyak laki laki menyukai hal ini.
“Bapak juga hebat, bisa lama seperti itu” jawabku menghibur dan memang untuk ukuran seusia beliau bercinta 10 menit sudah merupakan hal yang hebat, biasanya malah kurang dari 5 menit, cuma besar di nafsu saja.
Aku berbalik, kuraih kejantanannya yang mulai lemas lalu kuusap usapkan ke tubuhku, aku tahu dari pengalaman bahwa banyak laki laki menyukai hal ini.
“Bapak juga hebat, bisa lama seperti itu” jawabku menghibur dan memang untuk ukuran seusia beliau bercinta 10 menit sudah merupakan hal yang hebat, biasanya malah kurang dari 5 menit, cuma besar di nafsu saja.
Kami menghabiskan sore hingga malam
dengan penuh gairah, Kulayani Pak Usman 2 babak lagi, meski masing masing tidak
pernah lebih dari 10 menit, sebelum akhirnya beliau meninggalkanku kembali ke
istrinya lewat tengah malam.
“Besok pagi aku akan datang sebelum kamu kembali ke Surabaya” pesannya sebelum meninggalkanku, aku hanya tersenyum mendengar kerakusannya.
Aku tak tahu bagaimana beliau menghindari sorotan orang atas keberadaannya di hotel, tapi aku yakin beliau sudah biasa melakukan dan sudah punya cara sendiri untuk menghindar. Sampai aku check out siang hari, ternyata beliau tidak pernah datang menemuiku, entah apa yang terjadi, mungkin ada acara mendadak. Tak ada sesal sama sekali atas ketidak hadirannya, justru aku bersukur tak harus melayani nafsu si tua itu lagi.
“Besok pagi aku akan datang sebelum kamu kembali ke Surabaya” pesannya sebelum meninggalkanku, aku hanya tersenyum mendengar kerakusannya.
Aku tak tahu bagaimana beliau menghindari sorotan orang atas keberadaannya di hotel, tapi aku yakin beliau sudah biasa melakukan dan sudah punya cara sendiri untuk menghindar. Sampai aku check out siang hari, ternyata beliau tidak pernah datang menemuiku, entah apa yang terjadi, mungkin ada acara mendadak. Tak ada sesal sama sekali atas ketidak hadirannya, justru aku bersukur tak harus melayani nafsu si tua itu lagi.
Selama melayani beliau beberapa
babak, dari siang hingga tengah malam, aku tak pernah mendapat orgasme
sekalipun, tapi aku tak kecewa apalagi menyesalinya, toh semua itu bagian dari
pekerjaanku. Orang suruhan GM-pun tak pernah nongol atau menelpon, akupun
berangkat sendiri ke Cengkareng tanpa ada orang lagi yang memperhatikan seperti
kemarin, apalagi tiket pulang pergi masih ditangan, jadi bukanlah masalah besar
bagiku. Yang penting semua pembayaran jasaku telah ditransfer sebelum
keberangkatanku ke Jakarta. Itulah manusia, setelah selesai yang dikehendaki
langsung melupakan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar