CERITA DEWASA - Hari itu di Perkampungan padat
penduduk di daerah Tanah Abang tempatku tinggal dan mengotrak disana, seperti
layaknya ditempat yang penduduknya sangat padat aku pun menjadi terbiasa dengan
kebisingan suara motor yang melintas didepan rumah kontrakkanku, dan ditambah
lagi suara anak anak kecil yang berlarian menambah kegaduhan suasana
dilingkungan itu.
Aku pun sudah mulai terbiasa dengan
kehidupan sehari hari warga dilingkungan yang mayoritas warganya, dari kalangan
menengah kebawah. mulai dari yang pegawai negeri sampai tukang panggul dipasar,
dan aku sendiri yang berprofesi sebagai satpam pada sebuah perusahaan
perbankan. Dengan tempat kerjaku yang didaerah Sudirman sangtlah dekat dari tempatku
mengontrak, dan setiap harinya aku pulang pergi hanya dengan berjalan kaki.
Di hari minggu itu rumah sebelah
kontrakkanku mulai diisi oleh satu keluarga, yang baru akan menempati rumah
yang baru mereka beli. Melihat hal itu aku sebagai tetangga yang baik kemudian
menghampiri tetangga baruku itu dengan memperkenalkan diri kepada mereka, yang
terdiri dari sepasang suami istri dan kedua anaknya yang masih kecil kecil.
Suaminya yang bernama Tejo yang asli
Tegal, dan istrinya Mila yang asli Bandung, Kang Tejo berprofesi sebagai
pedagang pakaian dan memiliki sebuah kios di pasar Jatinegara, sedangkan Teh
Mila istrinya hanya seorang ibu rumah tangga yang sehari hari hanya mengurusi
kedua anaknya dirumah.
Dan akupun menawarkan bantuan untuk membantu mereka mengangkuti perabotan rumah mereka yang masih banyak di atas truk yang diparkir diujung gang, mereka sangat senang dan berterimakasih sekali dengan tewaranku tersebut. Kemudian kamipun bergotong royong mulai mengangkuti dan membenahi perabotan kedalam rumah baru mereka.
Dan akupun menawarkan bantuan untuk membantu mereka mengangkuti perabotan rumah mereka yang masih banyak di atas truk yang diparkir diujung gang, mereka sangat senang dan berterimakasih sekali dengan tewaranku tersebut. Kemudian kamipun bergotong royong mulai mengangkuti dan membenahi perabotan kedalam rumah baru mereka.
Aku yang sudah lama memiliki bakat
mata keranjang, diam diam mulai memperhatikan Teh Mila istri tetangga baruku
itu, perempuan asli Bandung yang sangat cantik dengan bentuk tubuhnya yang
seksi, serta kulitnya yang putih dan mulus itu semakin membuat hayalan dan
fantasi sexku terhadap Teh Mila semakin menggelayut diotakku. Dengan buah dada
Teh Mila yang montok menggantung didadanya serta bentuk pantatnya yang begitu
padat membulat, semakin membuatku berpikiran kotor (piktor).
Sampai sore itu aku masih membantu
Kang Tejo menata perabotan rumah hingga selesai, dan mungkin sudah kecapean Teh
Mila bersama kedua anaknya sudah tertidur dikamar sore itu. Aku yang terkadang
harus bolak balik mengambil tumpukkan barang pecah belah dan yang lainnya
dikamar, sempat melihat paha mulus Teh Mila yang tertidur dengan tersingkap
bajunya hingga ke pinggangnya.
Kang Tejo yang sedang menata perabotan pecah belah kedalam buffet, tidak tau kalau aku yang bolak balik kekamar mengambil dan mengangkuti tumpukkan barang dikamar, sesekali memperhatikan paha mulus istrinya yang tertidur dikamar dengan pakaiannya yang tersingkap sampai pinggangnya. “…clegug…clegug…” aku sesekali menelan ludah.
Kang Tejo yang sedang menata perabotan pecah belah kedalam buffet, tidak tau kalau aku yang bolak balik kekamar mengambil dan mengangkuti tumpukkan barang dikamar, sesekali memperhatikan paha mulus istrinya yang tertidur dikamar dengan pakaiannya yang tersingkap sampai pinggangnya. “…clegug…clegug…” aku sesekali menelan ludah.
Malamnya setelah semua perabotan dan
barang barang sudah tertata rapi, tetangga baruku itu mengundangku untuk makan
malam bersama, dan dilanjutkan dengan obrolan kami diruang tamu hingga malam
hari. Karena kecapean Kang Tejo pun pamit kepadaku untuk istirahat dikamar, dan
akupun yang merasa tidak enak hati akhirnya meminta diri untuk kembali
kekontrakkanku. Tapi tidak kusangka dicegah oleh istrinya karena masih ingin
ngobrol denganku, dan karena ia bilang belum mengantuk.
Akupun mengobrol dengan Teh Mila
istri tetangga baruku itu, dan ditengah obrolan aku mulai dengan seksama
memperhatikan kecantikkan dan keseksiannya, dan terus menelanjangi seluruh
tubuh seksi montok Teh Mila dengan mataku. Malam itu Teh Mila memakai daster
tipis yang dipadu dengan belitan kain batik dipinggangnya, dan karena begitu
tipis dan transparannya daster yang dipakainya, hingga menampakkan BH hitamnya
yang membayang jelas di dasternya dan semakin membuatku terangsang.
Semakin lama dudukku disofa itu
semakin tidak nyaman, dengan batang kontolku yang sudah sangat ngaceng dan
keras. Kemudian dari obrolan kami itu aku akhirnya tahu bahwa Teh Mila adalah
type wanita yang sangat butuh perhatian dan kasih sayang, dan rupanya Teh Mila
kurang mendapatkan hal itu dari Kang Tejo suaminya, dan hal ini sedikit membuka
jalan bagiku untuk mulai melakukan pendekatan dan mulai memberikan perhatianku
terhadap Teh Mila.
Malam itu aku dengan setia menemani
Teh Mila mengobrol sampai tengah malam, kemudian dengan usulku kepada Teh Mila,
untuk menutup tirai gordyn dan pintunya, karena tidak enak bila terlihat orang
aku masih dirumah tetangga baruku itu hingga larut malam. Setelah itu kamipun
kembali melanjutkan obrolan kami, sampai saat Teh Mila mengeluhkan rasa cape
ditubuhnya sehabis pindahan tadi siang.
Akupun dengan segera memanfaatkan
keadaan itu dengan mencoba menawarkan pijatan kepada Teh Mila, dan ternyata
disambut dengan senang olehnya. Kemudian aku berpindah duduk disebelah Teh Mila
disofa panjang itu, lalu dengan meminta Teh Mila untuk membelakangiku akupun
mulai memijat bagian pundak Teh Mila dengan perlahan.
“…ternyata Mang Jali pintar mijat
ya…?” kata Teh Mila ditengah pijatanku.
“…ah sekedar pijat pijat aja sih
saya mah bisa Teh…!” jawabku.
Aku yang sudah sedari tadi begitu
terangsang terhadap tubuh seksi Teh Mila, sengaja kudekatkan wajahku leher
jenjangnya dan berharap bisa menggelitik rangsangan ditubuh Teh Mila melalui
hembusan nafasku, yang menerpa dikulit lehernya. Rupanya usahaku membuahkan
hasil dengan mulai mata Teh Mila yang terpejam meresapi dan menikmati pijatanku
dipundaknya yang terus turun hingga kepangkal lengannya, dengan hembusan
nafasku yang terus menerus menggelitiki kulit mulus lehernya, yang mengkibatkan
tubuh Teh Mila yang mulai mulai terangsang itupun makin merapat dan bersandar
dibadanku.
Aku semakin didera hawa nafsu yang
kian menyerang sel sel sensitif di tubuhku, lalu kuberanikan untuk menurunkan
pijatanku kearah pinggang Teh Mila, dan terus turun lagi kebuah pinggulnya. Aku
pun semakin mendekatkan wajahku kesamping wajah Teh Mila, dan dari sana dapat
kulihat jelas belahan buah dada Teh Mila, yang mengintip dicelah baju dasternya
yang berleher rendah, dan akupun mulai sering menelan ludah karena begitu
nafsunya.
“clegug…clegug…gleg…”
Dan tanpa kusadari pijatanku mulai
berubah menjadi rabaan dan usapan ditubuh Teh Mila, yang terus merambat keperut
Teh Mila, terus naik lagi hingga beberapakali tanganku mulai menyenggol daging
kenyal didada Teh Mila. Hingga mulai terdengar desah pelan dari mulut Teh Mila,
“…ssshhh…”
Dengan mendengar desahan Teh Mila
aku mulai sedikit sedikit menyentuh kulit leher Teh Mila dengan kumisku yang
rada jarang, dan hal ini semakin membuat terangsang Teh Mila, lalu mulai iapun
merapatkan leher jenjangnya kewajahku. Akupun mulai memberanikan diri untuk
mengecup pelan kulit leher Teh Mila, dan kemudian kukeluarkan lidahku dan mulai
kusapu secara pelan seluruh permukaan kulit lehernya yang sangat putih dan
mulus itu.
Teh Mila hanya membiarkan
perlakuanku yang mulai dengan penuh nafsu kini kujilati dengan sedikit kasar,
mungkin pikirnya sekedar memberiku bonus, yang telah seharian membantu acara
pindahan keluarganya dirumah itu.
Aku tiba tiba dikagetkan dengan
cubitannya dilenganku yang mulai menyentuh dan sedikit meremas buah dadanya,
“…ih nakal…!” katanya sambil tersenyum dan menjauh menyudahi pijatanku. Aku
yang lagi tanggung akhirnya permisi untuk pulang kekontrakkanku, sambil memohon
maaf atas kelakuanku tadi.
“…maafkan saya sudah kurang ajar
sama Teteh, sekali lagi maaf ya Teh…jangan bilang bulang sama Kang
Tejo…ya…Teh…?” dan dijawab anggukkan dan senyumannya yang begitu manis.
“…iya sudah ngga apa apa…sudah sana
istirahat, besok bisa kesiangan kamu…!” katanya kemudian.
Kian hari aku semakin akrab dengan
tetangga baruku itu, begitupun dengan anak anaknya yang masih kecil, yang mulai
dekat dan selalu memanggilku Mamang Jali. Sesekali sehabis pulang kerja, sering
juga aku sengaja memberikan mereka jajanan berupa coklat dan jajanan lainnya,
Kang Tejo dan Teh Mila pun sangat senang melihat keakrabanku dengan anak anak
mereka.
Tidak heran bila kemudian sedikit
banyak aku mulai tahu dengan keseharian keluarga itu, terutama sekali dengan
Teh Mila si ibu rumah tangganya itu, yang dengan kesehariannya selalu memakai
kain batik , yang menjadi bawahan dari setiap pakaian yang dipakainya. Dan hal
ini merupakan salah satu kesukaanku, yang lebih suka dan tertarik dengan
perempuan yang berkain batik ditubuhnya, pernah aku begitu terangsang ketika
pada suatu hari yang lalu, Teh Mila yang hendak pergi kondangan, memakai baju
kebaya dengan kain batiknya yang sangat ketat membelit pantat hingga kemata kakinya.
Disaat saat aku libur karena
pergantian sift ditempatku bekerja, akupun sering main kerumah tetanggaku itu
pada siang hari, dan kebiasaanku yang sering masuk kerumah tetanggaku itu
melalui pintu samping, yang mengakses langsung kedapurnya.
Seperti siang itu aku masuk kerumah
tetanggaku itu melalui pintu samping, dan langsung mendapati Teh Mila yang
sedang sibuk memasak didapurnya, dengan hanya memakai BH dan dan kain batiknya
tanpa memakai baju. Memang siang itu terasa panas dan terik sekali, sehingga membuat
Teh Mila yang sedang memasak dan menghadap kekompor semakin merasakan
kepanasan, sampai ia pun terpaksa melepas bajunya.
Aku yang baru masuk langsung
menyaksikan keadaan Teh Mila yang sedemikian rupa langsung membuat batang
kontolku ngaceng, Teh Mila yang melihatku datang langsung tersenyum, dan tetap
cuek dengan keadaannya yang hanya memakai BH dan tidak memakai baju.
“…eh Mang Jali…lagi libur nih…?”
tanya Teh Mila.
“…iya nih Teh lagi kebagian jaga
malem…!” jawabku sambil memperhatikan kulit mulus punggungnya.
“…Tia dan Tio ngga keliatan pada
kemana Teh…? tanyaku kemudian.
“…lagi nginep dirumah neneknya di
Cakung Mang…!” jawab Teh Mila.
“…cuacanya panas benget ya Mang…?”
katanya kemudian.
“…i..i..iya Teh…!” jawabku lagi
sambil mendekati Teh Mila.
“…nanti mau minta Kang Tejo untuk
pasang AC ah…!” kata Teh Mila lagi.
“…yah nanti ngga bisa liat Teh Mila
kepanasan kaya gini lagi dong…!” jawabku sambil menggodanya.
“…idiiih…Mang Jali udah keliatan
lagi tuh genitnya…!” katanya sambil tertawa.
“…abisnya Teh Mila bikin saya
gemes…!” lanjutku juga sambil tertawa.
Aku mengambil kursi plastik dan
duduk didekat Teh Mila yang masih sibuk dengan masakkannya, yang sesekali
menunduk untuk mengambil sesuatu yang mengakibatkan buah dadanya, yang hanya
tertutup BH putih itu terlihat jelas olehku menggelayut dan bergoyang goyang.
Aku semakin larut dengan pemandangan
menggiurkan didepanku, Teh Mila sama sekali tidak merasa risih, yang hanya
memakai BH dan tidak berbaju, ditambah dengan hanya memakai kain batik yang
mengikat dipinggangnya yang ramping, aku yang melihatnya jadi tambah nafsu.
Dalam hatiku ingin rasanya menerkam
dan menarik Teh Mila keatas ranjang dan menggaulinya, untuk melepaskan hajat
ngesekku terhadap kemolekkan tubuhnya, apalagi dengan keringatnya yang semakin
membuat kulitnya yang putih dan mulus itu semakin berkilat.
Ingin rasanya kujilati keringat itu
dan kujadikan suplemen tambahan buatku, “…Teh Mila…Teh Mila…tubuhmu begitu
menggairahkan…!” bisik hatiku.
Aku yang sudah tidak tahan dengan
keadaan Teh Mila yang demikian, mulai ribut dan berperang melawan bisikkan
setan didalam hatiku, lalu dengan kenekatanku aku hampiri Teh Mila, dengan
tanganku kemudian memeluk pinggangnya dan dengan penuh nafsu kucucup, dan
kujilati leher jejang Teh Mila, dan Teh Mila gelagapan dengan seranganku yang
tiba tiba itu.
“…aahhh…jangan Mang…jangaaaan…!”
jeritan Teh Mila.
Lalu dengan tangan kananku kubekap
mulut Teh Mila, dan segera kubisikkan ditelinganya.
“…jangan berteriak Teh…Teteh ngga
malu kalo tetangga pada datang nanti…?!” bisikku seraya melepaskan bekapanku.
“…iya tapi jangan begini dong
Mang…saya ngga mau…!” katanya pelan.
“…maafin saya Teh…saya udah ngga
tahan…!” jawabku, sambil terus menjilati leher mulus Teh Mila yang berkeringat.
Teh Mila terus melakukan
penolakkannya, dengan tangannya yang mulai menjambaki rambutku, dan kukunya pun
beberapakali mencakar mukaku, dengan sambil, berkata kata untuk menyadarkanku.
“…Mang Jali… eling Mang…saya istri
orang Mang…aaahh…ssshh…!” jawab Teh Mila diselingi desahannya ketika tanganku
mulai meremasi buah dadanya.
Kemudian dengan cepat kumatikan
kompor yang masih menyala itu, lalu dengan sekuat tenaga keangkat dan kubopong
tubuh Teh Mila, dan mambawanya kedalam kamar tidurnya. Kerebahkan tubuh Teh
Mila diatas ranjang dan segera akupun melompat keatas ranjang dan menerkam
tubuh seksi Teh Mila, kemudian kugumuli dengan penuh nafsu.
Kamipun bergulingan diatas ranjang,
aku yang sudah sangat bernafsu terus berusaha untuk menundukkan Teh Mila, yang
terus melakukan perlawanan. Perlawanan Teh Mila mulai melemah, dan tidak kusia
siakan dengan mengunci tubuhnya dibawah badanku. Dengan memegang kedua tangan
Teh Mila dengan tangan kiriku, dan kupegang erat diatas kepalanya, lalu dengan
tangan kananku mulai meremas remas buah dada montoknya dan mulutku melumat
bibir tipis Teh Mila dengan lumatan kasar.
“…mmmffffsshh…eeehhhgggmm…!” suara
Teh Mila dalam lumatan mulutku.
Lalu dengan tanganku kutari BH putih
didada Teh Mila hingga putus, lalu dengan rakus kusedot puting susunya dan
kujilati permukaan kulit buah dadanya, terus kuperlakukan tubuh Teh Mila dengan
rabaan rabaan tanganku disekujur tubuh seksinya.
“…Mang…Jali…jangan…Mang…aaahh…ooohhh..
.pamali Mang…eling…Mang…!” kata kata Teh Mila dengan tidak berani kencang
seperti jeritan pertamanya tadi.
Aku yang sudah kesetanan tidak
memperdulikan kata katanya, dan terus kujilati seluruh permukaan kulit di
bagian dada dan perutnya. Lalu dengan kasar kusingkap kainnya dan segera
kutarik hingga sobek dan putus celana dalam Teh Mila. “…beerreebbeett…” lalu
dengan tergesa kubuka kedua paha Teh Mila dengan tangan kananku, lalu kutahan
dengan dengkulku. Teh Mila semakin lemah perlawanannya karena habis tenaganya
dan akhirnya menyerah pasrah dan mulai menangis, akupun melepaskan pegangan
tangan kiriku dikedua pergelangan tangan Teh Mila.
Lalu dengan cepat kutuntun batang
kontolku kearah liang vagina Teh Mila, dan dengan satu dorongan kuat
kutubleskan kedalam vaginanya, dibarengi jeritan kecil Teh Mila. “…aaarrgghh…!”
“…kena kamu Teh…!” kataku,
mengiringi masuknya kontolku di vagina Teh Mila.
Dengan batang kontolku yang lumayan
besar akupun mulai menggenjot liang vagina Teh Mila dengan kasar dan dengan
tempo yang acak kadut. Dengan kedua tanganku yang memegang pinggulnya, lalu
sedikit kuangkat tubuh Teh Mila dan kurangsek buah dada montoknya dengan
kenyotan mulutku.
Kemudian kubalik tubuh Teh Mila dan ku hajar liang vaginanya dari belakang, dan kuhentak hentak dengan kasar liang vaginanya.
Kemudian kubalik tubuh Teh Mila dan ku hajar liang vaginanya dari belakang, dan kuhentak hentak dengan kasar liang vaginanya.
“…aaahhh…sakit…Maaaanng…aaahhh…!”
rintihan Teh Mila disela tangisannya.
Lalu dengan mulutku mulai menjilati
tengkuk dan leher Teh Mila dari belakang, dan terus lidahku turun kepunggungnya
dan kujilati, sambil terus ku genjot liang vagina Teh Mila yang terasa legit
dan menjepit batang kontolku. Lalu kubalikkan lagi tubuh Teh Mila dan dengan
kasar kusodokkan kontolku kevaginya yang sudah basah, kupercepat kocokkan
kontolku dan ku semprotkan lahar spermaku didalam rahim Teh Mila.
“…aaahhh…ssshhh… Teh
Milaaaa…ooohhh…crot…crot…crot…!”
Tubuhku ambruk menimpa tubuh Teh
Mila, dan dengan masih ngo ngosan lalu kubisikkan, “…maafkan saya Teh, sejak
Teh Mila pindah kerumah ini saya sudah sangat menginginkan tubuh Teteh…!”
Teh Mila hanya menangis dan semakin
sesenggukkan, “…ah mungkin kalo saja aku sedikit sabar, Teh Milapun akhirnya
bisa kudapatkan…tidak seperti ini, memperkosa dan mengakibatkan luka
dihatinya…” bisik hatiku.
Aku keluar dari kamar dan kemudian
merokok didapur, sementara Teh Mila masih menangis dikamarnya. Kemudian akupun
beranjak pulang kembali kekontrakkanku, ada sedikit penyesalan dalam hatiku,
tapi sudahlah semua sudah terjadi, pikirku.
Sejak kejadian di tengah hari bolong
itu, aku sudah jarang main kerumah tetanggaku itu, hingga suatu hari aku yang
malam itu kebagian meronda di wilayah RT ku, dengan berkumpul bersama sama dengan
lima orang tetanggaku yang juga kebagian meronda dan satu grup denganku.
Kamipun mulai berkeliling kampung hingga sampai di belakang rumah Teh Mila, dan
semua langsung berbisik bisik membicarakan kecantikkan dan keseksian Teh Mila
warga baru dilingkungan kami.
“…eh…kamu tau ngga tetangga kita
yang baru pindah ini, semok banget tau…!” kata kang Sudir kepada kami.
Lalu dijawab oleh Pak Karta,
“…iya…iya…tau…saya suka banget ngeliat pantatnya yang demplon bin bohay itu…!”
Ditimpali cekikikan oleh teman teman
yang lain, aku yang sudah merasakan kehangatan tubuh seksi dan liang meki Teh
Mila, hanya tersenyum mendengar celoteh mereka.
Lalu kata Mas Supri, “…eh tau ngga…tadi siang kuliat suami dan kedua anaknya berangkat pulang kampung…waktu saya tanya katanya mau nganter anak anaknya liburan di rumah mbahnya di tegal…!”
Lalu dijawab lagi oleh Pak Karta, “…aduh…saya mau tuh ngelonin…kacian Teh Mila bobo cendilian…!”
Disambut tertawa oleh semuanya sambil menutup mulutnya masing masing, takut terdengar kedalam rumah Teh Mila.
Lalu kata Mas Supri, “…eh tau ngga…tadi siang kuliat suami dan kedua anaknya berangkat pulang kampung…waktu saya tanya katanya mau nganter anak anaknya liburan di rumah mbahnya di tegal…!”
Lalu dijawab lagi oleh Pak Karta, “…aduh…saya mau tuh ngelonin…kacian Teh Mila bobo cendilian…!”
Disambut tertawa oleh semuanya sambil menutup mulutnya masing masing, takut terdengar kedalam rumah Teh Mila.
Memang bila diperhatikan satu
persatu teman teman merondaku ini ketiganya duda, hanya aku dan mas supri yang
masih bujangan lapuk. Kami lalu beranjak dari belakang rumah Teh Mila, dan
ketika melewati bagian samping rumahnya yang sedikit gelap, Pak Dudung yang
duda gatel itu tiba tiba mendekati jendela kamar yang terlihat masih menyala
lampu kamarnya.
Dengan sebelumnya Pak Dudung yang
diam diam mengangkat sebuah kursi kayu panjang, yang tadi ada belakang rumah
Teh Mila, dan kemudian dipakai sebagai pijakkan kakinya, mengintip kedalam
kamar melalu lubang ventilasi di atas jendela kamar itu. Semua teman teman yang
lain serentak ikut naik kekursi panjang itu, dan berjejer mengintip kedalam
kamar Teh Mila.
Akupun tidak mau kalah dengan ikut
berebut untuk mengintip kedalam kamar, dan kami semua begitu terkesima dengan
pemandangan didalam kamar, Teh Mila yang sedang tidur sendirian diranjang,
dengan hanya memakai kemben kain batik, yang tersingkap dibagian pahanya. Aku
dan dan semua temanku yang sedang mengintip sesekali menelan air ludah, demi
menyaksikan kemulusan paha wanita primadona di gang kami itu.
Terlihat pak karta yang berdiri
disebelahku mulai terlihat gemetaran, begitupun dengan kang sudir yang mulai
mengelusi batang kontolnya, dari luar kain sarungnya. Aku dan semua temanku
yang sedang asik mengintip, satu persatu mulai turun dari kursi panjang itu,
dan kemudian dengan sambil berbisik satu persatu mereka mulai dengan
komentarnya masing masing hasil mengintip barusan.
“…mantep banget coy…!” kata kang
sudir.
“…gile cing semok banget tubuhnya
Teh Mila…!” komentar pak karta kemudian.
“…enaknya kalo bisa ngekepin
seksinya tubuh Teh Mila…ooohh…!” mas supri dengan logat jawanya.
“…biar ngga penasaran, kita perkosa
aja yok…?!” kata pak dudung.
Kami semua terdiam dan mata kami
semua tertuju kepada pak dudung, yang dengan komentarnya barusan. Memang
diantara teman temanku meronda, cuma pak dudung yang orangnya rada berangasan
dan sangar. Akupun maklum dengan pak dudung yang dulunya, bekas jawara kampung Setu
itu yang lumayan masih disegani sampai sekarang.
Kami semua kemudian saling pandang
setelah mendengar komentar dari Pak Dudung tadi, lalu satu persatu mulai dengan
pendapatnya.
“…kalo saya sih mau aja…udah lama
ngga ngasah keris nih…!” kata pak karta, sambil melirik yang lain.
“…yang lain gimana pada mau ngga…?”
kata pak dudung, dengan mengangkat alisnya.
“…Teh Mila pastinya ngenalin kita,
trus gimana kalo dia lapor polisi…?!” sahut kang sudir was was.
“…gimana tuh pak…apa sudah siap sama
resikonya…?!” kataku memperingatkan.
Lalu semua kembali saling pandang,
mempertimbangkan kata kataku barusan, dan kemudian mas supri yang sedari hanya
diam, kemudian dengan katanya memecah kebuntuan kami.
“…gimana kalo kita bius aja Teh Mila
nya, kan kita bisa dengan bebas menikmati kehangatan tubuhnya, kalo semuanya
mau nanti saya ambil dulu dirumah…!?”
Kami semua semua kemudian tersenyum
dengan idenya barusan, memang mas supri yang berprofesi sebagai seorang
apoteker, di Rumah Sakit tentu tidaklah sulit untuk mendapatkan obat bius. Lalu
kamipun berjongkok dikegelapan disamping rumah Teh Mila, dan berembuk untuk
membicarakan teknis dari rencana kami berlima, untuk memperkosa Teh Mila dengan
cara membiusnya terlebih dulu.
Setelah mencapai kesepakatan kamipun
mulai dengan menunggu mas supri, yang kemudian bergegas pulang kerumahnya untuk
mengambil obat bius yang tadi dia tawarkan. Aku pun mengusulkan untuk masuk
melalui pintu samping rumah Teh Mila, yang menurutku sangat aman bila masuk
melalui pintu tersebut.
Aku dan pak dudung yang kebagian
tugas mencongkel pintu samping rumah Teh Mila, segera pulang sebentar kerumahku
yang memang berada di sebelah rumah Teh Mila, untuk mengambil obeng dan
perkakas lain yang akan kami gunakan untuk mencongkel pintu. Dengan teman
temanku yang sedang berjongkok dikegelapan, aku bersama pak dudung mulai pelan
pelan mencongkel pintu samping rumah Teh Mila.
Ternyata dengan mudahnya pak dudung
dapat membuka pintu itu, tanpa merusak pintunya sedikitpun, kemudian secara
pelan pelan aku bersama pak dudung masuk kedalam rumah Teh Mila dengan diikuti
yang lain, dan segera kembali menutup pintu tadi setelah semuanya masuk.
Aku yang dibekali sapu tangan yang
sudah dibasahi cairan obat bius oleh mas agus, masuk kekamar Teh Mila yang
tidak terkunci pintunya, lalu perlahan akupun menghampiri tubuh Teh Mila yang
pulas tertidur. Lalu dengan sebelumnya aku mematikan lampu kamar tersebut,
dengan sigap kubekap mulut dan hidung Teh Mila, tubuh Teh Mila berontak
sebentar lalu kemudian terkulai dan tertidur lagi akibat pengaruh obat bius
yang baru saja kubekapkan kemulut dan hidungnya.
Melihat hal itu serentak kelima
teman temanku bergegas menghampiri tubuh Teh Mila yang tergolek tidak sadarkan
diri diatas ranjang, dan dengan berebut mulai menjamahi tubuh seksinya, pak
dudung lalu berkata.
“…sssttt…satu satu, jangan pada
berebut begitu…!” seraya menghalau dengan tangannya.
Lalu kamipun sepakat untuk mengundi
siapa yang akan lebih dulu menikmati tubuh Teh Mila, seperti layaknya anak anak
kecil kami pun berhompimpah, dan tidak kusangka aku yang menang dan berhak
untuk mendapat giliran pertama menikmati tubuh Teh Mila.
Lalu dengan disaksikan kelima
temanku, aku mulai naik keranjang dan merangkak diatas tubuh seksi Teh Mila,
dan mulai kulumati bibirnya yang tipis, terus turun lagi keleher jenjangnya,
kemudian menurunkan kain kemben didada Teh Mila dan kemudian dengan rakus
kujilat serta kukenyot puting susunya. Ketika aku masih sibuk dengan buah dada
montok Teh Mila, teman teman yang sudah tidak sabar untuk mendapatkan giliran
mulai mengingatkanku untuk tidak berlama lama.
“…cepetan jal…jangan kelamaan…udah
ga tahan nih…!” kata pak dudung, dengan di sambut keriuhan teman temanku yang
lain.
Akupun segera menyingkap kain kemben
Teh Mila, dan segera kuarahkan batang kontolku ke vaginanya, lalu mulai
kugenjot dengan perlahan lalu semakin cepat, hingga tubuh Teh Mila ikut
terguncang guncang. Terus genjotanku diliang vagina Teh Mila hingga spermaku
muncrat didalam rahimnya.
“…aaahhh…crot…crot…crot…!” akupun
segera turun dari ranjang.
Kemudian giliran pak karta yang
mendapat giliran keduapun naik keranjang, dan tanpa basabasi langsung
menancapkan batang kontolnya diliang vagina Teh Mila, dan mulai menggenjotnya
dengan perlahan dan makin cepat, dengan mulutnya yang menetek di susu Teh Mila
kemudian pak karta sampai pada klimaksnya, dan menyemburkan spermanya dirahim
Teh Mila.
Pak dudung yang kebagian giliran
ketiga kemudian mulai menggumuli tubuh seksi Teh Mila, dan terus menggenjotnya
dengan kasar ketika batang kontolnya sudah menembus vaginanya. Hingga
seterusnya kami berenam selesai mendapatkan gilirannya masing masing, kemudian
kembali kami perkosa secara bergantian dengan gaya dan style kami masing
masing.
Tubuh Teh Mila yang seksi itu terus
kami jadikan sarana pemuas hajat sex kami berenam, hingga pagi menjelang
kamipun menyudahinya, dan kemudian meninggalkan tubuh Teh Mila yang masih
tergolek tidak sadarkan diri itu, dengan bersimbah cairan sperma kami disekujur
tubuh seksinya.
Kamipun berpisah dan kembali kerumah masing masing, dengan perasaan puas telah menggagahi tubuh seksi dan montok Teh Mila, yang sejak kepindahannya kedaerah kami, begitu menggiurkan semua warga khususnya yang laki laki.
Kamipun berpisah dan kembali kerumah masing masing, dengan perasaan puas telah menggagahi tubuh seksi dan montok Teh Mila, yang sejak kepindahannya kedaerah kami, begitu menggiurkan semua warga khususnya yang laki laki.
Aku yang tinggal disebelah rumah Teh
Mila dapat melihat keadaan Teh Mila secara langsung, yang sejak malam perkosaan
itu Teh Mila menjadi pemurung. Dan sepertinya Teh Mila tidak mengatakan apa
yang sudah dialaminya itu kepada suaminya. Dan akupun sudah mulai kembali
menyempatkan waktu untuk sekedar mampir dan bercanda dengan anak anaknya, Teh
Mila hanya diam ketika aku datang dan hanya sekedar basabasi yang dipaksakan,
setelah perlakuanku kepadanya tempo hari.
Suatu siang ditengah keramaian dan
semaraknya pesta hajatan salah seorang warga di gang kami, aku melihat Teh Mila
datang sendiri berkondangan, dengan memakai baju kebayanya yang ketat dan kain
batiknya yang membalut erat pantatnya yang demplon hingga kemata kakinya. Aku
yang melihat kembali terusik birahiku, dan aku tau suaminya tidak bisa ikut
kondangan hari itu.
Lalu aku mulai lagi dengan rencanaku
untuk bisa merasakan kembali kehangatan tubuh seksinya, kemudian aku pulang
kekontrakkanku dan sengaja menunggu Teh Mila pulang dari kondangan, yang
pastinya akan melewati jalan didepan kontrakkanku.
Yang kutunggupun tidak lama kemudian
datang dan ketika Teh Mila lewat didepan rumah kontrakkanku, secepat kilat
kubekap dan kubopong tubuhnya kedalam rumah kontrakkanku, dan segera kututup
pintu dengan kakiku. Lalu ku hempaskan tubuh Teh Mila keranjang dan dengan
menutup mulutnya, aku bisikkan.
“…maafkan saya Teh…saya kepengen
ngerasain lagi…!”
Dan kemudian dengan kasar kulumat
bibirnya yang tipis dan bergincu warna pink, dan mulai jilatanku turun ke leher
jenjangnya, dan kemudian kuremasi buah dadanya. Teh Mila tidak melakukan
perlawanan dia hanya menangis ketika satu persatu kubuka kancing baju
kebayanya, dan kemudian kekenyoti buah dada montoknya dengan rakus.
Aku yang sudah begitu bernafsu
kemudian menyingkap kain kebayanya yang begitu ketat melilit pantat dan
pahanya, dan kutarik keluar CD Teh Mila dan kemudian mulai kutuntun kontolku
keliang vaginanya. Dengan beberapakali sodokkan mulailah batang kontolku
memasuki gerbang vagina Teh Mila, dan kemudian kugenjot dengan bernafsu.
Genjotanku mulai kupercepat ketika
palkonku terasa snut snut ingin segera memuntahkan lahar spermaku, dan akhirnya
aku tak kuasa lagi untuk menahan lebih lama, hingga kemudian…
“…aaahhh…ooohhh…The…Milaaaa…aahhh…crot…crot…crot…!
”
Siang bolong itu aku bermandi peluh
dengan tubuh Teh Mila yang masih dibawah tubuhku, dan kukecup bibirnya dengan
mesra dan kubisikkan.
“…maafkan saya sayang…saya begitu
terpesona dengan kecantikkan Teh Mila…!” bisikku didepan wajahnya.
Teh Mila hanya terisak dan menangis
lagi, akupun jadi kasihan dan kemudian dengan mesra kupeluk lagi tubuh seksinya,
seraya kulumat mesra bibirnya yang tipis itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar