CERITA DEWASA - Bekerja
sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran,
semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan yang rumit dan harus
segera diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus mencurahkan perhatian ekstra.
Akibat dari tekanan pekerjaan yang demikian itu membuatku akrab dengan
gemerlapnya dunia malam terutama jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor
aku berkaraoke untuk melepaskan beban. Kadang di ‘Manhattan’, kadang di ‘White
House’, dan selanjutnya, benar-benar malam untuk menumpahkan “beban”. Maklum,
aku sudah berkeluarga dan punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung
karena istriku punya usaha dagang di sana.
Tapi lama
kelamaan semua itu membuatku bosan. Ya…di Jakarta ini, walaupun aku merantau,
ternyata aku punya banyak saudara dan
karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.
karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.
Hari Jumat
minggu berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi menginap
di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, mbak Lia, senang kalau aku mau
datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main anak-anaknya. Mereka
berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan yang
bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun dan mbak Lia 38 tahun. Aku sendiri 30
tahun. Jadi tidak beda jauh amat dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lia, aku
sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja
di Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling
cuma lewat telepon
Setelah
makan siang, aku telepon mbak Lia, janjian pulang bareng Kami janjian di
stasiun, karena mbak Lia biasa pulang naik kereta. “kalau naik bis macet
banget. Lagian sampe rumahnya terlalu malem”, begitu alasan mbak Lia. Dan jam
17.00 aku bertemu mbak Lia di stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun
datang. Cukup penuh, tapi aku dan mbak masih bisa berdiri dengan nyaman.
Kamipun asyik bercerita, seolah tidak mempedulikan kiri kanan.
Tapi hal itu
ternyata tidak berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau
tidak mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lia. Inilah yang
kutakutkan…! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok mbak Lia
menyentuh dadaku. Ahh…darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah agak pias.
Rupanya mbak Lia melihat perubahanku dan ?ini konyolnya- dia mengubah posisi
dengan membelakangiku. Alamaakk.. siksaanku bertambah..! Karena sempitnya
ruangan, si “itong”-ku menyentuh pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya
bisa berdoa semoga “itong” tidak bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita
untuk membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah
gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga “itong”-ku. Makin lama makin
keras, dan aku yakin mbak Lia bisa merasakannya di balik rok mininya itu.
Pikiran
ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa meremas dada dan pinggulnya yang
montok itu.. oh… betapa nikmatnya. Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku
bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang
jalan Mbak Lia diam saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi
(sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian makan malam bersama keponakanku. Selesai
makan malam, kami bersantai, dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur.
“Ndrew, mbak
mau bicara sebentar”, katanya, tegas sekali.
“Iya mbak.. kenapa”, sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa mbak akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
“Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?” katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
“Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!”
“MMm.. maaf, mbak..”, ujarku terbata-bata.
“Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan”
“Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!” bentak Mbak Lisa.
“Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi”
“Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak.” Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.
“Iya mbak.. kenapa”, sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa mbak akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
“Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?” katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
“Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!”
“MMm.. maaf, mbak..”, ujarku terbata-bata.
“Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan”
“Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!” bentak Mbak Lisa.
“Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi”
“Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak.” Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.
Akhirnya aku
main PS di ruang tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton
film. Rupanya Mbak Lia sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster
panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya
anak dua, tubuh Mbak Lia betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada.
Akupun segera menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lia asyik
dengan novelnya.
Entah karena
lelah atau sejuknya ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2
jam, dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lia juga sudah tidur.
Terdengar dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.
Saat aku
beranjak dari tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lia
yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas benar-benar
membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku terpampang paha mulus,
karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak Lia berkulti putih kemerahan, dan
warna itu makin membuatku tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai
memburu.. birahiku pun timbul..
Perlahan,
kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal pahanya.. dan..
AHH… “itong”-ku mengeras seketika. Mbak Lia ternyata memakai CD mini warna
merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan… Aku hanya menelan ludah melihat
pantatnya yang tampak menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String. Aku
bener-bener terangsang melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa
tidak enak hati, karena Mbak Lia istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya
harus aku temani dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.
Namun godaan
syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan celana
dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung..
harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was, takut, kasihan… tapi sekali
lagi godaan birahi memang dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati memek itu
dengan rasa was-was takut Mbak Lia bangun. Sllrrpp.. mmffhh… sllrrpp… ternyata
memeknya lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lia yang sedikit, sehingga
hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.
Entah setan
apa yang menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku.
Setelah “itong”-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke memek Mbak Lia.
Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra hati-hati supaya
dia tidak terbangun. Akhirnya “itongku”-ku berhasil masuk. HH… hangat rasanya..
sempit.. tapi licin… seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lia
mulai horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot
dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit. Aku
begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya,
sehingga pertahananku jebol. Crroott… ccrroott.. sseerr.. ssrreett..
kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lia. Aku merasakan pantatnya sedikit
tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug kucabut
penisku.
“Mmmhh… kok
dicabut tititnya..” suara Mbak Lia parau karena masih ngantuk.
“Gantian dong..aku juga pengen..”
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
“Wah.. celaka..”, pikirku.
“Ketahuan, nich…” Benar saja! Mbak Lia mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
“Kurang ajar kamu, Ndrew”, makinya.
“KELUAR KAMU…!”
“Gantian dong..aku juga pengen..”
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
“Wah.. celaka..”, pikirku.
“Ketahuan, nich…” Benar saja! Mbak Lia mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
“Kurang ajar kamu, Ndrew”, makinya.
“KELUAR KAMU…!”
Aku segera
keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam kamar aku bener-bener gelisah..
takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lia sampai lapor polisi dengan tuduhan
pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di benakku acara Buser… malunya aku.
Aku mencoba
menenangkan diri dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku
mengantuk. Dan entah berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah
mimpi, aku merasa “itong”-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai.
Nafas hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..
“Mbak Lia..jangan”,
pintaku sambil aku menarik tubuhku.
“Ndrew..” sahut Mbak Lia, setengah terkejut.
“Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi.”
“Terus, Mbak maunya apa?” taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
“Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi… Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh.” Sahutnya sambil tersenyum.
“Ndrew..” sahut Mbak Lia, setengah terkejut.
“Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi.”
“Terus, Mbak maunya apa?” taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
“Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi… Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh.” Sahutnya sambil tersenyum.
Dan tanpa
menunggu jawabanku, dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak
dibuatnya. Mbak Lia begitu rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa
saja. Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara
refleks, Mbak naik ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat
ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lia sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya
makin membengkak merah. Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku
untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..
“SSshh..
ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh” Mbak Lia merintih
menahan nikmat. Akupun menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku
suka sekali dengan cairannya.
“Itilnya.. dong… Ndrew.. mm.. IYAA… AAHH… KENA AKU… AMPUUNN NDREEWW..”
Mbak Lia makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lia. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur.
“Itilnya.. dong… Ndrew.. mm.. IYAA… AAHH… KENA AKU… AMPUUNN NDREEWW..”
Mbak Lia makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lia. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur.
“Mbak… mau
keluar nih…” kataku.
Tapi Mbak Lia tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts… srssrreett… ssrett… spermaku muncrat di muutu Mbak Lia. Dengan rakusnya Mbak Lia mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.
Tapi Mbak Lia tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts… srssrreett… ssrett… spermaku muncrat di muutu Mbak Lia. Dengan rakusnya Mbak Lia mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.
“Ndrewww..
kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih…” pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lia melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lia. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lia sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi mudah terangsang lagi.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lia melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lia. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lia sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi mudah terangsang lagi.
Tiba-tiba
Mbak Lia bangun dan melepaskan dasternya.
“Copot bajumu semua, Ndrew” perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lia berlutut di atasku, dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless… sshh…
“Copot bajumu semua, Ndrew” perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lia berlutut di atasku, dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless… sshh…
“Aduhh…
Ndrew… tititmu keras banget yah…” rintihnya.
“kok bisa kayak kayu sih…?”
Mbak Lia dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus. Mbak Lia makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak Lia makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.
“kok bisa kayak kayu sih…?”
Mbak Lia dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus. Mbak Lia makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak Lia makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.
“MMFF…
SSHSHH.. AAIIHH… OUUGGHH… NDREEWW… MBAK KELUAARR… AAHHSSHH…”
Mbak Lia menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lia roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan…
Mbak Lia menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lia roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan…
Tak
disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lia berdiri dan duduk di pinggir
spring bed. Kedua kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik ke belakang dan
kedua tangannya menyangga tubuhnya.
“Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi..” pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lia mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
“SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh… oohh…” rintihnya.
“Masukin aja, yang… jangan siksa aku, pleeaassee…” rengeknya.
“Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi..” pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lia mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
“SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh… oohh…” rintihnya.
“Masukin aja, yang… jangan siksa aku, pleeaassee…” rengeknya.
Mendengar
dia merintih dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang
memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa panas
akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur perlahan, sesekali
dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak Lia mulai gelisah, nafasnya makin
memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan
menggosok clitorisnya yang ternyata benar-benar sekeras dan sebesar kacang.
Iseng-iseng kucabut penisku dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu
menganga kemerahan.. basah sekali..
Gerakan
jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lia makin tidak karuan gerakannya.
Kakinya mulai kejang dan gemetaran, demikian pula sekujur tubuhnya mulai
bergetar dan mengejang bergantian. Lubang memek itu makin becek, terlihat
lendirnya meleleh dengan derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku..
direguk habis semua lendir yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan
Mbak Lia, terasa dari pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku
di memeknya.
Kupandangi
memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti daging kemerahan yang mencuat
keluar, bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan
nafas Mbak Lia tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr… ceerr..
aku merasakan ada cairan hangat muncrat dari memeknya.
“Mbak.. udah
keluar?”, tanyaku.
“Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin ****** kamu… aku hampir sampaaii..” erangnya.
Rupanya Mbak Lia sampai terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lia sekuat tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..
“Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin ****** kamu… aku hampir sampaaii..” erangnya.
Rupanya Mbak Lia sampai terkencing-kencing menahan nikmat.
Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lia sekuat tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..
“NDREEWW…
AKU KELUAARR… OOHH… SAYANG… MMHH… AAGGHH… UUFF…”, Mbak Lia menjerit dan
mengerang tidak karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..
“Mbak.. aku
mau muncrat nich..” kataku.
“Keluarin sayang… ayo sayang, keluarin di dalem… aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi…” pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott… jrroott… srroott..
“Mbaakk.. MBAAKK… OOGGHH… AKU MUNCRAT MBAAKK…” aku berteriak.
“Hmm.. ayo sayang… keluarkan semua… habiskan semua… nikmati, sayang… ayo… oohh… hangat… hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh…” desah Mbak Lia manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.
“Keluarin sayang… ayo sayang, keluarin di dalem… aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi…” pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott… jrroott… srroott..
“Mbaakk.. MBAAKK… OOGGHH… AKU MUNCRAT MBAAKK…” aku berteriak.
“Hmm.. ayo sayang… keluarkan semua… habiskan semua… nikmati, sayang… ayo… oohh… hangat… hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh…” desah Mbak Lia manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.
“Ndrew,
makasih ya… kamu bisa melepaskan hasratku..” Mbak Lia tersenyum puas sekali..
“He-eh.. Mbak.. aku juga..” balasku.
“Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu.”
“Waahh.. kurang ajar juga kau ya…” kata Mbak Lia sambil memencet hidungku.
“Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?”
“Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak.” Jawabku.
“Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu” sahutnya.
“Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?” aku bertanya.
“He-eh.. Mbak.. aku juga..” balasku.
“Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu.”
“Waahh.. kurang ajar juga kau ya…” kata Mbak Lia sambil memencet hidungku.
“Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?”
“Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak.” Jawabku.
“Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu” sahutnya.
“Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?” aku bertanya.
“Ini pertama
kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan
tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu segala. Kamu nggak
jijik?”
“Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny..” aku tersenyum.
“Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny..” aku tersenyum.
Kami
berpelukan dan akhirnya terlelap. Kulihat senyum tersungging di bibir Mbak Liaku
tersayang…
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar