CERITA DEWASA - Iseng saja sebenarnya, aku belajar
hipnotis. AKu belajar dari seorang master hipnotis. Tak ada maksud apa-apa.
Kurang lebih sebulan setelah belajar, aku dirasa mampu untuk mempraktekkan ilmuku.
Aku awalnya praktek kepada seorang sukarelawan yang ditunjuk oleh masterku.
Intinya hipnotis itu adalah dengan menggunakan objek, yang mana korban harus
paling tidak konsentrasi ke objek tersebut. Sebenarnya amat susah kalau
menghipnotis seseorang apalagi orang itu bukan yang kita kenal. Kurang lebih
setelah dua bulan lamanya aku pun sudah bisa menggunakan ilmu hipnotis.
Hipnotisku adalah dengan objek perkataan dan gambar spiral.
Aku masih SMA kelas 2. Tak ada yang
menarik pada diriku, cuma anak sekolahan biasa. Satu-satunya yang menarik
mungkin kak Ratih. Orangnya sudah kuliah, cantik dan banyak cowok2 tertarik
kepadanya. Tak ada satupun keluargaku yang mengetahui tentang kemampuanku menghipnotis orang. Dan lucunya, hal itu menjadi iseng ketika aku mencoba kepada mbak Ratih.
kepadanya. Tak ada satupun keluargaku yang mengetahui tentang kemampuanku menghipnotis orang. Dan lucunya, hal itu menjadi iseng ketika aku mencoba kepada mbak Ratih.
Pulang dari kuliah mbak Ratih
dianter ama pacarnya. Namanya Tono. Tampak mbak Ratih orangnya sangat tertutup
dengan orang lain. Dan karena pakaiannya sopan dan sikapnya yang baik,
orang-orang enggan kepadanya. Dan kuliah Tono pun orangnya juga baik-baik,
teman sekampusnya, baru jadian seminggu. Hari itu ndak ada ayah dan ibu. Ayah
dan ibu pergi ke arisan keluarga, pulang baru hari kamis. Total seminggu di
rumah kami sendirian, hanya ditemani Denok, pembantu kami.
Mbak Ratih langsung masuk ke kamar,
ganti baju, dan mandi. Setelah makan malam, kami berdua nonton tv. Mbak Ratih
tampak kecapekan, aku bisa melihat raut wajahnya yang kusut.
“Gimana kampusnya mbak?”, tanyaku.
“Capek dik”, katanya. “Banyak sekali
kegiatan.”
“Sudah semester 2 kan, harusnya
lebih bersemangat lagi”, kataku.
“Ntar juga kamu bakal ngerasain koq
yang namanya kuliah gimana”, katanya.
Aku manggut-manggut. TV menampilkan
film action. Kami berdua menontonnya tanpa bicara. Sampai kemudian ketika iklan
aku nyeletuk.
“Kak, aku barusan belajar hipnotis
nih, mau aku hipnotis?”, tanyaku sambil nyengir.
Dia menatapku dengan tatapan aneh.
“Belajar dari mana?”
“Dari internet, belom dicoba sih
tapi boleh dong kalau kakak jadi orang yang dicoba”, kataku.
“Hahahah, aku ndak percaya ama yang
begituan”, katanya.
Aku lalu mengeluarkan papan yang
bergambar spiral. Lalu menyerahkannya ke kakakku.
“Apa nih?”, tanyanya.
“Objeknya, coba aja lihat, klo bisa
dan berhasil ya berarti berhasil”, kataku.
“Kayaknya seru nih, paling juga
nggak bisa”, katanya sambil tertawa.
“Sudah lihat saja itu gambarnya,
mulai ya?”, kataku.
“OK”, ia masih ketawa kecil.
Ia sebenarnya tak tahu, inti dari
hipnotis adalah mendapatkan ijin dari korban. kalau korban sudah menyetujui,
selanjutnya tinggal dari ucapan dan perintah kita saja, sampai ia benar-benar
dalam kekuasaan kita. Korban bisa menyetujui dengan cara mengiyakan dihipnotis,
ataupun dengan cara menyetujui ketentuan yang kita berikan atau perintah yang
kita berikan. Dan kakakku sudah masuk ke situ.
“Bayangin saja itu spiral adalah
sebuah jalan, kakak ada di pinggir ujung spiral, lalu tujuan kakak adlah ke
tengah spiral itu.”, kataku.
Mbak Ratih melihat gambar spiral
yang ia pangku tersebut. Ia mengurutkan garis spiral dari pinggir, lalu ke
tengah secara perlahan.
“Jangan hiraukan suara lain selain
suaraku”, kataku. Ini adalah lapis perintah kedua. Artinya, apabila seseorang
sadar dari hipnotis, maka ia harus melewati kesadaran berlapis dulu baru sadar
sepenuhnya.
Aku lalu mencobanya konsentrasinya.
Aku keraskan volume tv sejenak. Mbak Ratih tak beranjak dari papan spiral itu.
AKu paling tidak harus melakukan lima lapis kesadaran.
“Kemudian, satu-satunya yang mbak
patuhi adalah suaraku, setelah aku panggil nama mbak diulang tiga kali. Ratih,
ratih ratih!”, kataku. “Kalau mengerti mengangguklah!”
Mbak Ratih mengangguk.
“Kemudian, mbak akan sampai kepada
titik tengah spiral. Apabila sudah sampai, mbak akan terasa lelah, matanya
sangat berat dan mengantuk. Maka tidurlah!”, kataku.
Tak berapa lama kemudian mbak ratih
tertidur di sofa, ia tampak benar-benar . Aku mengecilkan volume tv. Dia sudah
dalam lapis keempat. Lapis kelima sekarang.
“Mbak akan mematuhi apapun yang saya
inginkan dan katakan, apabila aku bertepuk tiga kali lalu memanggil namamu tiga
kali, Ratih, ratih, ratih, segera sadar dari pengaruh hipnotisku. Kalau
mengerti mengangguklah!”, kataku.
Ia mengangguk. Bagus deh. Artinya
kalau ingin sadar ia harus melewati lima kali kesadaran. Dan itu tidak mudah.
Aku pun mencoba iseng. Sebenarnya
aku udah lama ingin melihat toketnya mbak Ratih yang terlihat menonjol dari
Kaosnya itu.
“Ratih, ratih, ratih”, panggilku.
Mbak Ratih menjawab, “iya”.
“Buka BHmu dan tunjukin dadamu”,
kataku.
Mbak Ratih pun dengan mata terpejam
meraih tali Bra-nya di punggung. Lalu ia menaikkan kaosnya. Tampaklah olehku
pemandangan yang sudah sangat lama ingin aku lihat. Mulusnya bongkahan putih
itu. Dadanya putih, putihnya pink. Sempurna dan gedhe. Aku lalu menyentuhnya,
kuremas dan kutekan putingnya itu. Ohh…rasanya luar biasa. Aku lalu mendekatkan
diriku ke dadanya, kuciumi dada itu. Kukecup lembut, kuhisapi pentilnya. Mbak
Ratih hanya mendesah, dalam pengaruh hipnotis ia bisa merasakan sensasi ini.
Aku lalu menghentikan aktivitasku. Wah, kalau ketahuan Denok berabe nih. Aku
lalu mematikan tv dan membopong mbak Ratih. Aku masuk ke kamarnya dan
kuletakkan ia di atas ranjang. Aku kunci pintu kamarnya lalu melakukan apa yang
aku lakukan tadi di sofa.
“Oh…Mbak…hmmm”, aku mengenyot
putingnya bergantian, kiri dan kanan. Mbak Ratih hanya naik turun nafasnya,
mendesah.
“Kalau memang enak, mbak boleh
menggerakkan badan sesuka mbak, tapi mata tetap tertutup ya!”, kataku.
Benarlah, mbak ratih mulai meremas
kepalaku. Ia seakan-akan tak mau melepaskan kenikmatan ini. Dadanya aku ciumi
dengan rasa sayang, dan ketika aku jilati bagian pinggir payudaranya, ia
menggelinjang hebat, sepertinya itu G-spotnya, aku teruskan dan ia makin
mencengkram kepalaku, ia peluk erat kepalaku. Aku lalu bergelirnya ke perutnya,
kuciumi pusarnya, lalu aku tatap wajahnya. Cantik sekali mbak Ratihku ini.
Aku ingin sekali mencium mbak Ratih
dari dulu, aku lalu menempelkan bibirku ke bibirnya. Mulutnya yang sedikit
terbuka aku jelajahi dengan lidahku. Kuhisap salivanya dan kutelan. Kuciumi
apapun yang ada di wajahnya. Bau rambutnya sangat harum dan aku masih meremas
toketnya yang gedhe tadi.
Penisku sudah on dari tadi
sebenarnya. Aku lalu melepas celanaku hingga tubuh bagian bawahku telanjang.
“Mbak Ratih sekarang duduk”, kataku.
Mbak Ratih lalu duduk, masih
memejamkan matanya dan lemas. Aku tuntun tangannya memegang penisku, oh nikmat
sekali.
“Mbak anggap yang mbak pegang ini
lolipop, kulumlah tapi jangan digigit, jilati dan hisap!”, kataku.
Mbak Ratih lalu membungkuk. Aku yang
duduk di atas ranjang itu hanya melihat aksinya. Mula-mula ia jilati penisku
persis seperti lolipop. Lalu ia kulum…..aawwww…itu lidahnya menari-nari di
dalam mulutnya. Ia jilati punyaku seluruhnya hingga basah.
“Mbak boleh mengocok pake mulut
kalau mau”, kataku.
Dan mbak Ratih nurut saja, kini
kocokan mulut, hisapan dan jilatan menyatu membuat sensasi penisku serasa
ngilu. Aku masih perjaka lagian. Ohh…nikmat banget. Aku meremas toketnya dengan
gemas. Mbak Ratih pelan sebenarnya oralnya, cuman enak banget, bener-bener
penisku dijadiin lolipop. OOuuuwwww,….mau keluar nih……
“Kalau sesuatu keluar, telan ya”,
kataku.
Ooowww…ndak kuat
lagi…aaaaaa…aaa…AAAAHHHH H…Croott..croott.. ..crooot…croott…Muncratlah pejuhku
di dalam mulutnya. Ia menghentikan aktivitas ngocok dan menjilati spermaku.
Lalu ia telah semuanya. Aku bisa mendengar suara tenggorokannya menelan
sesuatu. Glup.
Aku lemas.
“Sudah mbak. Sekarang mbak tidur
saja!”, kataku. Mbak Ratih berbaring. Aku membetulkan branya, lalu aku memakai
celanaku lagi. “Mulai sekarang mbak kalau aku panggil patuh pada perintahku,
mengerti?”
Mbak Ratih mengangguk.
“Baguslah, sekarang hitung sampai
seratus lalu sadar”,kataku.
“Satu….dua…tiga…”, mbak Ratih mulai
menghitung. Aku lalu keluar kamarnya dan masuk ke kamarku.
Lemes deh….nikmat banget mbak Ratih
sepongannya.
Esoknya hari minggu. Mbak Ratih
keluar kamar dengan wajah sayu. Ia tak sadar apa yang terjadi tadi malam. Aku
menonton film kartun saat itu. Aku menoleh kepadanya.
“Kemarin aku koq bisa ada di kamar
ya?”,tanyanya.
“Lha, kan mbak sendiri yang masuk
kamar”, kataku.
“Ahh…ndak inget”, katanya.
Hari itu mbak Ratih ada acara keluar
jalan-jalan bersama teman-temannya. Jadilah aku di rumah sendirian. Hanya ada
Denok di rumah menemaniku. Oiya. Denok ini cewek masih single, usianya sudah 34
tahun. Dan dia jadi pembantu di rumah ini sudah lama. Denok sendiri seorang
janda, anaknya berada di desa diasuh oleh orang tuanya. Dan di kota ia mencari
penghidupan yang layak. Aku kemarin bisa menghipnotis mbak Ratih, apakah bisa
juga kepada Denok? Iseng lagi ah….
“Denoook!”, kataku.
“Ya Den”, katanya.
Ia memakai T-Shirt dan celana
pendek. Tubuhnya sintal, ndak gemuk, juga ndak kurus. Toketnya biasa saja sih,
wajahnya juga ndak jelek-jelek amat. Hitam manis kalau boleh kunilai.
“Lagi ngapain?”, tanyaku.
“Lagi bersihin dapur”, kata Denok.
“Perlu apa Den?”
“Coba duduk sini”, kataku.
Denok bertanya-tanya, mau apa
majikannya ini.
“Aku sedang belajar hipnotis nih,
boleh nggak jadi subjeknya?”, tanyaku.
“Emang bisa?”, tanyanya.
“Yaaa….namanya juga nyoba. Tenang
aja deh ndak bakal aku apa-apain, lagian juga belum tentu berhasil”, kataku.
“Aden ini ada-ada saja, udah ah, mau
lanjutin kerjaan saja”, katanya.
“Eeee…tunggu dulu, sebentar saja
koq. Kalau tidak bisa ya udah”, kataku. “Tapi cuman sebentaaar saja”
Denok menghela nafas. Ia agak aneh juga,
bahkan mungkin ia mengira aku tak akan berhasil.
“Baiklah, pertama aku ingin dirimu
rileks dulu”, kataku.
Denok menghela nafas lagi. Ia
mungkin mengira ini cuma permainan anak kecil yang harus ia turuti. Maklum
sejak kecil ia sudah bekerja di sini.
“Bukan begitu Denook, yang rileks,
santai gitu lho”, kataku.
“Iya, iya”, katanya.
Tak perlu kuceritakan lagi bagaimana
langkah-langkah hipnotisku. Sebab caranya sama seperti apa yang aku lakukan
kepada mbak Ratih. Dan…..Denok sudah dalam pengaruhku. Berhasil juga ternyata
kepada pembokat sendiri. Kini Denok hanya menatap dengan tatapan kosong. Siap
menerima perintahku. Aku mulai horni nih.
“Denok, denok, denok”, kataku.
“Iya den”, jawabnya dengan tatapan
kosong.
“Kamu patuh kepada perintahku? ”
“iya”, katanya sambil mengangguk.
“Apa pendapatmu tentang diriku?”,
tanyaku.
“Aden itu orangnya suka males, dan
kelakuannya jelek. Suka godain diriku, pokoknya ndak suka deh”, kata Denok.
wah, ternyata dia ndak suka kepadaku. “Dulu waktu kecil sih lucu, setelah gedhe
aden jadi nakal, suka keluyuran kemana-mana, padahal kalau baik Denok pasti
suka”.
“Ini jujur?”, tanyaku.
“Iya”, kata Denok.
Aku koq jadi gemes dengan pembokatku
ini.
“Baiklah buka bajumu!”, kataku.
Denok patuh saja kepadaku. Ia buka
bajunya. Tapi cuma T-Shirtnya saja. Aku bisa lihat ternyata dadanya besar juga.
Selama ini Bra-nya-lah yang membuat ia seperti mempunyai dada kecil. Dan aku
bisa melihat tonjolan bongkahan yang padat dari kedua bra-nya. Shit! Jadi konak
diriku.
“Maksudku semua bajumu sampai tidak
memakai apapun”, kataku.
Akhirnya Denok pun melepas satu per
satu bajunya. Sementara celanaku sudah sesak, aku pun terpaksa melepaskan semua
bajuku sekalian. Kini kami berdua telanjang. Denok duduk di sofa sambil menatap
dengan tatapan kosong lagi. Shit, beneran toketnya gedhe! Putingnya berwarna
coklat, tapi kulitnya mulus, aku melihat ke bawah. Wah dia rajin cukur bulu
bawah sana ternyata. Aku mengamati seluruh tubuhnya. ternyata Denok ini montok,
aku lalu mendekat ke wajahnya dan kucium bibirnya. Sedapnya. Setelah
dilihat-lihat ia tak hanya hitam manis, tapi juga bikin aku horni. Itu toket
gedhenya.
“Denok, kamu patuh padaku-kan?”,
tanyaku.
Ia mengangguk.
“Pernah bercinta?”, tanyaku.
“Pernah”, jawabnya.
“Aku ingin kau anggap aku ini
suamimu, cintailah diriku dengan rasa cinta yang sangat dalam, melebihi apapun.
Anggap rasa cintamu padaku saat ini seperti balon yang kecil. Lalu
perlahan-lahan balon itu kau tiup, besar, makin besar, besar, besar jangan
khawatir sebab balon itu tak akan bisa meletus tapi hanya bisa membesar dan
mengecil. Dan tiuplah balon itu sampai sangat besar melebihi apapun”, kataku.
Denok memejamkan mata. Sesaat
kemudian ia membuka matanya dan melihatku.
“Aden…!”, panggilnya.
“Denok”, kataku.
Ia langsung memelukku. Dadanya
membuat penisku makin keras mengacung. Ia menubrukku di sofa. Wajah kami saling
berhadapan. Apa ia tak sadar kalau tak berpakaian?
“Aden, Denok cinta ama aden,
sangaaaat cinta”, katanya.
Aku lalu menciumnya, kami pun
berpanggutan. Baiklah keperjakaanku buat Denok saja. Lagi pula aku sudah horni.
Kami saling berpanggutan, aku lalu menghisap teteknya yang gede itu.
Alamaaaakkk…nikmat banget, kuhisap kiri dan kanan, kukenyot dan kuremas. Kenyal
sekali. Baru kali ini aku menetek setelah sekian lama.
“Adeeen….oucchh…he-eh den itu. Netek
sama Denok”, katanya.
Denok kini merebahkan dirinya, ia
pasrah kuhisapi teteknya. Aku lalu ke bawah dan kuciumi perutnya, putingnya
masih kumainkan, ia menggelinjang. Lama-lama aku pun ke bawah, makin kebawah
dan kusapu itu vaginanya dengan lidahku. Ia menggelinjang hebat. Kujilati
tempat kewanitaan itu. Rasanya asin, aku terus hisap dan kujilati hingga sangat
basah. Denok pun tak kuasa lagi, ia meremas-remas kepalaku lalu pahanya
mengempitku sambil ia bangkit.
“Awww….deeeenn….Denok keluar niii”,
katanya. Aku lalu bangun. Punyaku sudah mengacung. Ingin masuk saja sepertinya.
Aku lalu menciumi bibirnya lagi,
kami berpanggutan lagi. Lidah kami sailng menghisap. Aku siapkan rudalku, dan
kutindih Denok. SLEBB…awww…adududuh…..en ak…gini ya rasanya? Penisku seperti
disedot-sedot di vaginanya. Masalahnya ini vagina koq ya sempit ya, bukannya
Denok sudah punya anak? Dan apa ini karena ia tak pernah dipake?
“Enak den, ….terus…entotin
pembantumu ini!!”, katanya.
Aku tak berlama-lama, kugenjot itu
vagina. Denok merintih-rintih keenakan. ia meneriakkan namaku berkali-kali,
aduh baru juga 10 menit nih goyang. Rasanya sudah diujung. Enak banget. Maklum
aku masih baru pertama ginian, aku pun keluar. Pejuku muncrat di dalam
rahimnya. CROOOOTTT…..CROOOOTT…..CRO OTTT…
“Aaaahhh…adeeeenn….aww…. awww….panas
itunya”, katanya.
Kubenamkan lama di dalam sana, Denok
memelukku.
“Baru pertama ya den?”, tanyanya.
“I…iya”, kataku.
“Dulu suamiku juga baru pertama kali
gituan cepet”, katanya.
“Nikmat ndak?”, kataku.
“Iya sih, kan Denok keluar dulu
cinta”, katanya genit .
Aku perlahan-lahan cabut penisku
yang masih tegang itu. Ngilu rasanya keluar di dalem. Tapi
nikmat banget. Aku arahkan penisku ke mulut Denok. Ia jilati sisa-sisa sperma yang nempel di penisku. Wow ia lakukan itu seperti seorang pro. Baiklah, sekarang aku puas. Setelah itu kusuruh ia berpakaian dan melanjutkan pekerjaannya. Tapi dengan satu catatan, ia tak boleh menunjukkan cintanya kepadaku kecuali aku minta. Pengaruh hipnotisku jalan.
Malamnya, mbak Ratih sedang di kamar. Ayah dan ibu sudah tidur, cuma diriku saja yang ada di ruang tamu nonton tv. Ah sialan, koq aku jadi horni ya? Memang sebenarnya kepingin sih kalau aku gituan sama mbak Ratih. Baiklah kutunggu agak malaman aja.
nikmat banget. Aku arahkan penisku ke mulut Denok. Ia jilati sisa-sisa sperma yang nempel di penisku. Wow ia lakukan itu seperti seorang pro. Baiklah, sekarang aku puas. Setelah itu kusuruh ia berpakaian dan melanjutkan pekerjaannya. Tapi dengan satu catatan, ia tak boleh menunjukkan cintanya kepadaku kecuali aku minta. Pengaruh hipnotisku jalan.
Malamnya, mbak Ratih sedang di kamar. Ayah dan ibu sudah tidur, cuma diriku saja yang ada di ruang tamu nonton tv. Ah sialan, koq aku jadi horni ya? Memang sebenarnya kepingin sih kalau aku gituan sama mbak Ratih. Baiklah kutunggu agak malaman aja.
Lama menunggu, akhirnya sudah jam 12
malam. Aku mengetuk pintu kamar mbak Ratih.
“Mbak, masih bangun?”, tanyaku.
“Kenapa dik?”
Eh dia masih bangun.
“Boleh masuk?”, tanyaku.
“Iya”, katanya.
Aku pun masuk. Dan….mbak Ratih pakai
t-shirt dan kuyakin dia tak pake BH, juga celana pendek. Sial, bikin aku
berdebar-debar aja. Aku lalu panggil dia, “Ratih, ratih, ratih”
Dia yang sedang sibuk menulis,
mungkin PR, langsung tegap duduknya. Ia taruh pensilnya dan menatap ke depan
dengan pandangan kosong. Aku sudah ndak tahan lagi nih. Aku lalu melepaskan
semua bajuku. Kuhampiri mbak Ratih, lalu kupeluk dia dari belakang, kucium bau
rambutnya, kumasukkan kedua tanganku ke dalam t-shirtnya dari bawah. Aku lalu
raba dadanya. Nah kan, ndak pake Bra. Aku lalu Melepaskan t-shirtnya, kuangkat
tangannya sedikit hingga tampak ketiaknya yang putih itu. Aku tempelkan penisku
yang sangat ngaceng itu ke punggungnya.
“Mbak, apakah mbak cinta aku?”,
tanyaku.
“Iya, sangat cinta”.
Aku melihat puting susunya yang
mengacung ke atas. membuatku gemas untuk mencubitnya, maka jemari tanganku pun
bergerilya meremas toketnya. Kupuntir-puntir putingnya, mbak Ratih menarik
nafas lalu ia mengeluh..
“Nikmati saja mbak, lepasin juga
dong celananya”.
Mbak Ratih lalu berdiri dan
menurunkan celana pendeknya, hingga tampaklah olehku CD-nya.
“CD-nya juga”, kataku.
Ia melepaskannya juga.
Sekarang kami berdua telanjang. Aku
berdiri di hadapannya, lalu mengisap teteknya. Kujilati dan kuhisap, sambil
kupeluk kakakku yang sudah terhipnotis itu. Aku tarik dia lalu kubaringkan dia
di tempat tidur. Kuciumi dua bukit kembar itu, sambil kugigit sekali-kali,
perjalananku ke bawah, ke perut, lalu kulihat memeknya yang ditumbuhi sedikit
bulu. Aku membuka pahanya lebar-lebar, kobelai pahanya, dan kuciumi bibir
vaginanya. Lalu aku jilat klitorisnya, lidahku pun menari-nari di sana. Harum
sekali baunya, apakah mbak ratih selalu merawat ini?
Mbak Ratih menggelinjang,
berkali-kali ia mengeluh. Diremasnya rambutku, dan aku terus-menerus
melanjutkan aksiku, sambil kuremas toketnya.
“Dik, mbak mau pipis dik, oooohh…aaaahhh….”,
kata mbak Ratih.
Benar. Ia mengejang hebat sambil
mengempit kepalaku beberapa saat. Aku menghentikan aksiku. Tampak pejuh
berhamburan keluar dari vaginanya. Tempat kewanitaannya sangat basah. Aku lalu
duduk dan bersiap memerawani kakakku sendiri. Perlahan-lahan kugesek-gesek
lembut ke bibir vaginanya. Mbak ratih menggelinjang. Rasanya sungguh nikmat.
Aku tak mau menyakiti mbak ratih, aku ingin berusaha lembut. Aku lalu mendorong
pinggulku, penisku perlahan masuk. SLLEEEBB…ougghh….sempit banget, tapi agak
lancar karena ada pelumas tadi. Aku dorong dan mbak ratih menjerit…
“AWWwww….sakit dik, aduuuhh…”,
katanya.
Aku dorong selaput daranya hingga
robeklah dia. Aku tak bisa berhenti begitu saja. Aku istirahatkan sejenak
punyaku. Lalu kudorong lagi perlahan. Ketika mbak Ratih kesakitan aku hentikan,
begitu terus sampai mentok. Nikmat sekali punyaku disedot-sedot. Aku tarik,
lalu perlahan kudorong lagi. ouuuggghh….nikmat. Aku tindih tubuh mbakku. Aku
peluk dan kuhisapi teteknya, lalu kukulum dia. Kemudian kugoyang pinggulku maju
mundur perlahan. Lama-lama rasa sakit itu sudah hilang, mbak Ratih pun hanya
bisa bilang ah dan uh saja. Aku bisa lihat tetek mbak Ratih naik turun dengan
goyangan perlahan pun, woohhh, impianku selama ini akhirnya terkabul juga.
Clek,,…clek…cleek…cleek. .., suara
becek gesekan vagina dan penisku terdengar di kesunyian malam ini. Aku rasanya
sudah ndak tahan nih, udah mentok di ujung. Paling tidak aku tidak secepat tadi
pagi dengan Denok. Ouughh…nikmat banget udah…ndak tahan…..keluar di mana ya?
“Mbak, keluar nih”, kataku.
“Mbak sudah keluar dari tadi
dik…ah…aah…ahh…”, kata mbak Ratih. Ia masih menatapku dengan pandangan
kosongnya.
“Di dalem ya, AAAHhhhh….”, jeritku.
Creeett…..crettt…..creeett tt…sperma akhirnya keluar dan kubenamkan di dalam
rahim mbakku. Aku tak mencabutnya hingga habis.
Aku pun lemas kupeluk mbak Ratih.
Tampak di vaginanya keluar sedikit cairan putih dan merah darah selaput
daranya. Aku lalu tiduran di sampingnya. Ia memejamkan mata, mungkin kelelahan
karena aksiku tadi. Aduh gimana ya nanti klo hamil. Aku bingung juga nih. Lama
aku berpikir tentang tindakanku ini. Memang sih aku kepingin ngentot ama
kakakku, tapi klo dia tahu aku menghipnotisnya…aduh…giman a nih.
Aku lalu melihat mbakku yang
mendengkur halus.. Ia ternyata sudah tertidur. Melihat toketnya yang padat itu,
aku jadi horni lagi, aku lalu miringkan tubuhnya, sehingga tampaklah bongkahan
pantatnya. Penisku mengeras lagi, dan aku tanpa pikir panjang langsung masukkan
ke vaginanya dari belakang. SLEBB…aww…masih sempit juga. Malam itu pun aku
mengerjainya lagi sambil ia tertidur.
Paginya ia tak ingat lagi kejadian
tentang tadi malam. Pagi seperti biasa, ibu dan ayah pergi ke kantor. Mbak
Ratih ke kampus, aku sendirian di Rumah. Denok tampak sedang membersihkan
rumah. Aku berdiri di depannya.
“Denok, denok, denok”, kataku.
Seketika itu ia menjatuhkan sapunya
dan berkata, “Iya den?”
Aku turunkan celanaku. Muncullah
burungku.
“Isepin dong!”, kataku.
Dengan patuhnya Denok berjongkok dan
langsung melakukan blow job. Ahh…nikmat banget. Ia mengulum penisku seperti
permen, sambil tangan kirinya mengocoknya. Punyaku yang tidur langsung tegang
dan bereaksi. Denok yang sudah ahli ini, tak butuh waktu lama untuk bisa
membuatku hampir klimaks.
“Sudah, sudah…buka bajumu!”, kataku.
Ia berdiri dan melepaskan bajunya
satu demi satu. Aku lalu memeluk dan menciuminya, kuhisap teteknya dengan
lembut. Lalu ia kutuntun untuk bersandar di sofa. Ia menungging, dan kumasukkan
penisku ke tempatnya. BLESS…aww..nikmat….aku pun bergoyang maju mundur.
Pantatnya yang semok itu membuatku sangat bergairah. Aku meremas teteknya,
sambil kuhujamkan penisku dalam-dalam.
“aaahh…ahh…ahh…ahhh..oow
wcc…ooucchh… aww. ..aahh…uh…uh…”, hanya itu yang keluar dari mulut Denok.
Oww…sial, aku keluar.
“Denok berlutut, ayo hadap sini!”,
kataku.
Ia lalu berlutut dan menghadap ke
diriku.
“Buka mulutnya”, kataku.
Ia membuka mulutnya. Kukocok penisku
yang mau keluar itu dan Crooottt…..crott…..crooott …tumpahlah sperma ke
mulutnya itu.
“Bersihkan”, kataku.
Ia menjilati sperma yang ada di
penisku.
“Jangan lupa telan ya”, kataku.
Denok pun menjilatinya dengan rakus
dan menghabiskan menu sperma hari ini. Setelah bersih ia kusuruh pakai baju
lagi.
Begitulah setiap hari, malam hari
aku ngentotin kakakku dan pagi hari atau siang hari aku dengan Denok. Paling
tidak sebulan lamanya, hingga kemudian aku ingin berterus terang dengan mbak
Ratih bahwa hampir setiap malam aku begituan dengan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar