CERITA DEWASA - Aku duduk
termenung di sebuah kursi panjang bandara. Aku diminta menemani bos Herman
menjemput seseorang temannya. Herman berada di depan pintu, mondar-mandir
seperti tak sabaran. Entah siapa yang akan kami jemput, Herman tak
menceritakannya, sepertinya ini adalah orang penting baginya.
Tak lama
menunggu pesawat pun akhirnya sampai, Herman semakin tidak sabaran, ia selalu
memandang ke arah pintu. Aku pun mendekati Herman ketika para penumpang telah
keluar dari pintu. “Nes!” teriak Herman ke arah rombongan penumpang yang
keluar. Seorang perempuan kira-kira berumur 25tahunan berparas cantik datang
mendekati Herman. Mereka langsung berpelukan, membuatku penasaran siapakah
perempuan ini. “Man…”, sapaan akrab bos Herman kepadaku, karena namaku
Satorman. “Ini Agnes, teman SMP saya…”, Herman memperkenalkan perempuan itu
kepadaku. Baru ku ingat memang dulu Herman pernah cerita mengenai masa lalunya,
nama perempuan itu adalah Agnes Monica, teman SMP yang pernah Herman perkosa
bergiliran hanya karena sebuah pelampiasan kekecewaan. “Ini anaknya, Chelsea
Olivia…”, Herman juga menunjukkan anak perempuan yang dibawa Agnes, mungkin
umurnya sekitar 7 tahunan. Mukanya mirip dengan ibunya, putih dan oriental.
“Biar saya
bawa saja mbak…”, aku menawarkan bantuan untuk membawakan tas Agnes. “Panggil
Agnes saja…”, balas Agnes sambil menyodorkan tas bawaannya. Kami pun segera
menuju mobil. Herman dan Agnes terlihat akrab sekali, bahkan Herman menggendong
Chelsea layaknya ayah menggendong anaknya. Dalam perjalanan mereka pun terus
bercerita, ternyata sebelumnya Herman pergi ke Singapura bukan untuk liburan,
melainkan untuk menemui Agnes. Dan ternyatanya lagi, sejak hadirnya Herman di
sana, Agnes malah banyak mengalami masalah, ia harus bercerai dengan suaminya
dan pulang ke Indonesia.
Aku ingat
cerita Herman dahulu kala, Agnes pernah dijodohkan dengan seorang pria kaya,
sehingga memicu api cemburu Herman. Dan semua itu membutakan Herman, ia bersama
teman-temannya, kalau tidak salah bersama Tono, Eko, Budi, Marwan dan Iskandar,
mereka semua mengeroyok pria yang akan dijodohkan dengan Agnes itu. Selain itu,
mereka juga menculik Agnes lalu diperkosa secara bergiliran. Bukan hanya itu,
hanya karena perjodohan, watak Herman menjadi rusak, menjadi perokok dan
peminum. Yang ujung-ujungnya, Agnes harus meninggalkan Indonesia untuk
melupakan masa kelamnya.
Aku terkejut
karena tiba-tiba mobil yang aku kendarai oleng. Apalagi sedari tadi aku
memikirkan kisah Herman yang membuatku tidak begitu konsen di jalan. “Ada apa
man?”, tanya bos Herman yang duduk di belakang bersama Agnes dan Chelsea. “Ga
tau bos, kayaknya kempes…”, aku pun menepikan mobil.
“Sial, ban
bocor bos kena paku…”, aku menyampaikannya kepada Herman, ia pun keluar untuk
melihat. “Waduh, mana jalanan sini sepi…”, kata Herman. “Biar gue telpon yang
lain untuk jemput saja bos…”, saranku. Tapi belum sempat mengambil hp di saku
celanaku, sebuah mobil box menghampiri kami. Dua orang keluar dari mobil box
itu sambil membawa senjata api. “Ayo ikut!!”, perintah mereka sambil
mengarahkan senjata api mereka. Yang satunya pun membuka pintu mobil dan
menyeret Agnes dan Chelsea keluar dari mobil. Mungkin paku yang menusuk ban
juga adalah ulah mereka yang sudah terencana.
“Mau apa
kalian?!”, teriak Herman mencoba melawan. ‘BUKK’ pukulan keras ke pipi Herman
dengan menggunakan gagang senjata api. Aku tidak berani melawan selain tubuh
dua orang itu yang besar berotot dan membawa senjata api, aku juga khawatir
keselamatan Herman, Agnes dan Chelsea. Kami pun dipaksa naik ke dalam box, bau
sekali dan pengap, walaupun box isinya kosong, tapi sepertinya sering digunakan
untuk mengantar entah barang apa.
Pintu box
pun ditutup. Herman mencoba menenangkan Agnes dan Chelsea yang mulai ketakutan
dan menangis. “Hp tertinggal di tas…”, kata Agnes yang ingin menghubungi
bantuan. Untung saja hp ku selalu taruh di saku celana. “Biar gue telpon yang
lain…”, kataku. Keadaan box sangat gelap, nyala hp menjadi satu-satunya
penerangan di sini. “Ton, kami diculik… Ga tau mau dibawa ke mana… Mobil box
warna kuning…”, belum selesai berbicara dengan Tono melalui hp, tiba-tiba
sambungan terputus. “Damn! Pulsa habis…”, aku kesal sambil membanting hp.
Herman pun sudah mulai gelisa. Ia mendekati pintu box, memukul-mukul dan
berteriak.
Percuma saja
yang dilakukan Herman, mobil box malah bergoyang-goyang kuat, sepertinya sopir
itu membawanya dengan kecepatan tinggi. Aku dan Herman pun kemudian menyusun
rencana, untuk melawan ketika pintu box di buka. Agnes dan Chelsea juga disuruh
bersiap-siap agar bisa segera kabur bila kami berhasil melumpuhkan dua pria
besar itu.
Mobil box
pun terasa melambat, sepertinya sudah mendekati tujuan, padahal sudah hampir
sejam-an kami menunggu. Saat pintu dibuka, astaga, sangat terkejut sejali dengab
sambutan dibalik pintu box. Kaki ku serasa kaku tak mampu bergerak melihat
belasan orang berbadan kekar mengarahkan senjata api dari luar sana sehingga
tak mungkin bagi kami untuk melawan. Agnes dan Chelsea pun kemudian menangis
dengan kencang melihat keadaan seperti ini.
Entah siapa
mereka dan apa tujuan mereka menculik kami. Kami pun kemudian diseret keluar
dari box dan dibawa ke sebuah ruangan yang gelap dan penuh dengan kotak-kotak
kayu. Kami semua diikat secara terpisah. Kemudian orang-orang berbadan besar
itu pun keluar dari ruangan tanpa mengatakan apapun. Aku lihat Herman juga
tidak berkutik, kami diikat dengan kuat di tiang-tiang dekat dinding.
“TOOLLLOOOONNNNGGGGGG……..”,
teriak Agnes mencoba mencari bantuan, siapa tahu ada yang mendengarnya. Namun
sepertinya usaha Agnes percuma saja, ruangan ini tertutup sangat rapat,
sehingga menjadi kedap suara. Chelsea malah menangis hingga pingsan. Agnes
melihat keadaan adaknya menjadi terdiam dan kemudian kembali menangis.
Tak lama
dari itu pintu terbuka, sebuah sosok pria masuk ke dalam ruangan, kucoba liat
dengan jelas, tapi aku tidak mengenalinya. “Aleexxx……”, seru Herman terkejut
melihat sosok pria itu. “Apa mau mu Lex?!”, sambung teriakan Agnes. “Hahahaha,
akhirnya kita reunian juga ya… Sudah bertahun-tahun aku menunggu kesempatan
ini…”, kata Alex. Ia berjalan mendekati Herman, ku lihat sebenarnya wajah Alex
ganteng sekalu, kulit putih oriental pun menambah nilai plus, hanya disayangkan
ada goresan di pipinya seperti di film kartun samurai x. “Ingat dengan goresan
ini?…”, tanya Alex kepada Herman sambil menunjukkan goresan di pipinya itu.
Belum sempat menjawab, Herman langsung ditinju di perutnya, “Arghhh….”.
Alex
kemudian membuka pakaiannya, seluruh tubuhnya penuh goresan, apa ini juga
akibat dari perbuatan Herman? Sungguh kejam sekali masa lalu Herman. “Lihat!
Semua yang terbekas olehmu!!!” teriak Alex yang kemudian langsung menendang
Herman. Ia membuka seluruh pakaiannya hingga bugil. “Gara-gara kalian, aku
menghabiskan hidupku di lembah kelam… Bergaul dengan penjahat agar suatu hari
datang kesempatan seperti ini…”. Aku sangat terkejut, padahal ceritanya dulu
Alex adalah orang yang berpendidikan, hanya karena perbuatan tidak
menyenangkan, telah membuatnya berubah 180 derajat. Kulihat Herman meneteskan air
mata, sepertinya ia sangat menyesali perbuatannya.
“Maafin aku
Lex…”, Herman meminta maaf pada Alex. “Hahaha, maaf?”… ‘BUKK’ sekali lagi
Herman mendapatkan tinjuan namun kali ini mengarah ke wajahnya. “Kau pikir maaf
itu bisa memperbaiki semua? Mengembalikan masa laluku? Mengembalikan keadaan
tubuhku? Hahahah…”, Alex lalu tertawa terbahak-bahak. Darah terlihat menetes
keluar dari mulut Herman. “Kau boleh balas aku, tapi tolong lepasin mereka…”,
pinta Herman. “Hahaha, aku sudah terlanjur begini… Kenapa harus berbaik
hati?…”, jawab Alex.
Alex kemudian mendekati Agnes, “Hallo, mantan calon istriku…”, sambil memegang dagu Agnes. “Tolong lepasin kami Lex…”, Agnes memohon sambil meneteskan air mata. “Hahaha, semudah itu kah memohon padaku?”, balas Alex dengan raut wajah sedikit kesal. “LEX!!! Gue bakal kasih lu duit berapa pun yang lu mau!” teriak Herman mencoba menawar. “Hey, gue gak perlu duit lu, BEGO!”, jawab Alex ketus. “Lepasin kami Lex…”, Agnes kembali memohon. Sedangkan aku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan aku tidak tahu harus berbuat apa, ini permasalahan antara mereka, tapi seharusnya aku membantu Herman, namun dengan kondisi terikat begini, sama juga sia-sia kalau aku berontak. Apalagi aku tahu perasaan Alex bagaimana, tubuhnya yang telah ditorehkan bekas-bekas yang tidak akan hilang untuk selamanya itu, tentunya akan diingatnya hingga akhir hayat.
Alex kemudian mendekati Agnes, “Hallo, mantan calon istriku…”, sambil memegang dagu Agnes. “Tolong lepasin kami Lex…”, Agnes memohon sambil meneteskan air mata. “Hahaha, semudah itu kah memohon padaku?”, balas Alex dengan raut wajah sedikit kesal. “LEX!!! Gue bakal kasih lu duit berapa pun yang lu mau!” teriak Herman mencoba menawar. “Hey, gue gak perlu duit lu, BEGO!”, jawab Alex ketus. “Lepasin kami Lex…”, Agnes kembali memohon. Sedangkan aku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan aku tidak tahu harus berbuat apa, ini permasalahan antara mereka, tapi seharusnya aku membantu Herman, namun dengan kondisi terikat begini, sama juga sia-sia kalau aku berontak. Apalagi aku tahu perasaan Alex bagaimana, tubuhnya yang telah ditorehkan bekas-bekas yang tidak akan hilang untuk selamanya itu, tentunya akan diingatnya hingga akhir hayat.
Muka Alex
mendekati muka Agnes, ia terlihat menciumi aroma wajah Agnes yang harum.
Tubuhnya yang sudah bugil menunjukkan penisnya yang mengeras. “Hmm, harum
sekali kamu Nes… Jadi ingin ku kentot…”, dengan senyum yang bringas kemudian
Alex berusaha menciumi Agnes. “BAJINGAN KAU LEX!!!” teriak Herman sekuat
tenaga, tapi sama sekali tidak dihiraukan oleh Alex. Ia terus menciumi kening,
pipi, leher, dan bibir Agnes yang tak bisa berontak karena terikat.
Herman terus
berteriak mencaci maki Alex, tapi Alex malah semakin brutal menciumi Agnes, ia
pun memberikan cupangan di leher Agnes hingga memerah. “Aku akan bunuh anakmu
kalau kamu tidak melayaniku!”, ancam Alex kepada Agnes sambil melihat ke arah
Chelsea Olivia yang tengah tertidur. Agnes hanya menangis tak bisa menjawab,
Herman pun kemudian kembali memohon, “Lex, ini salah gue, bukan salah mereka…
Lu boleh siksa gue, tapi jangan kepada mereka…”. Aku melihat Herman meneteskan
air mata, ia pasti sangat menyesal sekali dengan perbuatannya yang dulu.
Alex tak
menghiraukan Herman, baginya inilah hukuman yang pantas Herman dapatkan,
melihat Agnes disakiti tentunya merupakan pukulan berat bagi Herman. Melihat
kondisi ini, penisku pun mengeras, aku yakin Alex sudah pasti ingin menikmati
Agnes. Alex kemudian melepaskan ikatan Agnes, “Ingat, nyama mereka semua ada
ditanganku…”, Alex kembali mengancam. Agnes terlihat pasrah, ia menangis dan
gemetaran, tanpa perlawanan kemudian pakaiannya pun dilucuti Alex hingga lepas
semua.
Sungguh
indah tubuh Agnes walaupun dadanya tidak begitu besar dan postur tubuhnya tidak
begitu tinggi, tapi lekukan tubuhnya yang langsing dan seksi dibarengi kulit
yang putih mulus terlihat sungguh indah. Tidak heran, Agnes diperebutkan
seperti ini, bahkan aku sendiri hampir tidak bisa menahan, penisku sudah tidak
tahan, aku terus menelan ludah melihat indahnya tubuh seksi Agnes.
“LEPASIN
AGNES LEX!!!” Herman terus berteriak, “BAJINGAN!” semua teriakan Herman tidak
digubris Alex. Agnes gemetaran lalu dipeluk Alex, “Tenang saja Nes, nanti juga
lu senang… Lagian kalau dulu si ‘anjing’ tidak memisahkan kita, mungkin kita
sudah menjadi suami istri yang berbahagia…”, Alex mencoba menenangkan Agnes.
‘Anjing’? Apa maksud dia adalah Herman? Berarti Alex benar-benar sudah dendam
sekali dengan Herman. Alex lalu kembali berciuman dengan Agnes sambil memeluk
erat dirinya. “Layani aku sebentar saja Nes, mereka akan baik-baik saja…”,
kembali Alex mengingatkan posisi kami semua. Tanpa perlawanan Agnes pun diciumi
tanpa berhenti.
Herman masih
terus berteriak, namun suaranya sudah sedikit serak. Sedangkan Alex sudah
menciumi hingga ke bagian dada Agnes. Dadanya yang tidak begitu besar namun
putih itu terus diciumi dan diremas-remas oleh Alex. Lalu ia pun sudah memulai
menyedot puting susu Agnes, memilin-milinnya hingga Agnes terlihat kegelian.
Aku sedikit malu melihat aksi Alex, karena aku seharusnya tidak melihat adegan
ini untuk menghormati bosku, Herman, namun pemandangan langka ini tidak boleh
ku lewatkan. Terus menelan ludah menahan penisku yang mengeras, kulihat Herman
sudah tak bersuara, ia mulai lelah akibat teriakannya.
Puas
menikmati susu Agnes, Alex pun kemudian meminta Agnes berjongkok, sudah tahu
apa niat Alex, ia mengarahkan penisnya ke muka Agnes, ia bermaksud menyuruh
Agnes menyepong penisnya. Awalnya Agnes terlihat ragu, ia hanya memainkan penis
Alex dengan tangannya. Alex menjambak rambut Agnes agar Agnes tidak ragu
menyepongnya. Adegan selanjutnya Agnes sudah terlihat terbiasa menyepong penis
Herman, bahkan kulihat gaya Agnes sudah sangat profesional, tidak heran karena
pengalamannya yang sudah menjadi seorang istri. “Man, lihat ini… Hahahaha…”,
Alex tertawa terbahak-bahak, ia senang mengolok Herman. Ku lihat Herman tidak
mampu bersuara, ia ngos-ngosan kecapekan.
Beberapa
lama setelah itu, Alex sudah ingin ke tahap selanjutnya. Ia menarik rambut
Agnes agar mengikutinya. Agnes diseret hingga ke depan, lantai yang hanya
beralas kardus-kardus bekas. Alex kemudian berbaring terlentang, Agnes ditarik
agar menjongkok. Alex meminta Agnes melayaninya dengan gaya WOT. Adegan yang
aku tunggu-tunggu telah tiba, ku lihat Herman tidak mau melihat lagi, ia
menundukkan kepalanya untuk tidak melihat perlakuan Alex terhadap Agnes, Herman
sudah sadar usaha berteriaknya hanya sia-sia, sedangkan Chelsea masih tertidur
pulas.
“Oh… Andai
kau jadi milikku Nes…”, desah Alex menikmati penisnya dikocok vagina Agnes.
Alex meremas dada Agnes sambil berbaring, Agnes hanya menaik turunkan tubuhnya
dengan mata yang tertutup, entah apa yang ia rasakan, kulihat antara sedih tapi
menikmati. “Tapi semua sudah telat Nes… Hidupku sudah berubah…”, kata Alex.
Beberapa
puluh menit kemudian terlihat Agnes sudah sedikit lelah, Alex kemudian coba
bangkit memeluk Agnes dan menekannya ke bawah hingga Agnes terlentang, sekarang
gantian Alex yang berada di atas. Sambil menggenjot vagina Agnes, Alex kemudian
mengulum susu Agnes. Dari sini terdengar jelas desahan Agnes yang merintih
keenakan. Walaupun matanya tertutup karena malu diperlakukan begini, namun aku
yakin dia telah menikmati sensasi seks ini. Badannya terus bergoyang mengikuti
irama sodokan penis Alex di vaginanya. Permainan mereka pun berlangsung cukup
lama, hingga Alex mencapai ejakulasi, ia membiarkan penisnya menyemprotkan
sperma di dalam vagina Agnes. Agnes berusaha mendorong tubuh Alex, “Jangan
Lex…”, Agnes memohon sampai menangis, namun Alex memelukknya dengan erat sampai
beberapa menit hingga penisnya mulai mengecil dalam vagina Agnes. Agnes pun
menangis lebih keras, sperma Alex sudah memenuhi liang vaginanya. “Thanks
Nes…”, kata Alex lalu menarik keluar penisnya, ia tersenyum gembira, ini adalah
kemenangannya. Herman tidak berkutik dipermalukan seperti ini.
Alex
kemudian bangkit dan menjauhi Agnes, ia pun keluar dari ruangan ini. Agnes
masih terbaring lemah sambil menangis. Aku tahu Agnes sudah menderita dan
Herman juga sudah frustasi dengan keadaan ini, akhirnya aku buka mulut, “Nes,
ayo bangkit Nes… Lepasin kita…”, aku berteriak pelan agar Alex tidak
mendengarnya, “Kita harus kabur dari tempat ini…”, aku berharap Agnes bisa
bangkit dan dan melepaskan ikatan kami.
Mendengar
masukanku, Agnes kemudian coba berdiri, walaupun badannya lelah tapi ia terus
berusaha, ia pun berdiri dan menghampiri kami, dengan berjalan terhuyung-huyung
ia menuju ke arah Chelsea. Itulah yang memotivasinya untuk keluar dari tempat
ini, dengan air mata yang masih menetes, ia melepaskan ikatan Chelsea. Anaknya
itu masih terlelap, sehingga Agnes membiarkannya sejenak berbaring di dekat
sana, lalu ia menghampiri Herman untuk melepaskan ikatan Herman. Herman
terlihat masih menundukkan kepala, ia menyesal telah menyeret Agnes ke dunia
yang begitu kejamnya.
Selesai
melelaskan ikatan Herman, ia lalu mendekatiku untuk melepaskan ikatanku.
Tubuhnya kulihat dari jarak dekat membuat penisku terus mengeras ingin
melampiaskan gejolak. Dadanya putih sekali, ingin rasanya aku lumat. ‘BRAKKK’
suara keras tiba-tiba membuyarkan imajinasiku. Agnes pun berhenti melepaskan
ikatanku, matanya lalu tertuju ke arah pintu. Gila, belasan pria berbadan besar
tadi memasuki ruangan ini. “Ayo Nes, lepasin aku…”, pintaku. Namun sebelum
Agnes berhasil melepaskan ikatanku, seorang pria hitam besar berlari lalu
menjambak rambut Agnes, lalu ia menariknya ke arah mereka. Semua kemudian
mengerumuni Agnes, melihat demikian Herman lalu berlari ke arah mereka berusaha
menyelamatkan Agnes. Namun apa daya, selain kalah postur tubuh, Herman juga
kalah jumlah. Ia dipukuli pria-pria besar itu, ditendang hingga Herman tersungkur
dan tak sadarkan diri. Sungguh malang sekali nasib mereka, karena sebentar lagi
Agnes diharuskan melayani pria-pria besar itu. Satu, dua, tiga… delapan belas,
iya tidak salah hitunganku, mereka berjumlah delapan belas orang.
Mereka lalu
melepaskan pakaian mereka masing-masing. Mereka terlihat sangat bringas, Agnes
ditampar dan digerayangi. Tak mau menunggu lama, mereka pun bergiliran
menikmati Agnes yang tak berdaya. Satu pria dengan penisnya yang besar langsung
menusukkan ke arah vagina Agnes, yang lain hanya meremas susu Agnes, satunya
lagi menancapkan penisnya ke mulut Agnes yang mungil. Agnes menangis ketakutan,
“Hiks hiks hiks…”. Berjam-jam mereka tidak berhenti menikamti Agnes, secara
non-stop bergiliran menggenjot vagina Agnes. Mereka pun tidak segan berlaku
brutal, rambut Agnes dijambak, payudaranya ditampar, bahkan vaginanya ditusuk
tanpa henti bukan hanya dengan penis mereka melainkan tongkat baseball yang
mereka bawa sebagai senjata.
“Perek ini
bening sekali ya…”, kata mereka. “Bagus habis ini kita jual saja…”, sambung
yang lain. “Iya, pasti laku nih…”, lanjut yang lainnya. “Oh ya, lihat tuh anak
perempuannya sudah bangun…”, kata yang lain melihat Chelsea sedikit bergerak
karena terbangun. Apa yang akan terjadi dengan Chelsea? Apalagi kalau ia
melihat kondisi ibunya seperti itu. “Hey, lu kan doyan anak-anak…”, olok salah
satu pria ke pada satu pria lainnya. Pria itu terlihat mempunyai kelaianan, ia
kemudian bangkit dan mendekati Chelsea. “Jangaannnnn……..”, Agnes mencoba
memohon, ia terlihat tak mampu lagi ber teriak.
Pria besar
yang mendekati Chelsea itu lalu menarik Chelsea, anak itu kaget lalu menangis,
“Mamaaaa….”, teriaknya. Kasihan sekali, anak perempuan yang masih kecil itu
sebentar lagi akan dinodai. Herman masih pingsan, dan aku terikat erat di sini
tak mungkin menolong, namun walaupun aku tidak terikat, aku juga tak mungkin
mampu menolong. Yang aku lakukan hanya bisa coba memohon, “Hei, dia masih
anak-anak… Teganya kalian… Coba kalian bayangkan kalau itu terjadi pada anak
kalian?!…”, aku coba menyadarkan mereka. Namun pria itu tidak menggubris, ia
menangkap Chelsea lalu menarik koyak baju Chelsea.
Pria yang
mengerumuni Agnes malah marah padaku, “Hey, bisa diam ga lu?! Atau mau gue
bunuh?!”, ancamnya membuatku langsung terdiam. “Jadi orang gak usah munafik!”,
sambung satu temannya. Kemudian salah satu dari mereka mendekatiku dan meremas
kelaminku, “Wah, otongnya keras, dia konak broooo….”, teriaknya kepada
kawan-kawannya. “Hahaha, gak usah munafik, nih kita kasih jatah…”, sambut
kawannya langsung menyeret Agnes ke arah ku. Pria yang tadi meremas penisku
langsung membuka resleting celanaku, ia menarik keluar penisku, “Ayo kulum…”,
mereka meminta Agnes mengulum penisku. Entah apa yang kurasakan lagi, semua
gelora berkecamuk dipikiranku, ku alihkan pandangan ke arah Chelsea, ternyata
anak perempuan itu masih menangis dengan kondisi tubuhnya yang sudah bugil
tanpa satu helai pakaianpun, dada nya rata, ia hanya anak berumur sekitar tujuh
tahunan, sunggub bajingan mereka.
Tak bisa
berpikir lebih lanjut, tiba-tiba penisku terasa hangat, Agnes dengan terpaksa
mengulum penisku dengan posisi di-’doggie’ oleh pria berbadan besar penuh
tatto, pria lain memegabgi Agnes agar ia tidak lelah dengan posisinya, yang
lain sambil meremas-remas susu Agnes. Sedangkan satu pria keluar dan kemudian
kembali dengan membawa seember air penuh, “Gue mau liat reaksi pria ini…”, ia
lalu menguyurkan air itu ke arah Herman, membuat Herman tersadar dari
pingsannya.
Pria itu
menarik bangkit Herman, “Liat jing! Wanita yang lu cintai… Sedang melayani
kami, bahkan melayani temanmu sendiri…”, ia memaksa Herman memandang ke arah
kami. Aku sangat tidak enak, aku menggelengkan kepala, entah apalagi yang
dirasakan Herman kemudian. Ia menangis tanpa mau melawan, pria itu lalu mendorongnya
jatuh. Namun ketika Herman memandang ke arah Chelsea yang sedang dipeluk satu
pria, Herman terlihat marah, ia bangkit dan mau melawan, kemudian ia tetap
dilumpuhkan dengan tendangan pria yang tadi menyiramnya. “Lu nonton aja!!”,
kata pria itu masih menendang Herman agar Herman tidak melawan.
Aku telah
merasakan nikmat duniawi, penisku benar-benar nyaman diemut oleh Agnes. Sungguh
hangat penisku berada di dalam mulutnya, Agnes hanya menangis dan mengikuti
perintah. Dengan gaya doggie, Agnes terus menyepong penisku tanpa henti,
sedangkan pria-pria yang men-doggie nya sudah silih berganti. Dan sebentar lagi
aku juga akan mencapai tahap ejakulasi, kurasakan nikmat mencapai ujung penis,
akhirnya aku pun menyemprotkan sperma ke dalam mulut Agnes.
“Bajii…
nggaannnnn….”, Herman tak mampu melawan, ia hanya bisa terus tersungkur karena
dipukuli pria tadi. Kami hanya bisa melihat adegan ini tanpa perlawanan. Yang
paling menyedihkan adalah nasib Chelsea, ia sudah terlihat pingsan karena tak
mampu menahan rasa sakit ketika vaginanya ditembus penis jumbo pria berkelainan
seks itu. Pria tersebut terus mengenjot anak Agnes yang masih kecil. Chelsea
memang terlihat cantik, kalau sudah besar pasti akan menjadi pujaan lelaki,
tapi sangat disayang hidupnya telah hancur seperti ini. Rambutnya yang panjang
dan hitam terus dibelai pria itu, bibirnya yang mungil dilumat, lalu juga ke
arah susunya yang rata, kulitnya putih sehingga bekas cupangan sangat terlihat
jelas.
Sedangkan
nasib Agnes masih belum berubah, walaupun ia sudah selesai menyepong penisku,
kini ia diharuskan menyepong penis milik pria lainnya. Entah sudah berapa pria
yang telah menggilirnya, tapi permainan ini sama sekali belum berakhir, apa
mereka akan menawan kami sampai waktu yang cukup lama? Apa yang akan terjadi
selanjutnya? Apa kami akan dibunuh? Aku tak mampu memikirkannya lagi, sekarang
aku hanya menyaksikan adegan ‘live’ yang sangat seru.
Kini kulihat
Agnes berada di atas salah satu pria yang berbaring dilantai, pria itu kemudian
memeluknya dengan cukup erat sehingga pantatnya sedikit nungging. Dengan vagina
yang masih tertancap penis, salah satu pria mendekati Agnes dan ingin melakukan
aksi anal. Tak mau lama-lama, pria itu dengan cepat dan kasar menusukkan
penisnya ke lubang anus Agnes. “Argggghhhhhhh!!!!….”, teriak Agnes. Kini lubang
vagina dan anusnya telah tertancap penis, giliran mulutnya yang akan disumpal
penis pria lainnya. Aku tidak tega melihat Agnes mengejang kesakitan seperti
itu, tubuhnya mungil tampak terlihat seperti sedang berada dalam genggaman para
monster.
Lama sekali
mereka menggenjot Agnes, lalu kualihkan pandangan ke arah Chelsea, ia masih
terus digenjot pria tadi. ‘Apa enaknya?’ pikirku dalam hati, kok pria itu
sangat menikmati, menggenjot tubuh seorang anak kecil dan melumat susu yang rata.
Sungguh bajingan yang berotak gila, sifatnya tak jauh dari sifat temanku, Tono,
yang mempunyai kelainan seks juga.
‘BUKKK!’
suara tendangan yang sangat keras mengarah ke perut Herman. Ternyata Herman
masih mencoba bangkit untuk menyelamatkan Chelsea. “Lu ini gak tau diuntung
ya?! Syukur-syukur kalian gak kami bunuh…”, kata pria yang menendang Herman
itu. “Hahaha, apa dia juga mau nyicip anak ini?”, gurau pria yang sedang
menggenjot Chelsea. “Tenang saja, tar kalo gue dah puas, lu bole nikmatin juga
kok…”, sambungnya yang semakin membuat Herman marah. Masih beberapa pukulan dan
tendangan mengenai Herman, mulutnya sudah mengeluarkan darah, matanya pun
bengkak sebelah.
Agnes sudah
mulai tidak sadarkan diri, sekarang hanya satu pria yang memperkosanya, sedangkan
pria lain sudah puas mendapatkan giliran. Tubuh Agnes penuh dengan cupangan,
wajahnya belepotan dengan sperma, bahkan masih ada beberapa tetes yang mengalir
keluar dari mulutnya. Setelah berhasil berejakulasi di dalam vagina Agnes, pria
itu pun kemudian mencabut penisnya, terlihat jelas sperma menetes keluar dari
lubang vagina Agnes. Kemudian pria itu membopong tubuh Agnes dan dilemparkan ke
arah Herman. “Nes…”, seru Herman ketika tubuh Agnes didekatnya, Herman lalu
memeluknya dan coba membuatnya terjaga.
“Woi! Gue
bukan suruh lu pelukin dia!”, kata satu pria, lalu pria lain pun menyambung,
“Kami mau liat lu ngentot sama tuh perek!”. Herman lalu melotot ke arah mereka,
seakan tidak percaya betapa malang nasib Agnes. “Napa? Mau lawan? Atau biar
kami telpon kawan kami yang lainnya lagi biar lebih rame lagi ngentotin tuh
perek?”, ancam satu pria.
Herman lalu
memucat wajahnya, pelan-pelan akhirnya ia membuka bajunya. “Kalau gak mau, tar
kita kentot tuh anak juga…”, tambahnya mengancam. “Bole bro, gue dah selesai
ne…”, kata pria yang memperkosa Chelsea. Tubuh Chelsea yang lunglai
ditinggalkan begitu saja dengan vagina yang berdarah karena koyak ditembus
penis besar, sekitarnya terlihat cairan sperma yang tertinggal. Herman tak
berkutik, ia hanya bisa menuruti kemauan pria-pria itu, Herman mulai menggenjot
Agnes yang sedang pingsan. Sinar cahaya air mata terlihat dari wajah Herman, ia
terus menangis sambil menyetubuhi Agnes. Malang sekali, pria-pria jahanam itu
malah bersorak-sorai, mereka pun kembali mengenakan pakaian mereka sambil
mengawasi tingkah laku kami.
Akhirnya ku
lihat Herman mengejang, ia sudah berejakulasi dan menyemprotkan spermanya ke
dalam vagina Agnes. “Hebat! Lu ternyata juga doyan ma perek ini… Hari ini kami
jual gratis, lain kali mesti bayar loh…”, ejek pria bertubuh gede itu. Aku
hanya diam dan menundukkan kepalaku. “Hei, lu mau ga? Gratis loh…”, seru pria
itu ke arah ku, aku pun langsung diam dan berpura-pura tertidur. “Biarin aja
bro, anggap aja dia lagi ga mujur, hahahaha…”, olok kawannya mengira aku sudah
tertidur. Aku hanya pura-pura tertidur, namun aku masih jelas mengetahui
aktivitas mereka. Mereka terus berbicara sambil merokok, mengawasi kami dengan
cermat.
“Yuk
cabut…”, aku mendengar ada pria yang berkata demikian, aku tidak berani mengangkat
kepalaku, ku biarkan hingga ku dengar pintu terbuka dan tertutup kembali. Saat
ku angkat kepalaku, ruangan sudah tidak ada mereka, sebelah kiri hanya ada
Chelsea yang tertidur pulas, sedangkan depanku ada Herman yang juga tertidur
memeluki Agnes. Kondisiku yang cukup baik, walaupun terikat tapi setidaknya aku
tidak disiksa mereka, malah mendapat sedikit kenang-kenangan, dengan kondisi
terikat, penisku masih bergelantungan di luar celana yang resletingnya terbuka.
Menunggu
cukup lama, akhirnya aku pun tertidur. Dan suara gaduh kemudian membangunkanku,
dengan mata sayup-sayup ku coba melihat keadaan sekitar. Sedikit lega, aku
melihat ruangan ini ramai dengan polisi, mereka lalu mengevakuasi Herman, Agnes
dan Chelsea. Kemudian salah satu polisi mendekatiku dan melepaskan ikatanku.
Beberapa polisi terlihat menggeledah kotak-kotak yang ada di ruangan, ternyata
isinya adalah botol-botol bir, dan beberapa memasang garis polisi. Kami pun
dibawa ke mobil mereka dan meminta kami menjelaskan apa yang terjadi di kantor
polisi.
Aku masih
sedikit pusing, tapi sesampai di kantor polisi, ku lihat Herman dengan lancar
menceritakan apa yang terjadi, walaupun wajahnya masih bengkak di mana-mana.
“Pokoknya Alex harus ditangkap! Berapapun akan aku bayar!”, Herman menegaskan.
Sedangkan Agnes dan Chelsea dibawa ke rumah sakit untuk divisum. Aku pun
dimintai beberapa kesaksian, dan aku menceritakan semuanya yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar