CERITA DEWASA - Namaku adalah Arif (samaran) adalah
siswa salah satu SMA negeri ternama di kotaku di provinsi. Aku sudah lama
naksir sama cewek SMA tetangga, yah sebut saja Ira (samaran men, untuk menjaga
nama baik). Anaknya cantik, banyak yang naksir sama dia, cukup populer juga
disekolahnya. Sebenarnya, aku belum berani ngungkapin perasaanku ke Ira,
boro-boro nembak, mau sms aja aku sudah gemetaran. Hahaha…maklum bro, aku ada
masa lalu yang pahit, jadi trauma mau ndeketin cewek.
Lalu, aku punya sahabat namanya
Rangga dan Tama, merekalah yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah kalau
menyangkut masalah Ira.
Suatu hari, saat disekolah sedang
tidak ada pelajaran, aku keluar kelas, mendengarkan lagu menggunakan headset
sambil melamun tentang Ira. Aku begitu terbawa dengan lamunanku sehingga tanpa
sadar, Rangga dan Tama sudah berdiri di sebelahku.
”Woy, kamu lagi ngapain heh!
Kesambet ntar loh!”, Rangga memukul punggungku menggunakan buku ekonomi yang
tebalnya 200 halaman. Sontak aku loncat berdiri.
”Heh setan, kamu pengen aku mati
jantungan?!” semprotku.
”Apa lah Rif? Mesti lagi mikirin
komandan yah? Hahahahaha” Tama ngikut percakapan kami. Aku dan Tama biasa
menyebut Ira dengan call-sign “komandan”.
“Alaaaa….Ira mulu dipikirin. Kafe
Blabag yuk! Laper neh coy!”, Rangga menyahut.
”Gak! Ogah! Gak ada duit!”, jawabku
sinis.
”Hah? Tam, rika percaya?” ,tanya
Rangga ke Tama dengan logat Jawa-nya yang kental.
”Ora..ora..bocah kaya iki koh.”
,jawab Tama dengan aksen yang tak kalah kental
Rangga dan Tama adalah anak pindahan
dari daerah apa lah namanya. Mereka sering bicara dengan bahasa ibu mereka.
”Laaah…pada ngomong apa sih?
Gunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar! Aku ga paham nih!” ,potongku
dengan ekspresi datar.
”Hahahahaha…makanya kalo guru ngajar
bahasa Jawa dengerin dong!”,tawa Rangga sinis.
”Udah lah, ikut aja yuk!
Cepetan…ntar kita traktir deh! Mumpung pak Junaedi gak ngajar! Bentar lagi juga
bel pulang kan?”, kata Tama sambil menarik tanganku.
Sebenarnya aku malas, tapi daripada
didepan kelas kaya orang ****, lebih baik ikut mereka, maka aku masuk ke kelas
dan keluar sambil membawakan tas Rangga dan Tama dan juga tasku sendiri. Kafe
Blabag terletak di persimpangan dekat sekolahku, Cuma butuh 5 menit jalan kaki.
Aku menggendong ranselku dengan malas. Memang, hari ini perasaanku tidak enak.
Setelah berjalan beberapa menit, tampaklah kafe Blabag dengan motor-motor pengunjung yang berderet rapi. Aku melihat ada satu motor yang sangat kukenal, darahku berdesir. Sekilas kulirik Tama dan Rangga, mereka seperti menahan senyum. Perasaanku semakin tidak enak. Kami pun masuk kafe, kulihat di bagian pojok kafe, ada beberapa cowok dan cewek. Semuanya masih memakai seragam SMA. Tidak ada seorangpun yang kukenal.
Setelah berjalan beberapa menit, tampaklah kafe Blabag dengan motor-motor pengunjung yang berderet rapi. Aku melihat ada satu motor yang sangat kukenal, darahku berdesir. Sekilas kulirik Tama dan Rangga, mereka seperti menahan senyum. Perasaanku semakin tidak enak. Kami pun masuk kafe, kulihat di bagian pojok kafe, ada beberapa cowok dan cewek. Semuanya masih memakai seragam SMA. Tidak ada seorangpun yang kukenal.
”Yo!”, sapa Rangga kepada salah satu
temannya.
”Yo! Kabur Ngga? Hahahahaha ”,sahut
temannya. Kalau nggak salah, namanya Setyo, anaknya tinggi besar, khas preman
terminal.
”Hei Luna. Udah lama nunggu?”,tanya
Tama kepada salah satu cewek yang (setahuku) ditaksir berat sama Tama. Kemudian
mereka ngobrol berdua.
Sejenak kemudian mereka semua sudah
ramai ngobrol ngalor ngidul gak karuan. Aku cuma duduk manis mendengarkan dan
sesekali tertawa kalau ada hal-hal lucu (gak ada yang kenal coy!). Aku melamun,
prasaanku masih tidak enak sewaktu lihat motor yang diparkir didepan tadi. Aku
yang tidak tahu apa-apa dengan polosnya memasang headset, menunduk dan sibuk
memilah-milah lagu dari HP ku. Setelah kutemukan lagu yang pas, aku menyetelnya
dan telingaku dipenuhi alunan musik favoritku, aku tersenyum dan menengadahkan
kepala.
Aku tercekat. Seakan-akan ada
seorang kuli bangunan veteran yang mencekikku. Di hadapanku Ira berdiri, kedua
tangannya dimasukan saku jaket. Dia menatapku sambil tersenyum, manis sekali.
Aku semakin megap-megap.
“Headsetan aja! Ntar budek loh!”,kata Ira sambil menyambar headsetku.
“Headsetan aja! Ntar budek loh!”,kata Ira sambil menyambar headsetku.
”Laporan dulu gih sama
komandanmu!”,Tama menyikut lenganku.
Entah kenapa, mungkin karena
terkesima dan kaget, aku hanya mampu berbicara dengan tidak jelas, “Haah?
Koman….dan? Haaaaahh?”,ucapku tak jelas.
Semuanya tertawa keras sekali,
Rangga tertawa sampai mengeluarkan air mata, dan Setyo memukul-mukul meja
sambil tertawa. Entah seperti hewan apa mukaku saat itu, setolol apa, aku tidak
tau, tapi yang jelas aku malu sekali. Aku tidak menyangka kalau Ira adalah
salah satu dari kelompok kami ini.
Kemudian aku ikut aktif ngobrol
bareng, ternyata mereka semua anak-anak yg baik & supel, ramah pula. Segera
saja aku mendapatkan tempat dalam kelompok ini.
Sejak saat itu, kami sering main
bersama dan aku mulai hafal anggota geng kami satu persatu. Aku jadi dekat
dengan mereka, dan karena mereka juga, aku jadi bisa mendekati Ira lebih jauh.
———————————————————————————-
Kami semua semakin akrab. Waktu itu kebetulan kami main bersama-sama.
Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di mall. Anak-anak cewek yaitu Angel, Ira, Luna dan Dian berencana melihat-lihat pakaian sementara aku, Tama, Setyo, dan Rangga akan melihat pameran gadget yang diadakan di lantai 5 mall tersebut. Kami berangkat menggunakan mobil Rangga yang cukup besar.
Kami semua semakin akrab. Waktu itu kebetulan kami main bersama-sama.
Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di mall. Anak-anak cewek yaitu Angel, Ira, Luna dan Dian berencana melihat-lihat pakaian sementara aku, Tama, Setyo, dan Rangga akan melihat pameran gadget yang diadakan di lantai 5 mall tersebut. Kami berangkat menggunakan mobil Rangga yang cukup besar.
Seperti kebanyakan cewek-cewek kota,
Angel, Luna dan Dian mengenakan kaos dan hotpants, namun Ira mengenakan kaos
dan celana jeans panjang. Memang Ira memakai kaos yang cukup tertutup namun
ketat dan dibagian dadanya agak longgar sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya
yang seksi dan belahan dadanya yang menantang.
Aku duduk disebelah Rangga yang
menyetir, sementara Angel, Luna, Dian dan Ira duduk berdesakan di bangku tengah
dan Setyo serta Tama duduk dibangku paling belakang.
Di mobil, anak-anak cewek sibuk
berkicau
”Eh Ira, kamu seksi banget deh…” celoteh Angel
”Eh Ira, kamu seksi banget deh…” celoteh Angel
”Iyaa…kesannya gimana gitu…hahahaha”
kata Dian dilanjutkan dengan tawa cewek-cewek lain.
Ira kelihatan salah tingkah dan
berusaha menutupi bagian dadanya yang agak terbuka.
”Ah masa sih…kaosku lagi di cuci semua…aku nggak tau kalo kaos ini kekecilan”
”Ah masa sih…kaosku lagi di cuci semua…aku nggak tau kalo kaos ini kekecilan”
Kemudian mereka meributkan masalah
lain, seputar kosmetik, trend fashion dan banyak hal tetek bengek lain yang
tidak penting bagi para cowok. Tama dan Setyo sedang sibuk membicarakan salah
satu handphone di majalah gadget yang dibawa Rangga. Aku pura-pura memainkan
handphone, walaupun aku sesekali melirik belahan dada Ira yang duduk di bangku
tengah namun berseberangan dengan aku. Aku menelan ludah.
Ketika hampir sampai di mall,
tiba-tiba hujan deras turun.
”Waaah…ujan nih, mana tempat
parkiran basement penuh lagi. Guys, cari tempat lain yuk…” ujar Rangga
”Wuuuu….nggak mau! Kan disana ada
pinjaman payung!” jawab anak-anak cewek kompak
”Oke…oke…whatever…hehehe” Rangga
tertawa ringan dan mengarahkan mobilnya masuk ke parkiran mobil yang ada di
tempat terbuka.
Setelah mobil kami diparkir, kami
turun dan berlari ke sebuah kanopi. Kebetulan saat itu ada 3 tukang parkir yang
akan kembali ke pintu masuk mall, mereka membawa 4 payung. Maka semuanya
meminjam payung dari ketiga tukang parkir tersebut. Aku dan Ira tertinggal
dibelakang. Aku melihat mereka semua menembus hujan menggunakan payung
sementara aku dan Ira hanya menatap mereka.
Sudah 5 menit berlalu, namun belum
ada orang yang menjemput kami.
”Lari aja yuk? Nggak sampai 100
meter inih” ucapku kepada Ira
Ira hanya mengangguk. Kami berlari
menembus hujan yang ternyata cukup lebat itu.
Ketika kami sampai di pintu masuk mall, kami sudah basah kuyup, tetapi aku tidak terlalu basah karena jaketku yang water-proof.
Ketika kami sampai di pintu masuk mall, kami sudah basah kuyup, tetapi aku tidak terlalu basah karena jaketku yang water-proof.
”Waduh…maaf ya…tadi tukang parkirnya
malah pergi nggak tau kemana” kata Rangga
”Iya. Kita mau minjemin payung buat
kalian malah mereka pergi. Mana payungnya dibawa semua lagi” Angel menggerutu
Aku mengangguk. Kulirik Ira, ia
kedinginan, tubuhnya basah kuyup. Gilanya lagi, karena kaosnya basah, maka
setiap lekuk tubuhnya yang indah tercetak jelas dan belahan dadanya kini lebih
terekspos. Aku menelan ludah melihatnya.
Kami melangkah masuk ke mall.
Kuperhatikan, setiap pasang mata disana memperhatikan belahan dada Ira yang
terlihat sangat mengesankan. Teman-teman yang lain tidak tahu karena mereka
berjalan di depan.
Ira mati-matian berusaha menutupi
dadanya, ia terlihat malu sekali dan tidak berani menatap orang-orang di
sekeliling kami, lebih parahnya lagi, ia menggigil. Aku kasihan melihatnya,
maka aku segera berlari ke counter minuman terdekat dan membeli segelas teh
hangat kemudian kembali kesampingnya.
”Nih…” aku menyodorkan teh itu
padanya
“Makasih Rif” jawabnya pendek. Ira
langsung meminum teh hangat tersebut, namun agak canggung karena ia juga harus
menutupi tubuhnya yang menjadi tontonan setiap orang di mall itu. Ketika ia
mengangkat lengan untuk meminum dari gelas tadi, lekuk buah dadanya sangat jelas
terlihat. Aku melotot melihatnya dan tiba-tiba ‘adik’ ku menjadi tegang, namun
cepat-cepat kusingkirkan pikiran kotor itu.
Aku merasa iba, maka kulepas jaketku
dan kupakaikan kepadanya lalu kurangkul tubuhnya. Terdengar seruan kecewa dari
berbagai penjuru ketika tubuh Ira yang eksotis itu tertutupi jaketku. Aku
menatap tajam kepada sekelompok cowok yang dari tadi tertawa-tawa sambil
menunjuk Ira, ketika mereka sadar bahwa aku sedang memelototi mereka, mereka
segera bubar.
Ira kaget melihat perlakuanku namun
tidak menolak. Ia menatapku, tatapan yang tidak akan pernah kulupakan.
Tatapannya menghujam begitu dalam, aku goyah.
Aku tidak kuasa menatap matanya
lebih lama, maka aku melepaskan pelukanku dari bahunya dan memperlambat
langkahku sehingga kini aku berada paling belakang. Aku malu, canggung dan
merasa tidak enak dengan perlakuanku.
Awalnya aku merasa bahwa Ira akan
marah besar kepadaku. Tetapi ternyata tidak, ia tetap bercanda denganku seperti
biasa, namun kadang-kadang kupergoki dia sedang melirik ke arahku. Deg-degan
juga, apa ini berarti ia ada perasaan kepadaku?
Suatu ketika, di kotaku ada acara
besar…perayaan apa gitu, aku tidak ingat. Teman-teman satu geng ku mengajakku
nonton pawai yang diadakan di alun-alun kota. Tetapi aku menolak, berhubung
hari ini aku ingin cepat pulang. Kebetulan rumahku jauh dari alun-alun dan
pusat kota. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya papasan dengan beberapa
orang, itu saja mereka sedang menuju ke alun-alun. Selebihnya, kota ini seperti
kota mati. Aku sangat heran, sebegitu meriahnya kah perayaan itu? Aku
mengendarai motorku dengan santai, ketika sampai di perempatan, kulirik lampu
lalu lintas; “Hijau, tancep cuy!”, pikirku. Di tengah-tengah persimpangan
tiba-tiba ada sebuah motor (Tiger kalo nggak salah) melaju ke arahku dengan
kecepatan tinggi, kelihatannya pengemudinya mabuk, tanpa helm, matanya merah
dan mukanya kusut, aku menginjak rem, tapi sepertinya dia sengaja membelokkan
motornya mengikuti gerakan motorku. Aku tercengang. Jarak kami tinggal 1 meter.
“Anjrit! Salahku apa sih?!”,umpatku
dalam hati.
BRUAAKK!!! Sempat kulihat aspal yang
menjauhi pandanganku dan…..PET! Semuanya gelap.
———————————————————————————
———————————————————————————
Hal pertama yang kurasakan adalah
nyeri dan dingin di lengan kanan.
”Ah…aku dimana? Perasaan tadi aku
tabrakan deh…apa aku udah mati?”,tanya ku dalam hati.
Kuberanikan diri membuka mata. Aku
sedang berbaring di sofa. Langit-langit yang putih, aroma parfum yang manis,
samar-samar kuingat bau parfum ini. Aku menoleh ke kanan dan kiri, kulihat
teman-temanku duduk didekatku satu persatu, Ade, Feby dan….Ira!! Nafasku
tertahan.
”Masih idup Rif? Hahahaha…”,canda
Feby kepadaku
”Mujur banget loh kamu, Cuma memar
di lengan doang! Motormu jadi rongsokan tuh dihalaman. Ga ada orang yang
nolongin, pas ketemu Ira. Tapi…masa cowok pingsan sih?”,Ade menimpali sambil
tertawa.
”Aduh! Loh kok pada disini?”,tanyaku
sambil meringis menyentuh lengan kananku.
”Tadi aku dijalan pulang liat kamu
lagi tidur di jalan, motormu ancur noh…jadi aku SMS Ade sama Feby, soalnya yang
lain pada kejebak macet…alun-alun macet total, pas banget si Feby sama Ade
belom berangkat, jadi mereka kusuruh kesini nolongin kamu”,jelas Ira panjang
lebar sambil mengompres memar di lengan kananku.
Oooh….jadi ini sensasi dingin yang
tadi kurasakan? Darahku berdesir…
”An angel speak to me…”,gumamku
lirih.
”Hah? Apa Rif? Kamu ngomong apa?
Pasti ngomong yang nggak-nggak nih! Dia ngomongin kamu loh Ra!”,cerocos Ade
dengan cepat sambil nyengir.
”Apa? Apa iya? Kamu ngomong apa hah
barusan?”,tanya Ira kepadaku.
”Ah nggak kok…nggak papa…gausah
dipikir…hahahahaha”,jawabku.
Feby melirik jam tangannya, kemudian
berkata, “Eh..eh…aku sama Ade pergi dulu yah? Uda di tungguin gebetan
neh..hehehe…malem minggu cuy…hahaha”.
”Ehem…tau lah…tau…yang masih
jomblo….”,sahut Ira sambil tertawa
”Cus yah men! Rif, nyetir yang bener
dong! Hahahaha…yuk Ra, duluan yah!”,ujar Ade sambil mengambil helmnya.
”Okeh men? Duluan ya!!”,kata Feby
sambil tersenyum. Entah kenapa aku merasa ada maksud lain dari senyuman Feby.
Ira mengantar Feby dan Ade keluar.
Kulihat HP Ira tergeletak di atas meja, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku
langsung mengambil HP itu dan membuka inbox nya. Aku kaget…ternyata sangat
banyak SMS yang isinya mengajak kenalan Ira, bahkan ketika aku sedang membaca
SMS itu, masih ada saja SMS yang masuk. Lalu kulihat sent messages nya…aku
tidak percaya dengan apa yang kulihat…Ira hanya membalas SMS ku dan teman-teman
se geng ku…dan yang paling banyak adalah balasan SMS untukku. Memang sejak
kejadian di kafe, aku dan Ira jadi sering SMS-an.
”Wawawawawawa……!!”,teriakku dalam
hati karena senang.
Beberapa detik kemudian, pintu
terbuka dan Ira masuk.
”Eh, Rif, kamu udah makan apa
bel………”,ucapan Ira tiba-tiba terpotong begitu melihatku tengah asyik memainkan
HP nya.
DEG!
Aku kaget setengah mati.
”Aduuhh…..****! ****!! Ntar bisa-bisa dia marah nih! Duuh..gimana yah?”,batinku panik.
Aku kaget setengah mati.
”Aduuhh…..****! ****!! Ntar bisa-bisa dia marah nih! Duuh..gimana yah?”,batinku panik.
”Udah makan belum kamu? Aku mau
bikin mie, kamu mau nggak?”,ucap Ira seraya merebut HP nya dari tanganku lalu
duduk di lantai di sebelahku. Kulihat dia mencoba menahan emosinya.
”Eh…euh….udah…aku udah makan
kok…..hehehe”,jawabku salah tingkah.
Keheningan yang tidak enak
menyelimuti kami. Aku dan Ira sama-sama panik dan salah tingkah. Akhirnya
kuputuskan untuk membuka percakapan.
”Eh…aku sekarang dimana nih? Dari
tadi aku mau tanya lupa-lupa terus”,tanyaku sekenanya
”Ini rumahku…kamu kecelakaan dekat
sini. Karena ga ada orang lain, jalan juga bener-bener sepi, makanya kamu
kubawa kerumah aja.”,Ira tersenyum canggung.
”Serius nih? Aku di rumahmu? Aku ga
enak woi sama keluargamu, aku kan cowok!”,ujarku dengan cepat.
”Gak apa-apa kok…semua lagi di toko,
jadi ga ada orang disini”,jawabnya lirih.
“Jadi…kita…cu..cuma..ber…berdu a di
sini?”,tanyaku terbata-bata.
Ira hanya mengangguk pelan, dia
menunduk kemudian menatap HP nya. Sekilas kulihat rona merah di wajahnya. Aku
mencoba duduk dan tidak mempedulikan lenganku yang memar.
”Eh, jangan duduk dulu!”,cegahnya
sambil memegangi tanganku.
Aku kaget, otomatis aku tatap
matanya. Kami berdua bertatap-tatapan lama. Matanya yang teduh menunjukkan
kedewasaan dan kasih sayang. Aku benar-benar speechless.
Memar di lenganku benar-benar tidak terasa. Beberapa detik kemudian Ira yang sadar duluan, dia tersipu.
Memar di lenganku benar-benar tidak terasa. Beberapa detik kemudian Ira yang sadar duluan, dia tersipu.
”Oh iya. Aku bikin mie dulu
ya…”,katanya mengalihkan keadaan.
Aku hanya diam…
Ketika dia berdiri, kutarik tangannya dengan cepat hingga wajah kami saling berdekatan.
Ketika dia berdiri, kutarik tangannya dengan cepat hingga wajah kami saling berdekatan.
Tubuhnya lebih tinggi sedikit
dariku, mungkin sekitar 170 cm, kulitnya putih, langsing, dan buah dadanya
tidak besar-besar amat namun menantang dan kelihatan sangat merangsang. Proporsional,
lah. Rambutnya yang panjang lurus sebahu hitam dan terawat.
Ira menatap mataku
dalam-dalam…sejenak aku ragu…”Haruskah?”,pikirku.
Kudekatkan bibirku, sepertinya Ira
tidak merespon, maka aku melanjutkannya.
Kukecup bibirnya dengan penuh kasih sayang…dengan sepenuh hati. Tidak ada protes darinya, bahkan Ira malah memejamkan mata.
Kukecup bibirnya dengan penuh kasih sayang…dengan sepenuh hati. Tidak ada protes darinya, bahkan Ira malah memejamkan mata.
Kutarik dia dengan lembut dan
kududukkan di sebelahku. Aku masih mencium bibirnya.
Sensasi yang kurasakan luar biasa, bibirnya hangat dan lembut. Kami berciuman kira-kira 3 menit. Dalam jangka waktu segitu, siapa sih yang gak terbakar nafsunya? Hehe…
Sensasi yang kurasakan luar biasa, bibirnya hangat dan lembut. Kami berciuman kira-kira 3 menit. Dalam jangka waktu segitu, siapa sih yang gak terbakar nafsunya? Hehe…
Kulingkarkan tanganku di
pinggangnya. Ira sudah membuka matanya dan matanya menerawang ke langit-langit.
Aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Kusibak rambutnya, kemudian kulihat
lehernya yang jenjang dan bersih, serta tercium wangi parfumnya.
Kucium leher kirinya.
Kucium leher kirinya.
”Mmmmmhh….”,Ira agak mendesah, dia
meremas kedua tanganku.
Kubalikkan badannya, sekarang dia
duduk membelakangiku. Kemudian kembali ku cium lehernya. Nafasku membuatnya
geli.
”Uuuuuh…”,desahnya mulai tak
terkendali
Tanganku membuka kancing seragamnya
satu persatu. Ira memegangi tanganku, tetapi tidak melakukan perlawanan. Yaa
otomatis kupikir ini lampu hijau. Heehehehe…
Setelah setengah seragamnya terbuka, kulihat bra nya yang berwarna krem, yang langsung kuturunkan. Kini dapat kulihat payudaranya, yang ternyata cukup besar dengan puting berwarna pink. Kulitnya luar biasa mulus.
Setelah setengah seragamnya terbuka, kulihat bra nya yang berwarna krem, yang langsung kuturunkan. Kini dapat kulihat payudaranya, yang ternyata cukup besar dengan puting berwarna pink. Kulitnya luar biasa mulus.
”Ehm….ehm…!!”,Ira berdehem menyindir
perlakuanku.
”Apaaaa? Kenapaaa??”,jawabku sambil
nyengir.
Kuraba kedua payudaranya dengan
tiba-tiba. Tubuhnya mengejang sekali, kaget kali yaa?
Langsung saja kuremas kedua payudaranya dengan lembut dan kupagut bibirnya.
Langsung saja kuremas kedua payudaranya dengan lembut dan kupagut bibirnya.
”Nnnggggghh……mmmhh…!”,desahnya
diantara ciuman kami.
Kupilin kedua putingnya. Kumainkan
jari-jariku di kedua payudaranya.
”Nngg….aaaaahh….aaaahh…!”,Ira
melepaskan bibirku dan lebih berkonsentrasi mendesah.
Aku tidak keberatan, biar dia
merasakan rasanya jadi cewek.
Punggungku mulai kesemutan, maka kurebahkan Ira di sofa, namun dia menolak.
Punggungku mulai kesemutan, maka kurebahkan Ira di sofa, namun dia menolak.
”Jangan….jangan…aku nggak
mau…!”,ujarnya dengan nafas yang mulai memburu.
Aku memandangnya dengan bingung. Ira
mengelus pipiku, matanya sayu khas cewek terangsang.
”Maksudku….jangan…disini…pinda h ke
kamarku aja yuk”,katanya sambil tersenyum.
Waduh….bisa berabeh ni kalo di
kamar, ntar kebablasan bisa repot! Tapi, instingku mengabaikan logika.
Hehehehe….segera saja kuangkat tubuhnya dan kugendong, kalau sudah seperti ini,
tangan patah pun tetap akan kugendong, hehehehe.
”Yang mana nih?”, aku tersenyum
”Itu”, jawabnya singkat sambil
menunjuk sebuah pintu.
Tanpa buang waktu, kubuka pintu
kamarnya, kubaringkan Ira di kasur dan cepat-cepat kututup pintu dari dalam.
Langsung saja kulanjutkan permainan yang tadi sempat berhenti. Aku berbaring di
sebelah kanannya dan mulai menciumi lehernya.
”Uuuh….uuuhh….”, Ira mendesah sambil
mengrenyitkan alisnya.
Tanganku perlahan-lahan masuk ke
dalam roknya. Kususuri dari perut dengan penuh penghayatan. Ketika akhirnya
tanganku meraba celana dalamnya, aku menahan nafas.
Kuselipkan tanganku masuk celana dalamnya. Ternyata Ira sudah mencukur habis rambut kemaluannya. Segera saja ku gesek-gesekkan jari tengahku ke vaginanya.
Kuselipkan tanganku masuk celana dalamnya. Ternyata Ira sudah mencukur habis rambut kemaluannya. Segera saja ku gesek-gesekkan jari tengahku ke vaginanya.
”Hmmmff…..uuuaaaaaaahh…..aaaah
h…aaaahh…!”,naf asnya tersengal-sengal dan desahannya berirama sesuai dengan gesekan
jariku.
Ira mencengkeram tanganku dengan
kuat, hingga buku-buku jarinya memutih.
Ekspresinya begitu merangsang, penisku yang sedari tadi sudah tegang menjadi sangat tegang sampai-sampai celana dalamku terasa bagai belenggu, menyiksa ‘adik’ku.
Ekspresinya begitu merangsang, penisku yang sedari tadi sudah tegang menjadi sangat tegang sampai-sampai celana dalamku terasa bagai belenggu, menyiksa ‘adik’ku.
”Gimana rasanya Ra? Enak?”,tanyaku
”Aaaahh…..e…uuuhhh…enaaakk….en
aaaakk…..aaaahh…!!”, jawabnya setengah menjerit.
Melihatnya sangat mudah terangsang,
aku berinisiatif mengulum putingnya. Kuremas buah dadanya dan kujilat-jilat.
”Ngggghh…..aaaaahh….aaaahh….ii yaaa….eee…eeenaaakk…
.tee..teruusss..”
Ira mulai meracau, sepertinya dia sudah amat terangsang.
Ira mulai meracau, sepertinya dia sudah amat terangsang.
Kumainkan lidahku di putingnya
dengan liar. Ira semakin kelojotan.
”Aaahh…aaa..ada
yang…aaauuhh….mau….uuhh…keluaa aarrrhh!” ,katanya dengan nafas yang tidak beraturan.
”Eh? Oh…keluarin aja nggak
apa-apa!”,jawabku sambil terus menjilati putingnya.
Sesaat kemudian tubuhnya bergetar
hebat dan menegang. Ira mencengkeram tangan kananku kuat sekali, hingga
kuku-kukunya menancap dan melukai tanganku. Luka-luka itu berdarah, tapi hal
itu tak kupikirkan. Aku menikmati saat-saat Ira orgasme sambil tersenyum.
”A..apa yang barusan itu?”,tanyanya
dengan nafas tersengal-sengal.
”Loh? Kamu belom tau?”,aku balik
bertanya.
”Nggak…nggak tau…emang
apaan?”,ujarnya lemas, kehabisan tenaga.
”Itu yang namanya orgasme…masa sih
kamu gak tau?”,tanyaku heran.
”Ooh…sori..aku ga tau masalah
begituan…tapi..rasanya enak banget…gak bisa dijelasin pake kata-kata”,Ira
tersenyum.
Aku heran dan berpikir, “Berarti dia
polos banget sampe gak tau yang namanya orgasme. Lagian, gampang banget
dirangsang…coba ah yang lebih.”
Aku meringis saat tanganku yang luka
bergesekkan dengan seragam yang kukenakan. Ada sepuluh bekas kuku, semuanya
meneteskan darah segar. Aku berdiri dan mengambil sekotak tissue di meja belajar
Ira dan mulai mengelap darah yang bercucuran.
”Itu…maaf…sakit ya?” , tanyanya
dengan wajah bersalah ketika melihat tanganku berdarah.
”Nggak…nggak apa-apa
kok…hehehe…santai aja!”, jawabku sambil tertawa.
”Aku jadi nggak enak…kamu abis
kecelakaan malah jadi tambah luka gara-gara aku”, desah Ira.
”Udah…gak apa-apa…sekarang kamu diem
yaa?” aku berjalan ke arahnya.
Aku duduk disampingnya, tanganku
menyelinap ke dalam roknya dan melepas celana dalamnya yang sudah basah. Ira
tidak dapat berbuat apa-apa, kelihatannya dia masih sangat lemas karena orgasme
barusan.
”Kamu mau ngapain Rif?” tanya Ira,
kelihatannya dia khawatir.
Aku hanya tersenyum menanggapi
pertanyaannya. Saat sudah kulepas, celana dalamnya kulempar entah kemana,
maklum, nafsu udah di puncrit, kaga bisa nahan.
Kusingkap roknya hingga dekat pangkal paha, memperlihatkan pahanya yang suangat mulus, liurku menetes melihatnya. Ku elus-elus pahanya.
Kusingkap roknya hingga dekat pangkal paha, memperlihatkan pahanya yang suangat mulus, liurku menetes melihatnya. Ku elus-elus pahanya.
”Aaaawwwhhh……”, Ira kembali mendesah
karena perlakuanku.
Kudekatkan wajahku kearah vaginanya.
Vagina yang begitu bersih, berwarna pink, tanpa ada bulu sedikitpun dan
aromanya enak. Wangi parfum yang biasa dipakai Ira samar-samar tercium, “Apa
dia nyemprotin parfum ke sini juga ya? Ah bodo amat!”
Ketika hambusan nafasku mengenai
daerah sensitifnya, dia berkata;
”Rif, mau ngapain kamu? Ntar…ntar
dulu…aku belum siap kalo sampai kayak gini…stop…stoopp…aaaaahhhhh!!! ”, Ira
menjerit ketika kubenamkan lidahku kedalam vaginanya.
Segera saja vaginanya kulumat,
kujilat dengan liar, kucium dan kugigit-gigit kecil.
Benar saja, kakinya mengejang setiap kali kugigit klitorisnya.
Benar saja, kakinya mengejang setiap kali kugigit klitorisnya.
”Aaaaaaaaaaaaahhhh…..aaaaahhhh
h….uuuuhhh….sssshh…s sshhh…..!!”, desahannya semakin menggila, membuat ‘adik’ku
ingin cepat memproklamasikan kemerdekaan dari belenggu penjajahan celana dalam.
Rasa nyeri menyerang ‘adik’ku ketika
celana dalam ini rasanya sudah kelewatan menyiksa, tapi tetap kutahan. Di luar
dugaan, Ira mulai menangis, air matanya mulai mengalir disela-sela desahan
penuh kenikmatannya. Aku jadi bingung, kuhentikan jilatanku.
”Ra, kamu kenapa nangis?”,tanyaku
berdebar-debar.
”Aku…udah capek Rif…aku udah nggak
kuat kalo kamu terus-terusan ngeginiin aku…”, katanya dengan polos sambil
terisak-isak.
Aku diam saja.
”Bukannya aku nggak mau, tapi aku
udah capek banget…dari tadi, badanku rasanya lemes…tangan sama kakiku udah mati
rasa. Aku udah gak kuat.”, jelasnya.
Demi mendengar pengakuannya, ‘my
little brother’ yang sudah berkibar dengan gagahnya seperti kehilangan tenaga,
sontak ‘adik’ku lemas lagi, bak nasionalis dibedil kompeni. Aku merasa
bersalah.
Tanpa berkata apa-apa, aku berjalan
ke lemari pakaian Ira, mengambil satu celana dalam dan memakaikannya pada Ira.
Kubereskan sprei yang acak-acakan akibat pertempuran tadi, kurapikan bra-nya
yang lepas dan kukancingkan seragamnya. Kuangakat Ira dan kurebahkan kepalanya
di bantal kemudian kuselimuti dengan selimut tebal. Ira menatapku dengan
pandangan heran.
”Rif? Kamu marah ya? Please,
ngertiin aku…aku capek banget…gak kuat”, ucapnya memelas. Namun aku masih juga
tidak berkata apapun.
”Ra, aku….sebenernya udah dari dulu
mendam perasaan ke kamu. Aku…aku…sayang sama kamu…”, ucapku, aku tidak
menyangka bakal mengutarakan perasaanku di saat seperti ini.
Dia tertegun mendengar pernyataanku.
”Mmm…Rif…aku…”, sepertinya Ira mau
mengatakan sesuatu, tapi buru-buru kucium bibirnya dan aku berlari keluar
kamar.
Aku berjalan ke ruang tamu, memakai
ranselku dan mengambil helm. Saat aku keluar halaman rumah Ira, kulihat motorku
yang ringsek seperti gelandangan digebuki Satpol PP. Aku nyengir;
“Hahahaha…shiit…aku pulang pake apaan nih?”, kataku pada diri sendiri. Akhirnya
aku pulang jalan kaki sekitar 4,5 km ditemani hujan yang sangat lebat.
Sesesampainya dirumah, ada secarik
kertas ditempel di pintu yang bertuliskan :
”Mama dan Papa pergi seminar di luar
kota, kira-kira satu minggu. Urus diri sendiri ya? Kalau ada apa-apa, telpon
Mama atau Papa.”
“Gila…aku idup pake apaan nih 1
minggu? Makan kerikil?”, umpatku.
Malamnya badanku terasa tidak enak.
Benar saja, esok paginya aku demam tinggi, maka kuputuskan untuk tidak masuk
sekolah. Siang harinya aku bangun kemudian mandi, tak lama setelah itu, ada
orang menggedor-gedor pintu rumah dengan kasar.
Dengan sempoyongan aku membukakan
pintu, dihadapanku berdiri sesosok makhluk dengan ukuran tidak manusiawi,
tinggi besar dan hitam. Tetapi setelah kuperhatikan, ternyata dia adalah Setyo.
”Kok gak masuk tadi coy?”, tanya
Setyo ceria.
”Loh? Tau darimana? Perasaan kita
beda SMA deh…”, aku kebingungan.
”Itu, Rangga tadi SMS, dia mau
jenguk bareng Tama, tapi ada tugas mendadak, jadi nggak jadi.”, ujarnya sambil
meringis-meringis.
“Ni orang otaknya kenapa sih?”,
tanyaku dalam hati.
”Oh, yaudah masuk dulu…aku demam
coy…kepalaku sakit banget…”, kataku sambil mempersilahkan Setyo masuk.
”Nggak ah, makasih, aku mau
langsungan..hehehe”, jawab Setyo cengar-cengir.
”Ini orang kenapa sih? Aku
bener-bener nggak ngerti”, pikirku.
“Aku pulang dulu ya Rif, cepet
sembuh coy!” kata Setyo sambil berjalan keluar gerbang
”Iyaa…makasih ya Dan!”, sahutku
ceria.
Ketika Setyo telah pergi, ternyata
tepat di belakang tempat Setyo berdiri tadi ada sesosok makhluk lain yang
memperhatikanku, dia mengenakan pakaian putih dan menyeringai. Rasa dingin
merayapiku.
”Woi! Kaya liat setan aja! Kenapa
sih?”, tanya Ira membuyarkan lamunan horrorku.
”Eh? Loh?”, tanyaku kebingungan.
“Emang mukaku kaya setan yaa?”,
tanyanya lagi dengan bibir manyun.
”Ah, bukan..bukan…tadi aku
halusinasi…maaf.”, jawabku.
“Jadiiii…..?” ,tanya Ira, dia
tersenyum.
”Jadi apaan?” ,aku semakin
kebingungan.
”Aku gak disuruh masuk atau gimana
gitu?” ,sindirnya sambil tertawa.
”Oh iya….maaf…ayo masuk…maaf
berantakan…” ,aku mempersilahkannya masuk.
Begitu aku membalikkan badan setelah
mengunci pintu, Ira tidak ada di ruang tamu. Aku kebingungan…apakah yang
kulihat tadi hantu? Perasaanku jadi tidak enak, maka kuputuskan untuk tidur
lagi. Mungkin aku terlalu lelah. Ketika aku masuk kamar, tiba-tiba pintu
kamarku tertutup sendiri. Aku mematung ketakutan. Pelan-pelan aku menoleh ke
belakang dan melihat Ira sedang nyengir melihat reaksiku dengan gayanya yang
khas, kedua tangannya dimasukkan saku jaketnya yang berwarna putih.
”Eh kunyuk, udah tau aku lagi sakit,
masih aja jail.” ,aku duduk di tepian tempat tidur sambil menghela nafas.
”Iya maaf…hehehe…gimana sakitnya?”
,Ira duduk disebelahku.
”Udah ada kamu, jadi aku udah gak
apa-apa.” ,aku menatap matanya sambil tersenyum.
Ira tampak terkejut mendengar
jawabanku. Sejenak kami saling berpandangan. Perasaan hangat membuncah dari
dalam hatiku…aku cinta mati kepada cewek di hadapanku ini.
Matanya yang paling kusuka, mata yang teduh itu, mata yang memancarkan ketenangan dan kedewasaan yang begitu dalam.
Matanya yang paling kusuka, mata yang teduh itu, mata yang memancarkan ketenangan dan kedewasaan yang begitu dalam.
”Ah iya. Aku bawa makanan nih. Tadi
aku beli di kantin.” ,katanya mengalihkan pembicaraan.
”Aku kan udah bilang. Kamu ada
disini aja udah cukup.” ,kataku sambil memeluknya dari belakang, kulingkarkan
tanganku di pinggangnya, berharap Ira bisa merasakan kehangatan yang mengalir
dari hatiku.
Dia terdiam sesaat, sepertinya ia
merasa canggung. Tetapi tidak mengubah posisinya dan melanjutkan menawari aku
berbagai macam makanan.
”Aku juga bawa buah loh. Mau nggak?
Ada macem-macem, ada apel, jeruk, pear. Mau yang mana?” ,tanyanya dengan
terburu-buru. Ira mengeluarkan sebuah apel dari dalam tasnya.
“Kamu sekolah apa kondangan sih?”
aku mengejeknya
“Hehehhe…sekolah, tapi buku
pelajaran udah aku taruh dirumah tadi” Ira tertawa
Aku menyandarkan kepalaku di
bahunya. Menikmati tiap detik yang kulalui, aku merasa tenang mencium wangi
tubuhnya. Aku…ingin begini selamanya…
”Aku mau dong buahnya.” ,jawabku.
”Oh? Mau yang mana?” ,tangannya
masih menggenggam sebuah apel.
”Aku maauuu….” ,rengekku dengan
manja.
”Iyaaa….mau yang mana ? Apel? Jeruk?
Pear?” ,jawabnya sambil tersenyum.
”Gaak….aku gamau semuanya….”
,bantahku.
”Loh? Katanya mau buah? Yang mana
nih?” ,Ira tampak kebingungan.
”Aku mau buah yang ini…” ,tanganku
dengan sigap melepas kancing seragam dan menyelinap ke balik bh yang
dipakainya. Kuremas-remas buah dadanya dengan lembut.
”Aaaaaahh…..Rif jangan…!!” ,desah
Ira, apel yang ada ditangannya jatuh ke lantai.
Langsung saja kulumat bibirnya.
Langsung saja kulumat bibirnya.
”Mmmmmhh…..mmmhh….!” ,Ira berusaha
mendesah, tetapi terhalang oleh bibirku.
Tangan kiriku menyusuri buah
dadanya, kemudian turun ke perut, masuk ke rok lalu kuselipkan kedalam celana
dalamnya. “Belum basah.” ,pikirku. Kutarik tangan kiriku dan kujilat jari
tengahku, kemudian kuselipkan lagi masuk celana dalamnya. Langsung saja
kugesek-gesekkan jariku ke vaginanya.
”Iyaaaaaaaahh….aaaaaaahhh….aaa
aahhhhh….aawwh…mmmhh …!!” ,Ira mendorong bibirku menjauh agar bisa mendesah,
nafasnya sudah tidak beraturan.
Mulutku kini bebas. Langsung saja
kupakai untuk menciumi leher jenjangnya yang menggairahkan. Beberapa menit aku
mengerjai Ira dengan menambah intens gesekan dan remasan di tubuhnya tiap menit
yang berlalu. Kamarku kini dipenuhi suara desahan dan lenguhan nikmat Ira.
”Aaakuu….aaaahhnn….aaaahh….ngg
ghh….maauu….aaahh…aa ahh….keluaaarr….uaaaaahh….!” ,pekiknya tertahan.
Pahanya mengapit erat tangan kiriku,
sementara kedua tangannya mencengkeram tangan kiriku juga. Kini kuku-kuku kedua
tangannya kembali menancap di tanganku, kali ini tangan kiri. Tubuhnya
mengejang hebat, sesaat kemudian Ira jatuh terduduk di lantai kamarku. Nafasnya
tersengal-sengal, karpet lantai kamarku basah oleh cairan orgasmenya.
”Ihiiy…ciyee…ciyeee…yang habis
orgasme…hahaha” ,candaku.
”Berisik! Diem lah kamu…! Haahaha”
,jawab Ira, bibirnya bergetar hebat.
”Iya..iya…nambah juga nih koleksi
tattoo di tanganku. Kemarin yang kanan, sekarang yang kiri…hahaha…” ,sindirku
“Ma…maaf…aku nggak sengaja…sungguh…”
”Iya, nggak apa-apa kok…” ,jawabku
singkat
Kubantu dia berdiri, sesaat kami
berpelukan, kutatap matanya…mata yang indah yang selalu kudambakan…kemudian
kucium bibirnya dengan lembut…
Kulepas sepatunya yang dari tadi masih dipakainya dan kutidurkan dikasur. Aku berbaring di sampingnya. Setelah nafasnya teratur, tiba-tiba dia berdiri dan melepas rok beserta celana dalamnya.
Kulepas sepatunya yang dari tadi masih dipakainya dan kutidurkan dikasur. Aku berbaring di sampingnya. Setelah nafasnya teratur, tiba-tiba dia berdiri dan melepas rok beserta celana dalamnya.
”Eh…eeh…mau ngapain kamu? Mabok
yah?” ,tanyaku terkejut sekaligus heran.
”Hehehehe…” ,Ira hanya terkekeh.
Sekarang dia hanya mengenakan
seragam yang sudah kusut dan kancingnya terbuka setengah, tanpa rok maupun
celana dalam. Sontak ‘adik’ku menegang dengan hebatnya, jadi keras kayak mayat
siap dikubur.
Dengan cepat, Ira menidurkanku, sekarang posisi kami 69, favoritku. Hehehehe…
Vaginanya tepat berada didepan wajahku.
Dengan cepat, Ira menidurkanku, sekarang posisi kami 69, favoritku. Hehehehe…
Vaginanya tepat berada didepan wajahku.
”Ih…wooww…” ,gumamku takjub.
”Kenapa?” ,tanya Ira
”Unyuuuuuu…..hahaha” ,langsung saja
kugesek-gesek vaginanya dengan jari.
”Aaaaahh….na…nakal…!” ,desahnya
dengan manja
Ira mengelus-elus penisku dari luar
celana yang kukenakan. Geli gimana gitu. Jadi tambah tegang.
”Eh, Ra, kamu serius nih? Udah
pernah kaya ginian belum?” ,tanyaku tidak yakin
”He eh…santai aja. Belom…ini yang
pertama. Hehehe” ,dia membuka celanaku
”Apa gapapa nih? Yakin kamu?” ,aku
masih belum yakin.
”Iiih…gak percaya amat. Coba aku praktekin
kayak tadi malem waktu aku liat bo…….kep?” ,kata-katanya sempat terhenti ketika
celana dalamku sudah terlepas dan ‘adik’ku dengan gagah berdiri, dengan bentuk
evolusi akhir.
Aku pun agak kaget; “Woi! Itu kamu
‘dik’? Kamu kenapa hah bisa sampe kaya gitu?” ,tanyaku kepada sang ‘adik’ dalam
hati.
“Hehehe…jadi malu…” ,aku tersenyum
”Wow…ternyata gini toh…anunya
cowok…” ,tatapnya penasaran sambil memegang batang penisku. Rasanya aneh, tapi
enak.
”Eh, apa tadi malem kamu nonton
bokep?” ,tanyaku
”Iya…yaa walopun aku sempat muntah
ngeliatnya…baru pertama aku liat bokep..” ,jawab Ira tersipu.
Tanpa ba bi bu, Ira langsung
memasukkan penisku ke mulutnya dengan agak canggung. Dia jilati dari ujung ke
pangkal. Rasa dingin sekaligus hangat menyelimuti penisku. Tiap gesekan dengan
lidahnya membawa sensasi nikmat, membuatku merinding.
”Oooohh…..” ,aku mengerang, seluruh
tubuhku gemetar karena nikmat
”Coba aku praktekin kayak yang di
bokep ya?”
Dia memaju-mundurkan kepalanya,
penisku keluar masuk mulutnya dengan bebas.
Ketika aku menyentakkan pinggulku, penisku masuk terlalu dalam ke tenggorokannya.
Ketika aku menyentakkan pinggulku, penisku masuk terlalu dalam ke tenggorokannya.
”Hmph…” , Ira memejamkan matanya
rapat-rapat saat penisku masuk sampai tenggorokannya
”Uups…sori…gimana rasanya?” ,kataku.
“Mmm…ga terlalu buruk kok…tapi aneh
sih…” ia melepaskan penisku dari mulutnya supaya bisa berbicara.
Ku belai-belai dan kubuka sedikit
bibir vaginanya. Dari sini, aku bisa melihat jelas klitorisnya yang waktu itu
belum sempat dieksploitasi besar-besaran oleh lidahku. Kuhisap klitorisnya,
kugigit kecil dan kubelit dengan lidahku. Responnya diluar dugaan.
”Mmmmmmuaaaahhh…..aaaaarrrghhh ….!!
Disitu…aaaaagghh….aaaahh…aaahh h…” ,teriak Ira. Dia melepaskan penisku dari
mulutnya, ia menjerit dan kepalanya mendongak keatas.
Kemudian kepalanya terkulai lemas
disamping penisku yang masih dengan angkuh berdiri. Sesekali dia menjilat
batang penisku dengan lemah. Wajahnya sayu, kelelahan. Melihatnya dalam kondisi
seperti ini, nafsuku semakin meledak. Serangan lidahku semakin gencar di
klitorisnya.
”Ngggghhh…..aaahhh…aaaahhh….uu
uuhhh…..mmmhhh…..ter us Riff…terusin…ooohh….iyaaaahh…” ,matanya terpejam dan
nafasnya pendek-pendek.
Beberapa detik kemudian, Ira menekan
vaginanya ke mulutku dengan kuat, aku megap-megap. Tubuhnya bergetar hebat.
”Riiiiiiiiifff……aku….keluaaaaa aaaaaarrr….!!”
,jeritnya.
Dia mengalami orgasme yang kedua
kalinya. Cairan orgasmenya membasahi mulutku. Euh…baunya aku tidak tahan.
Segera setelah itu, dia terkulai lemas diatas tubuhku.
”Makasiih Ra…mulutku basah semua!”
,ujarku kepadanya dengan nada sinis.
”Mmmmhh…?” ,matanya terpejam dan
kelihatan sangat lemas
Aku duduk dan mengangkat pinggulnya
dari belakang. Dari posisi ini, aku dapat melihat punggungnya yang basah oleh
keringat dan wajahnya yang kelelahan.
“Sekarang, gantian yaa” ,ucapku
santai. Dari belakang, kulucuti semua pakaiannya hingga dia telanjang bulat.
“Jangan…Rif…aku masih virgin…”
ujarnya lirih, nafasnya berat dan pendek
Ira masih tersengal-sengal ketika
kutempelkan penisku di vaginanya. Aku tahu kalau dia tidak akan melawan, pasti
sudah kelelahan akibat dua kali orgasme. Dengan bantuan tangan, kujejalkan
penisku yang sudah basah masuk ke dalam vaginanya.
Separuh kepala penisku ditelan
vaginanya.
“Aaaargh! S-sakit Rif! Sakiit!!
Cabut! Jangan diterusin! Aaaarrggghh!!” ,Ira berteriak keras sekali. Matanya
terbelalak, tangannya menggapai-gapai meraih penisku, mencoba mencabutnya.
Dengan kedua tanganku yang masih
bebas, kutekan bagian sikunya sehingga dia tidak dapat menjangkau penisku.
Dengan satu hentakan keras, kujejalkan penisku seluruhnya. Kini seluruh penisku
telah masuk. Darah segar mengalir pelan dari bibir vaginanya.
”Aaaaaaaahhhh!!” ,Ira berteriak pilu
dan mulai menangis.
Rasanya enak sekali, walaupun
sempit, tapi vaginanya hangat dan meremas-remas penisku. Uuuh….nikmatnya.
Pelan-pelan kupompa penisku keluar masuk vaginanya.
Kugenjot Ira beberapa menit sampai kemudian kudengar desahan disela isak tangisnya.
Kugenjot Ira beberapa menit sampai kemudian kudengar desahan disela isak tangisnya.
”Lama-lama enak kan?” ,tanyaku
sambil tersenyum
”Sakit…” ,air matanya mengalir
Beberapa saat kemudian, ketika sudah
mulai terbiasa, Ira sudah tidak lagi menangis namun mendesah tidak karuan. Aku
tersenyum. Kupompa lagi vaginanya dengan kekuatan penuh.
”Auh…uuh…teruss
Rif…cepetin…aaahh…iyaa…disitu… mmhh…teruss..” ,Ira meracau.
Kubalikkan badannya sehingga kini
dia telentang dihadapanku. Kugenjot vaginanya dari depan.
”Uuuhh…..enak Ra…aahh…aahh…” ,aku
sudah tidak mampu menahan desahan.
”Iyaa…aaahhh…aku
juga….uuuhh…enaakk….teruss Riiiff…ooohhh…” ,sahutnya.
Aku tidak merubah posisiku. Aku dan
Ira terus bermain pada posisi ini sampai kira-kira 20 menit, hingga mendekati
klimaks.
”Kkamu…selesai dapet kapan Ra…?”
,tanyaku sambil menahan nafas
”Tiga…aaaahh…hari yang
lalu…aahh…ngghhh…” ,lenguhnya
”Hmff…aku…hampir…sampai….aaahh
…ahhh….” ,ujarku
”Aku….uuh…juga…aaahh…”
Penisku berdenyut-denyut.
”Kita…keluar…bareng yaa…” ,kataku
Beberapa detik kemudian, aku rebah
dan memeluk tubuhnya dengan erat
”Akuu…..keluaarr…incoming……!!” ,aku
mengerang
”Aaaaaaaaahhhhhh…..!” ,jawab Ira
dengan jeritan
”Aaaaaarrrrrgggghhhh!!!” ,kami
berdua mengerang pada saat yang bersamaan
Croott…crooottt…crooott…sperma ku
mengalir dengan deras didalam vaginanya.
Pada saat bersamaan, Ira juga mengalami orgasme. Vaginanya meremas penisku dengan kuat, tubuhnya mengejang dan melengkung.
Pada saat bersamaan, Ira juga mengalami orgasme. Vaginanya meremas penisku dengan kuat, tubuhnya mengejang dan melengkung.
Kami berdua memejamkan mata dengan
rapat dan saling berpelukan, menikmati tiap detik sensasi yang kami rasakan.
Rasa hangat mengalir keseluruh tubuhku. Tubuhku dan Ira sama-sama bersimbah
keringat. Aku melepas pelukan dan membaringkan diri disampingnya
Aku menoleh, kutatap wajahnya yang
dipenuhi berbagai macam ekspresi, antara lelah, senang, puas, sedih, dan takut.
Semua bercampur jadi satu.
“Kamu udah ngambil virginitasku
Rif…jangan tinggalin aku…” Ira berkata sambil menahan tangis
”No matter what happen, even when
the sky is falling down, I promise you that I will never let you go. Aku sayang
banget sama kamu Ra…makasih ya..” ,ucapku sambil tersenyum, lalu kukecup
keningnya.
Ira hanya tersenyum sedih dan
menyandarkan kepalanya di dadaku kemudian terlelap. Kupeluk dia dengan penuh
kasih sayang. Kutarik selimut hingga sebatas dadaku dan aku pun tidur.
Malam itu, Ira menelpon rumahnya
untuk memberitahu bahwa dia sedang menginap dirumah teman ceweknya, padahal dia
sedang tiduran denganku di kamar. Ini malam minggu, jadi aku tidak perlu
khawatir.
Minggu pagi…
Aku merasa silau karena sinar
matahari pagi tepat mengenai mataku. Aku bangun dengan malas. Ketika kulihat
kesamping, Ira masih terlelap tanpa pakaian. Spontan ‘adik’ku kaget setengah
mati dan melonjak tegang.
”Auh!” ,aku agak berteriak karena
merasa ‘adik’ku senut-senut.
”Mmmh…udah pagi ya?” ,Ira terbangun
mendengar suaraku.
Sejenak dia mengerjap-ngerjapkan
matanya. Kemudian ketika matanya sudah terbiasa, dia terbelalak mendapati
dirinya tidak memakai pakaian apapun dan melihatku berbaring disampingnya tanpa
mengenakan pakaian.
”Halo Ra! Paa–”
PLAKK!!!!
Satu tamparan sukses mendarat di pipi kananku. Dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut.
Satu tamparan sukses mendarat di pipi kananku. Dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut.
”Apa-apaan sih?! Pagi-pagi aku udah
dianiaya!” ,kataku sebal sambil mengusap-usap bekas tamparannya dipipiku.
Ira tampak bingung. Kemudian setelah
melihat sekelilingnya, dia baru sadar.
”Aduh! Maaf Rif! Aku nggak inget
kalo semalem aku tidur sama kamu..!” ,ujarnya panik
”Grrrr…!!” ,aku menggeram marah
Ira tampak ketakutan melihat
reaksiku. Tangannya agak gemetar.
Segera saja kuterjang dia, aku melompat dan mendarat diatas tubuhnya, kedua tangannya kutahan.
Segera saja kuterjang dia, aku melompat dan mendarat diatas tubuhnya, kedua tangannya kutahan.
“Kamu ini!” ,geramku, kemudian
kucium lehernya dengan lembut.
”Aaahh…maaf Rif…aku…mmmhh….nggak
sengaja…hhh…” ,desahnya.
Kugesek-gesekkan penisku di
selangkangannya sementara lehernya masih kucium.
Ketika tanganku sudah mulai turun ke buah dadanya, HP ku berbunyi dengan nyaring.
Spontan kuhentikan aktivitas dan kuraih HP ku. Sepintas kulihat raut wajah Ira yang sebal karena merasa terganggu, kemudian ia menarik selimut hingga ke atas kepala..
Ketika tanganku sudah mulai turun ke buah dadanya, HP ku berbunyi dengan nyaring.
Spontan kuhentikan aktivitas dan kuraih HP ku. Sepintas kulihat raut wajah Ira yang sebal karena merasa terganggu, kemudian ia menarik selimut hingga ke atas kepala..
Cih! Ganggu aja ni orang…
Ada panggilan masuk. Kulihat nama yang tertera di layar HP ku : Rangga.
Ada panggilan masuk. Kulihat nama yang tertera di layar HP ku : Rangga.
”Yo Ngga! Kenapa?”
”Dasar! Dari tadi malem aku telpon
kamu tapi nggak diangkat!”
“Sori…sori men…kagak denger…! Ada
apa?”
”Mau tanya keadaanmu gimana. Katanya
sakit, kok ceria gitu?”
”Ah…udah sembuh…makasih…”
”Eh, kita-kita mau pada main nih
ikut nggak?”
”Motorku ancur Ngga…mau naik apa?”
”Udaah…kumpul dirumahnya Tama, jam
12 yaa. Bawa baju ganti buat 3 hari.”
“Eeh, tunggu Ngga!”
Belum sempat aku menyelesaikan
kata-kata, panggilan sudah diputus oleh Rangga.
Aku mematikan HP dan berjalan ke arah Ira yang meringkuk dibalik selimut.
Aku masuk ke balik selimut, tanganku meraba-raba.
Aku mematikan HP dan berjalan ke arah Ira yang meringkuk dibalik selimut.
Aku masuk ke balik selimut, tanganku meraba-raba.
”Iraaaa…..” ,kataku ketika tanganku
sudah menemukan apa yang kucari.
”Kenapa? Aaaww…masih pagi udah
ngremes-remes susu…geli tau!” ,jawab Ira sambil menyingkap selimut dan mencoba
menyingkirkan tanganku dari buah dadanya.
Ira tersenyum, senyum yang manis sekali dan aku merasa nge-fly mengetahui bahwa senyum itu ditujukan padaku.
Ira tersenyum, senyum yang manis sekali dan aku merasa nge-fly mengetahui bahwa senyum itu ditujukan padaku.
”Biar deh…hehehe…peluk dong!”
,ucapku dengan manja
”Iih..manja amat sih…” ,ejeknya,
tetapi dia tertawa lalu memelukku.
Kami berdua berpelukan dengan mesra.
Aku meletakkan kepalaku di dadanya. Terasa kenyal dan hangat. Aku merasa sangat
nyaman, kunikmati setiap jengkal kulitnya yang mulus di tubuhku.
”Ssstt…liat sini deh..” ,panggilku
”Hmm?” ,ia menunduk menatap wajahku
Segera saja kucium bibirnya dengan
lembut. Bibir kami bertautan cukup lama. Aku melepaskan bibirku dan kutatap
matanya. Mata yang tidak berubah, mata yang selalu membuatku terpesona. Ira
membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Kami berpelukan lagi.
Setelah membersihkan diri, aku
mengantar Ira pulang naik motorku yang satunya.
Kemudian aku langsung menuju ke rumah Tama. Entah kenapa Rangga menelepon tidak jelas seperti itu.
Kemudian aku langsung menuju ke rumah Tama. Entah kenapa Rangga menelepon tidak jelas seperti itu.
”Hoi! Sori telat!” ,kataku kepada
teman-teman se geng ku. Mereka sedang duduk diteras.
Aku membuka pagar dan masuk ke
halaman rumah Tama
”Aaah ga asik ah! Pacaran mulu!”
,ejek Setyo
”Pacaran your head! Punya juga
belom” ,bantahku sambil tertawa
”Udah udah…gini loh, mobil ayahku
nganggur nih. Besok kita libur 1 minggu. Mau main kemana?” ,jelas Tama
”Kepantai yuuk!” ,usul Rangga dengan
senyum lebar
”Pantai? Bosen cuy…yang lain coba…”
,tolak Setyo
“Gimana kalo kita ke gunung gitu?”
usulku
”Yaaa! Boleh! Tapi mau kemana?”
jawab Tama semangat
”Ada tempat yang bagus sii…telaga di
dataran tinggi, ada camping groundnya juga.” ucapku sambil menyebutkan nama
suatu daerah
“Hmm….bagus juga…kapan nih kita
berangkat?” tanya Tama lagi
”Mobilmu kosong mulai kapan? Siapa
yang mau nyetir?” interupsi Setyo
”Sore ini udah kosong. Nyetir?
Rangga aja gimana?” jawab Tama
”Okeh!” Rangga menyahut
”Bawa anak-anak cewek ga nih?”
tanyaku penuh harap
Semuanya hanya memandangku dengan menyunggingkan
senyum mesum. Aku sudah tahu jawaban mereka.
Maka esok paginya kami dengan
pasangan masing-masing kumpul dirumah Tama. Seakan-akan surga mengijinkan,
orang tua Tama pergi keluar kota bersama teman-teman kantor mereka, jadi tidak
akan ada yang menanyai kami kenapa membawa cewek-cewek.
Aku dengan Ira, Rangga dengan Angel,
Setyo dengan Dian, dan Tama dengan Luna.
Sayangnya mobil penuh, sehingga Ade dan Feby memutuskan untuk tidak ikut.
Sayangnya mobil penuh, sehingga Ade dan Feby memutuskan untuk tidak ikut.
”Heh! Katanya bawa cewek sendiri.
Kok malah ngajak Ira sih?” ******* Rangga ketika aku dan Ira datang.
”Hayoo…kalian jadian kapan hah?”
goda Setyo sambil meraih tangan Dian
Aku dan Ira hanya tersenyum. Mereka
tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
”Uuuuff….panas ya? Ohya, anak cewek
yang lain pada dimana?” tanya Ira sambil mengibaskan tangan karena kepanasan
”Noh di dalem…lagi pada ngadem”
sahut Tama tanpa memalingkan wajah. Ia sibuk mengecek mesin mobil bersama
Rangga
”Aku ganti baju dulu yah Rif? Panas
nih…” tanya Ira kepadaku. Aku hanya mengangguk.
Ira mengambil tas yang ada di
motorku kemudian berlari kecil masuk ke rumah Tama.
Tak lama kemudian terdengar anak-anak cewek pada cekikikan. Tak tau apa yang mereka bicarakan.
Tak lama kemudian terdengar anak-anak cewek pada cekikikan. Tak tau apa yang mereka bicarakan.
Beberapa lama kemudian…
”Oii…mobil dah siap nih…girls, ayo
berangkat!” Rangga berteriak dengan semangat.
”Tam, aku titip motor ya? Kumasukin
garasi ya?” seruku kepada Tama diiringi anggukan kepalanya.
Setelah aku keluar garasi, kulihat
semua anak-anak sudah naik mobil semua kecuali Ira. Dia berdiri di depan pintu,
menungguku. Rupanya dia telah mengganti pakaian, sekarang dia mengenakan kaos
santai dan … … what the hell?! Dia memakai rok mini!
Uuh…adikku menggeliat dari tidurnya merasa terganggu dengan pemandangan dihadapanku. Begitu aku berjalan disebelahnya, Ira menggamit lenganku. Dadanya yang kenyal bersentuhan dengan lengan kananku. Adikku sudah setengah sadar…
Uuh…adikku menggeliat dari tidurnya merasa terganggu dengan pemandangan dihadapanku. Begitu aku berjalan disebelahnya, Ira menggamit lenganku. Dadanya yang kenyal bersentuhan dengan lengan kananku. Adikku sudah setengah sadar…
”Hoi! Cepetan!!” Setyo berseru tidak
sabar
Aku dan Ira pun naik ke mobil. Kami
duduk dengan pasangan masing-masing.
Angel duduk disebelah Rangga yang sedang mengemudi, Tama dan Luna duduk dibelakang bersama Setyo dan Dian. Sementara mereka membiarkanku berdua dengan Ira di kursi tengah. Mobilpun melaju dengan mulus.
Angel duduk disebelah Rangga yang sedang mengemudi, Tama dan Luna duduk dibelakang bersama Setyo dan Dian. Sementara mereka membiarkanku berdua dengan Ira di kursi tengah. Mobilpun melaju dengan mulus.
Tama dan Setyo sibuk dengan cewek
mereka masing-masing. Rangga menyetir sambil bercakap-cakap dengan Angel. Aku
yang duduk disebelah kiri Ira, memilih membaringkan kepalaku di pahanya yang
putih mulus.
”Hei…” aku memanggil Ira.
Dia menoleh kearahku. Kutatap
matanya yang teduh dan akupun tersenyum. Ira membalas senyumanku, kemudian ia
mengelus pipiku. Aaah…aku sangat bahagia. Sejenak, kata-kata gombal yang
dilontarkan Tama kepada Luna, suara khas kuli pelabuhan Setyo, dan obrolan tak
jelas Rangga dengan Angel mendadak hilang.
Kesunyian ini bertahan hingga Setyo
berteriak menawarkan makanan ringan kepada kami. Aku dan Ira sama sama
menggeleng.
Aku kembali tiduran dengan menghadap
ke arah Ira. Kuberanikan diri mengangkat rok mininya sedikit, mencoba mengintip
kedalam roknya.
”Sssstt!!” Ira menghardik dengan
risih sambil menyingkirkan tanganku.
Aku tersenyum salah tingkah. Namun
Ira juga tersenyum melihat tingkahku.
Sepertinya adikku benar-benar mengamuk, menggedor-gedor hingga celana jeans yang kukenakan menonjol. Sesak sekali. Spontan aku menekuk lutut dengan cepat. Ira yang kaget menoleh, dan ketika melihat tonjolan di celanaku, senyumnya menjadi canggung.
Sepertinya adikku benar-benar mengamuk, menggedor-gedor hingga celana jeans yang kukenakan menonjol. Sesak sekali. Spontan aku menekuk lutut dengan cepat. Ira yang kaget menoleh, dan ketika melihat tonjolan di celanaku, senyumnya menjadi canggung.
Tiba-tiba….
”Aaaahh….ssshhh…..aaaahhh….” ada
suara desahan dari belakang
Otomatis aku melonjak terduduk, aku
dan Ira sama-sama menoleh kebelakang.
Kami berdua terhenyak, pemandangan yang kami lihat benar-benar tak dapat dipercaya.
Kami berdua terhenyak, pemandangan yang kami lihat benar-benar tak dapat dipercaya.
Dian sedang dipangku oleh Setyo,
sementara tangan Setyo masuk kedalam kaosnya dan meremas-remas payudaranya.
Tama sedang sibuk menciumi leher
Luna, diiringi desahan-desahan dari kedua pasangan.
Aku dan Ira kembali menoleh kedepan
dengan melotot, tak percaya apa yang baru saja kami lihat. Kutatap Ira,
dibibirku tersungging senyum nakal. Ia mengerti maksudku.
Segera saja kuangkat kedua kakinya, kemudian aku melepas celana dalamnya. Kali ini Ira tidak melawan. Dengan gerakan tiba-tiba, kusapukan lidahku di vaginanya, kujilat dan kuhisap klitorisnya. Tubuhnya menegang.
Segera saja kuangkat kedua kakinya, kemudian aku melepas celana dalamnya. Kali ini Ira tidak melawan. Dengan gerakan tiba-tiba, kusapukan lidahku di vaginanya, kujilat dan kuhisap klitorisnya. Tubuhnya menegang.
”Aaaaahhnnn…..nggghh…..aaaaahh
h….aaaasssshhh…..uuu hh..” desah Ira dengan penuh kenikmatan. Tangan kanannya
menjambak rambutku sementara tangan kirinya terkulai lemas di leherku. Matanya
terpejam, menandakan dia menikmati kehangatan lidahku yang keluar masuk lubang
vaginanya.
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi.
Tama dan Setyo menghentikan aktivitasnya, Luna dan Dian berhenti mendesah dan
memperhatikan Ira dengan rasa ingin tahu. Sepertinya mereka penasaran karena
suara desahan Ira yang jelas-jelas penuh dengan kenikmatan.
Ira tersadar, kemudian dia sadar
bahwa Tama, Setyo, Luna dan Dian memandangnya dengan ekspresi heran. Wajahnya
langsung memerah karena malu, dia menunduk, mengambil celana dalamnya yang
jatuh kemudian langsung mendorong kepalaku dan menutupi roknya dengan kedua
tangan.
Mulai saat itu, semua anak diam tak
bersuara sampai tujuan kecuali Angel dan Rangga yang sibuk ngobrol, sepertinya
mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya diam saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar