CERITA DEWASA - Dia memang seorang wanita yang cukup
menarik, umurnya lebih tua dua tahun dariku, dan dia adalah istri teman
kantorku. Lani, namanya, memiliki tinggi badan yang lebih kecil dariku, sekitar
160 cm dan memiliki kulit yang bisa dibilang lebih putih daripada orang-orang
Indonesia kebanyakan, tapi dia bukanlah keturunan chinese.
Di kantorku aku merupakan
satu-satunya keturunan chinese, tinggi badan sekitar 172 dan tidak gemuk, yah,
wajar lah. Di kantor ini aku menduduki jabatan sebagai wakil kepala akunting.
Aku sebenarnya tergolong baru bekerja di perusahaan ini, baru sekitar satu
tahun dan aku sudah cukup akrab dengan salah satu pegawai yang bernama Roni.
Aku pernah diajak berkunjung ke rumahnya di daerah Jakarta Utara. Disinilah
awalnya perkenalan aku dengan Lani.
Pada pandangan pertama, aku memang
sudah menyadari kecantikan Lani namun pikiran itu aku buang jauh-jauh karena
menyadari bahwa dia adalah istri teman aku. Pembicaraan di rumah Roni
berlangsung cukup lama dan cukup akrab sekali. Roni tinggal bertiga dengan
pembantunya dan istrinya. Aku sendiri sempat makan malam di rumah mereka. Harus
aku akui, sambutan mereka di rumahnya benar-benar membuat aku merasa betah dan
ingin berlama-lama terus disitu tapi akupun akhirnya harus pulang juga ke
rumah.
Setelah pertemuan itupun sikap aku
terhadap Roni dan sebaliknya pun biasa-biasa saja, tidak ada istimewanya.
Sampai suatu minggu sore jam 3-an handphoneku berbunyi, ternyata dari rumah
Roni. Aku pikir Roni yang menghubungi karena perlu sesuatu, ternyata yang
kedengaran adalah suara wanita.
“Halo, ini Hari ya?”, kata suara
disana.
“Ya, ini siapa ya?”, jawabku.
“Aku Lani, istri Roni. Masih inget ga?”
“Oh, iya, masih inget. Aku kira siapa..? ada apa nih Lan?”
“Gini Har, aku ingin ketemu dengan kamu. Boleh aku ke rumah kamu? Kamu lagi sendirian di rumah?”
“Boleh aja, dulu aku pernah ke rumah kamu, sekarang boleh aja kalian main ke rumah aku. Kalian datang berdua?”
“Nggak, aku datang sendiri saja. Roni sedang pergi dengan temannya.”
“Ya, ini siapa ya?”, jawabku.
“Aku Lani, istri Roni. Masih inget ga?”
“Oh, iya, masih inget. Aku kira siapa..? ada apa nih Lan?”
“Gini Har, aku ingin ketemu dengan kamu. Boleh aku ke rumah kamu? Kamu lagi sendirian di rumah?”
“Boleh aja, dulu aku pernah ke rumah kamu, sekarang boleh aja kalian main ke rumah aku. Kalian datang berdua?”
“Nggak, aku datang sendiri saja. Roni sedang pergi dengan temannya.”
Sempet bengong juga aku mendengar
pernyataan itu. Ada apa gerangan? Mau apa Lani ke rumah aku sendirian sore-sore
begini? Banyak pikiran campur aduk di otakku.
“Halo.. halo.. haloo.. Hari, kamu
masih disitu?”
“Eh.. oh.. iya Lan.. Oke, kamu boleh ke rumahku kok sekarang. Aku cuman bingung aja mau siapin makanan apa buat kamu.”
“Ngga perlu repot-repot lagi Har, biasa aja. Aku berangkat yah sekarang.”
“Eh.. oh.. iya Lan.. Oke, kamu boleh ke rumahku kok sekarang. Aku cuman bingung aja mau siapin makanan apa buat kamu.”
“Ngga perlu repot-repot lagi Har, biasa aja. Aku berangkat yah sekarang.”
Jarak antara rumahku dengan rumah
Roni memang cukup jauh, rumahku terletak di daerah Jakarta Barat sedangkan Roni
di Jakarta Utara. Perlu waktu sekitar 45 menit untuk ingin ke rumahku jika dari
Jakarta Utara. Rumahku tidak terlalu besar memiliki halaman depan yang cukup
untuk satu mobil. Aku memelihara sepasang anjing jenis ukuran yang tidak bisa
besar. Rumahku memiliki 4 ruangan kamar, satu kamar terletak di loteng rumah.
Sebenarnya ini adalah rumah orang tuaku, namun mereka saat ini sedang pergi
keluar negeri sehingga tinggallah aku sendiri di rumah dengan seorang pembantu
yang tidak menginap, pembantuku ini hanya datang pada pagi dan sore hari
setelah aku pulang kerja dan pada hari sabtu atau minggu, dia datang pagi hari
untuk membersihkan rumah. Sedangkan anjing-anjingku aku sengaja sediakan makan
dan minumnya berlebih di tempatnya supaya mereka tidak kehausan dan kelaparan
jika aku pergi kerja.
Setelah membersihkan rumah seadanya,
aku menunggu kedatangan Lani sambil menonton televisi. Sambil menunggu,
pikiranku tidak bisa konsen ke TV. Banyak pikiran yang berkecamuk dalam otakku
mengenai kedatangan Lani yang sendirian ke rumahku. Sekitar setengah jam
menunggu akhirnya terdengar suara mobil di depan rumah. Aku segera keluar untuk
melihat; ternyata memang Lani yang datang sendirian. Langsung saja aku
persilahkan dia masuk, begitu melihat ada tamu, langsung saja anjingku pada
ribut.
“Ehh.. kamu pelihara anjing ya, lucu
bangeet”, kata Lani sambil mendekati anjingku lalu mengelusnya.
“Iya. Kamu suka anjing juga”
“Suka banget”
“Iya. Kamu suka anjing juga”
“Suka banget”
Kemudian aku persilahkan Lani mauk
dan duduk di ruang tamu sementara aku menyiapkan minuman untuk dia.
“Kamu kok tidak datang bersama Roni?
Biasanya kemana-mana berdua melulu?”
“Memangnya harus sama dia terus kalau kemana-mana?”
“Iya dong, apalagi kamu sekarang datang ke rumahku, kalau ketauan sama dia kan, ntar gimana jadinya nanti?”
“Ah.. sudahlah, hal kayak begituan biar aku yang urus dengan Roni”, Kata Lani lebih lanjut.
“Gini Har, aku ingin ngobrol-ngobrol sama kamu nih tentang masalah bisnis.”
“Memangnya harus sama dia terus kalau kemana-mana?”
“Iya dong, apalagi kamu sekarang datang ke rumahku, kalau ketauan sama dia kan, ntar gimana jadinya nanti?”
“Ah.. sudahlah, hal kayak begituan biar aku yang urus dengan Roni”, Kata Lani lebih lanjut.
“Gini Har, aku ingin ngobrol-ngobrol sama kamu nih tentang masalah bisnis.”
Kamipun berbicara masalah bisnis,
ternyata dia kerumahku untuk berbicara mengenai bisnis baru yang akan
dirintisnya dan meminta bagaimana pendapat aku dari segi akunting dan
manajemennya. Pembicaraan tersebut berlangsung kurang lebih selama satu jam.
Sambil berbicara konsentraasiku agak terganggu karena duduk bersebelahan dengan
Lani dan hampir berdekatan. Kadang-kadang kalau sedang bicara bertatapan ingin
sekali rasanya mencium bibirnya soalnya hanya berjarak sekitar 45 cm.
Saat itu Lani berpakaian cukup
sederhana, hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Namun aku suka sekali
apabila melihat perempuan yang berpenampilan seperti itu. Sedangkan aku sendiri
tadinya hanya memakai celana hawaii dan kaos tapi setelah kedatangan Lani, aku
langsung mengganti dengan celana panjang.
Akhirnya pembicaraan mengenai bisnis
pun selesai, kamipun bersandar lega di sofa yang kami dudukin. Sekarang otakku
benar-benar sudah gak karuan deh, pengin rasanya untuk mencium Lani tapi
bagaimana caranya? Otakku memutar dengan keras dan akhirnya aku mengambil
keputusan untuk mencoba menyenggol tubuhnya. Tanganku dengan sengaja aku
bentangkan kedepan badan dia seakan-akan aku sedang meregangkan otot dan
menyentuh tangannya.
“Kamu cape ya Har setelah ngomongin
bisnis?”, kata Lani.
“Iya nih, kalo dipijit enak nih kayaknya”, pancingku.
“Sini biar aku pijitin”, kata Lani sambil memegang punggungku.
“Ntar dulu ah, mao nyalain musik dulu”
“Iya nih, kalo dipijit enak nih kayaknya”, pancingku.
“Sini biar aku pijitin”, kata Lani sambil memegang punggungku.
“Ntar dulu ah, mao nyalain musik dulu”
Akupun mulai menyalakan musik,
maksduku supaya suasananya nyaman. Kemudian aku mulai duduk membelakangi Lani
dan ia mulai memijit punggungku.
“Gimana har? Enak gak pijitanku?”,
kata Lani disamping telingaku.
“Enaak..”
“Enaak..”
Akupun memalingkan wajah menghadap
Lani maksudnya ingin bicara sesuatu tapi karena wajah kita berdekatan seperti
itu, aku lupa tidak tau mau omongin apa. Situasi saat itu sempat hening
sebentar, lalu entah siapa yang mulai, kamipun berciuman dengan penuh hasrat.
Langsung aku membalikkan badan dan memeluk tubuh Lani dan membaringkan dia di
sofa. Lani hanya diam saja diperlakukan seperti itu. Sepertinya dia menikmati
banget ciuman ini. Aku tidak mendengar suara apapun dari Lani, hanya..
“Mmh.. urm.. ss..”
Itulah yang terdengar pada waktu
kami ciuman. Aku menciumi bibirnya dengan sangat lembut meskipun aku sebenarnya
bernapsu banget. Dengan lembut aku mainkan lidahnya, bibirnya. Aku memainkan
lidahku didalam mulutnya, kadang-kadang aku tarik lidahnya dengan gigiku saat
ada di dalam mulutku. Sambil berciuman aku melihat matanya, ternyata dia
menciumku sambil memeramkan matanya, sungguh pemandangan yang menambah laju
birahiku. Aku terus menciumi bibirnya, kadang ciumanku lari ke kupingnya serta
lehernya. Sengaja aku tidak terlalu napsu menciumi lehernya supaya tidak
meninggalkan bekas yang bisa mencurigakan. Demikian juga dengan Lani, ia
menciumi seluruh wajah dan leherku dengan bibirnya, saat itu perasaan geli seakan-akan
ingin memeluk Lani erat-erat sungguh tak tertahankan.
Sejenak kemudian kami mengehentikan
akivitas kami karena handphone Lani berbunyi,
“Kamu angkat dulu deh, siapa tahu
suami kamu”, kataku sambil tersenyum.
“Oke”, jawabnya tersenyum pula.
“Oke”, jawabnya tersenyum pula.
Lalu Lani mengangkat telpon dan
memang benar dari Roni suaminya. Begitu tau dari suaminya, aku langsung
mendekati dia, maksudnya untuk mendengarkan pembicaraan mereka dan membantu
kalau-kalau Lani tidak bisa jawab. Tapi aku tiba-tiba berubah pikiran dan mendekati
Lani dan memeluk dia dari belakang sambil menjilati kupingnya. Lani sempat
berbalik dan memelototi aku tapi aku tidak perduli. Aku tetap mendekati dia dan
menjilati lehernya. Tangankupun mulai menyusup ke dalam kaosnya dan lebih dalam
lagi menyusup ke dalam BH-nya. Akupun bisa menjamah putingnya. Begitu aku
merasakan putingnya, aku pun mulai memainkannya dengan jari-jari tanganku.
Sementara itu Lani sudah tidak bisa
mencegahku lagi, diapun mulai menikmatinya dan malahan dia membuka kaosnya dan
duduk di sofa kembali. Semua itu dilakukan sambil ia berbicara dengan suaminya
di telpon. Lani memberikan alasan bahwa dia sedang jalan-jalan di sebuah
gallery busana. Aku juga segera melepaskan baju dan celana panjangku.
Ketika Lani sudah duduk di sofa,
akupun mulai menciumi tetenya, aku meremas-remas payudara Lani dengan napsu,
aku jilatin putingnya dan kadang aku gigit putingnya dengan bibirku. Aku lalu
melihat ke wajah Lani.. wahh.. wajah yang pasrah tapi dia masih melihat ke aku
sambil memberi isyarat bahwa dia lagi telpon. Sebenarnya dia sudah tidak tahan
lagi ingin melepas semuanya tapi karena ia masih nelpon maka ia terpaksa
menahan semua gejolak tersebut. Aku tau bahwa saat ini dia sedang berusaha
sekuat tenaga untuk tidak berteriak ataupun mendesah karena rangsanganku; yang
Lani bisa lakukan adalah menggeliat-geliat tidak keruan berbaring di atas sofa
di bawah tubuhku.
Ketika kemudian telpon sudah
selesai, Lani langsung mengeluarkan gejolak yang tertahan dari tadi,
“Aahkk.. Harrii..”, teriak Lani.
“Gila kamu ya Har, itu tadi kan si Roni, kalau aku kebablasan tadi gimana coba?”, katanya memarahi tapi dengan nada menggoda.
“Gila kamu ya Har, itu tadi kan si Roni, kalau aku kebablasan tadi gimana coba?”, katanya memarahi tapi dengan nada menggoda.
Aku cuma tersenyum saja, “Tapi kamu
suka kan Lan?”
“Iya sih..”, lanjutnya tersenyum.
“Iya sih..”, lanjutnya tersenyum.
Lalu kami pun melanjutkan kegiatan
yang tertunda itu. Aku mulai membuka celana jeansku dan celana jeans Lani
beserta dengan celana dalamnya. Aku menciumi paha Lani yang bagian kiri dan
meremas pahanya yang kanan. Aku jilatin sambil terus bergerak bergerak ke
bagian selangkangannya. Selama itu juga tubuh Lani tidak bisa diam, selalu
bergerak dan mendesah. Sampai akhirnya aku menjilati pas di memeknya Lani. Aku
terus melakukan kegiatan ini dengan penuh napsu, aku memainkan itilnya sambil
kadang-kadang aku hisap dalam-dalam dan aku kulum dengan bibirku.
Selama aku melakukan ‘serangan’
kepada Lani, dia terus berteriak, mendesah, dan menekan kepalaku kuat-kuat
seakan-akan tidak mau membiarkan kepalaku pindah dari selangkangannya. Suara
yang ditimbulkan oleh Lani membuat aku tambah bergairah dalam melakukan
kegiatanku tersebut. Aku menjilati memek Lani makin liar, aku permainkan
memeknya sampai dalam dengan lidahku dan jari-jari tanganku juga mulai masuk ke
dalamnya sampai akhirnya.. aku merasakan kaki Lani menjepit kepalaku dan
tangannya menekan kepalaku sangat kuat serta pinggulnya terlihat menggelinjang
dengan dahsyat.
“Aahh, Harii, uhh”
Ternyata Lani sudah mencapai
klimaksnya yang pertama dalam permainan ini. Aku melihat sebentar ke arah Lani
dan dia menatapku sambil tersenyum.
“Kamu hebat Hari, aku suka sekali”,
katanya.
“Masa sihh? Aku masih belum apa-apa nih”, jawabku sambil mencium bibirnya.
“Aku maenin yah kontolmu?”,
“Itu yang aku tunggu sayang”, bisikku di telinganya.
“Masa sihh? Aku masih belum apa-apa nih”, jawabku sambil mencium bibirnya.
“Aku maenin yah kontolmu?”,
“Itu yang aku tunggu sayang”, bisikku di telinganya.
Maka akupun segera mengambil posisi
duduk bersandar di sofa dan dia perlahan mulai jongkok di hadapanku. Mula-mula
ia mengelus kontolku dengan tangannya, kontolku dielus olehnya dari bijinya
sampai ke ujung kepala kontolnya. Lalu ia mulai menjulurkan lidahnya ke ujung
kontolku. Begitu lidahnya menyentuh kontolku, aku merasa agak sedikit geli. Kemudian
Lani langsung memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya. Wah, perasaanku
saat itu benar-benar nikmat sekali, urat-urat kontolku yang bergesekkan dengan
bibir dan lidahnya memberikan suatu sensasi yang sulit untuk diungkapkan dengan
kata-kata. Saat itu yang bisa aku lakukan hanyalah menggeliat-geliat kenikmatan
sambil membelai-belai rambutnya Lani. Terkadang giginya Lani menyentuh salah
satu bagian kontolku, sakit dikit sih, namun itu tidak mempengaruhi sensasi
nikmat yang diberikan.
Saat itu kontolku benar-benar
diberikan sensasi yang begitu dahsyat, titik-titik syaraf yang ada di seluruh
kontolku tidak ada yang tidak tersentuh oleh bibir dan lidahnya Lani,
benar-benar permainan yang membuat aku tidak dapat bertahan lama dan akhirnya
aku mulai merasakan sesuatu yang mendorong dari dalam dan mengeluarkannya.
“Ahh..”
Hanya itulah kata yang bisa keluar
dari dalam mulutku saat semuanya tertumpah keluar. Akupun terbaring lemas namun
terasa rilex banget dengan Lani bersandar di dadaku. Tidak ada kata yang keluar
dari mulut kami berdua saat itu. Setelah diam selama sekitar 10 menit, Lani
mulai meremas-remas kontolku lagi sambil memandangku.
“Kamu mau lagi ya Lan?”
“Hmm..”, jawabnya sambil terus meremas kontolku.
“Hmm..”, jawabnya sambil terus meremas kontolku.
Diberi rangsangan seperti itu, tidak
berapa lama kemudian kontolku sudah mulai kekar berdiri lebih tegak daripada
tadi. Menurut pengalamanku dan cerita teman-teman, kontol seorang lelaki akan
lebih kekar pada ronde kedua daripada ronde pertama dan akan berlangsung lebih
lama. Lani terus meremas-remas dan mengelus kontolku kemudian mengulumnya di
dalam mulutnya. Akupun mulai mencari-cari daerah dada Lani untuk memainkan
kembali tetenya. Begitu aku mendapatkannya, langsung aja aku membaringkan Lani
di sofa kembali dan melanjutkan mengulum puting susunya.
“Aacchh..”, Lani menjerit
keras-keras ketika aku menggigit-gigit putingnya
Rambutku diacak-acak olehnya dan dia
mendekap erat-erat kepalaku di dadanya sehingga aku agak kesulitan untuk
bernapas. Setelah puas memainkan dadanya, akupun kembali turun ke selangkangannya.
Pertama-tama aku mainkan bulu-bulu yang mengitari selangkangannya, aku jilatin
bibir memeknya dan aku mainkan itilnya. Saat itu, Lani sudah mendesah dan
menggeliat-geliat tidak karuan. Aku sudah merasakan memeknya Lani sudah basah
lagi dan sepertinya dia akan mencapai klimaksnya kembali. Namun dengan segera
aku menghentikan kegiatan menjilatku dan berdiri.
“Kenapa Har..?”, tanyanya lemas.
“Ah, tidak”, jawabku tersenyum.
“Ah, tidak”, jawabku tersenyum.
Kemudian aku membuka selangkangannya
dan mengarahkan kontolku ke lubang itu. Mula-mula aku mengusap-usapkan ujung
kontolku ke bibir selangkangannya dan pelan-pelan aku masukkan kontolku ke
memeknya Lani.
“Aahh.. Har.. ayo..”, desah Lani.
“Aku masukkin yah sayang..”, kataku.
“Iyaah.. ohh.. c’mon honey..”
“Oke..”
“Aku masukkin yah sayang..”, kataku.
“Iyaah.. ohh.. c’mon honey..”
“Oke..”
‘Zleeb..’ kontolku langsung aku
masukkan ke dalam memek Lani.
“Aacchh..”, teriak Lani.
“Gimana sayang..?”, kataku sambil menciumi bibirnya.
“Harr.. ochh.. yesshh.. teruskann..”
“Gimana sayang..?”, kataku sambil menciumi bibirnya.
“Harr.. ochh.. yesshh.. teruskann..”
Kemudian aku mulai menggerakkan
kontolku dalam memeknya, aku putar, aku goyang dengan berbagai macam cara,
pendek kata aku mencoba untuk memberikan kenikmatan pada Lani dengan kontolku
itu.
“Harr.. ah.. enak bangett.. uhh..”,
desah Lani sambil memandangku
“Enak yah Lan..?”
“Iyah.. ohh.. goyang terus.. Har..”,
“Enak yah Lan..?”
“Iyah.. ohh.. goyang terus.. Har..”,
Kami melakukannya dengan penuh
gairah, kadang aku mengambil posisi di atasnya menindih badannya sambil
memegang telapak tangannya di telentangkan kiri kanan, kadang juga dia yang di
atas menindih tubuhku dan aku mendekap dia erat-erat sambil meremas-meremas
pantatnya dan dia terus bergoyang kadang berirama kadang tidak. Sampai akhirnya
kami sama-sama merasakan ada sesuatu yang keluar dari diri kami masing-masing.
Perasaan itu benar-benar merupakan sensasi yang luar biasa bagi kami berdua.
Kamipun terbaring lemas di sofa itu,
Nina berbaring didekapan dadaku. Pengalaman ini sungguh-sungguh diluar dugaanku
sebelumnya ternyata aku telah mengkhianati temanku dengan meniduri istrinya dan
mungkin juga pikiran Lani sama denganku bahwa ia sudah mengkhianati suaminya
hanya karena selingan belaka.
“Lan, kamu menyesal sudah
melakukannya denganku?”, tanyaku padanya.
“Sedikit sih ada perasaan menyesal, tapi aku tau kok kalau Roni itu sering selingkuh di belakangku”, jawabnya lagi.
“Jadi aku lakukan ini karena ingin membalasnya saja.”
“Ohh begitu”
“Sedikit sih ada perasaan menyesal, tapi aku tau kok kalau Roni itu sering selingkuh di belakangku”, jawabnya lagi.
“Jadi aku lakukan ini karena ingin membalasnya saja.”
“Ohh begitu”
Tidak kusangka sama sekali, Roni
yang aku kenal sebagai orang yang baik ternyata sudah menyakiti istrinya
beberapa kali.
“Hari, kamu jangan marah ya dengan
kelakuanku ini”
“Tentu aja tidak”, jawabku tersenyum.
“Kalau kamu butuh sesuatu lain hari aku bersedia kok bantu kamu.”
“Terima kasih ya”
“Tentu aja tidak”, jawabku tersenyum.
“Kalau kamu butuh sesuatu lain hari aku bersedia kok bantu kamu.”
“Terima kasih ya”
Waktu jugalah yang memisahkan kami
hari itu, setelah membersihkan diri kemudian Lani pulang meninggalkanku yang
penuh dengan pikiran, apa yang akan aku lakukan? Apakah aku akan terus
berhubungan dengan Lani? Apakah aku akan berteman terus dengan Roni? Apakah
yang akan terjadi kalau kami ketahuan Roni? Pusing aku memikirkan hal itu,
akhirnya aku putuskan untuk menjalani saja semuanya sesuai dengan alurnya
nanti, namun yang pasti aku menikmati masa-masa bersama Lani tadi sore. Dan akhirnya
akupun pergi tidur dengan lelap malam itu memimpikan kejadian yang mungkin akan
terjadi hari-hari berikutnya dengan Lani atau dengan siapapun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar