CERITA DEWASA - Menjadi istri yang setia merupakan cita-cita kebanyakan wanita, termasuk diriku. Sinta namaku, umurku 37 tahun. Aku sudah menikah selama 15 tahun dan sudah dikarunia 2 orang anak laki-laki yang berumur 13 dan 10 tahun. Mas Andri adalah suamiku, umurnya lebih tua 5 tahun dari aku. Dia berkerja di sebuah instansi pemerintahan dan memiliki kedudukan yang cukup bagus sehingga kehidupan ekonomi keluargaku lebih dari cukup.
Awalnya kehidupan ranjang kami
baik-baik saja. Mas Andri selalu bisa memuaskanku, begitu juga dengan aku yang
selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk suamiku.
Namun perlahan-lahan Mas Andri
berubah. Sikapnya sekarang seperti malas kalau berhubungan denganku.
Dulu sebelum melakukan intim biasanya Mas Andri suka merauku dengan hal-hal yang romantis tapi sekarang langsung masukin aja bahkan tanpa pemanasan. Tak jarang juga hubungan intim aku dengan Mas Andri tidak lebih dari 5 menit. Hampir dua tahun terakhir aku tidak perna mencapa orgasme kalau ditidurin Mas Andri.
Dulu sebelum melakukan intim biasanya Mas Andri suka merauku dengan hal-hal yang romantis tapi sekarang langsung masukin aja bahkan tanpa pemanasan. Tak jarang juga hubungan intim aku dengan Mas Andri tidak lebih dari 5 menit. Hampir dua tahun terakhir aku tidak perna mencapa orgasme kalau ditidurin Mas Andri.
Kadang aku suka bertanya-tanya,
apakah Mas Andri punya wanita lain selain aku sehingga sudah tidak bergairah
lagi dengan aku? Atau apakah aku ini sudah tidak cantik lagi di mata Mas Andri?
Padahal menurut ibu-ibu komplek aku termasuk ibu yang ‘segar’ karena rajin
merawat tubuhku. Kadang sehabis mandi aku suka berkaca sendiri sambil
telanjang. Kuperhatikan bagian tubuhku satu persatu. Memang wajahku sekarang
mulai ada kerutan-kerutan namun aku rasa dengan rambut panjang lurus dan
hidungku yang mancung aku masih cantik. Tubuhku memang sudah tidak langsing
lagi seperti muda dulu tapi aku rasa tubuhku masih kencang dan menarik tidak
seperti ibu-ibu komplek teman arisanku yang sudah banyak lemak yang
bergelambir. Payudaraku walau sedikit bergelantung tapi aku rasa masih seksi
dengan ukuran sebesar 38B. Apalagi pantatku yang besar montok, aku rasa juga
anak muda sekalipun ga banyak yang pantatnya semontok aku. Memang kehidupan
ranjangku akhir-akhir ini menyiksaku, namun sebisa mungkin aku menjaga
kesetiaanku terhadap Mas Andri sama halnya seperti aku menjaga keperawananku
dulu.
Awalnya aku menerima saja keadaan
ini, namun saat aku berkenalan dengan dunia maya. Memang baru sebulan ini kami
berlanggan internet di rumah kami, itu juga karena anak kami yang paling besar
merengek-renget memintanya. Awalnya aku tidak pernah tertarik dengan namanya
internet namun karena kejadian itu semuanya berubah.
Waktu itu suatu malam ketika aku
habis berhubungan intim dengan Mas Andri yang seperti biasanya aku tidak
mencapai orgasme. Saat itu aku tidak bisa tidur, Mas Andri dan anak-anak sudah
pada tidur semua makanya aku iseng menyalakan computer dan membuka internet.
Awalnya aku hanya membuka situs tentang pakaian-pakaian wanita, lalu aku
membuka tentang alat-alat kebugaran. Waktu membuka situs tentang alat kebugaran
di bagian bawah situs tersebut terdapat iklan tentang ‘sex toys’. Aku pun
penasaran dan lalu kuklik link tadi. Awalnya aku terkejut saat kubuka situs itu
langsung muncul barang-barang yang bentuknya seperti penis. “mungkinkah
alat-alat ini yang dipakai untuk masturbasi?” tanyaku dalam hati. Aku memang
tau apa itu masturbasi tapi aku belum pernah mencoba karena aku tidak tahu
bagai mana caranya.
Lalu rasa penasaranku semakin besar,
kuketikan kata “cara masturbasi” di google. Lalu muncullah situs-situs yang
menjelaskan tentang masturbasi. Kubuka halaman tadi dan kubaca dengan seksama
sambil membayangkan mainan berbentuk penis tadi masuk ke memekku. Tanpa kusadari
tangan kanan ku sudah masuk ke dalam daster tidurku dan mengelus-elus celana
dalam ku. Kurasakan rembesan basah mulai terasa di celana dalamku. Aku pun
semakin menikmati dan kumasukan jari ke ke dalam celana dalam dan aku mulai
memainkan klitorisku. Semakin cepat dan cepat aku memainkan klitorisku dan
khayalanku terbang membayangkan tentang penis, tapi ntah penis siapa, yang
pasti penis yang besar yang menghujam-hujam memek ku. Aku pun mencapai orgsme,
orgasme yang selama ini terpendam dan tertahan. Terasa nikmat sekali
sampai-sampai celana dalamku basah sekali terkena cairan memekku. Setelah
selesai orgasme aku pun bisa tertidur pulas.
Pagi hari aku bangun dengan perasaan
yang berbeda. Hasratku yang terpendam telah tersalurkan meski denga masturbasi.
Kini pun aku telah siap memulai hari baru dengan ceria.
Seperti biasa setelah suamiku pergi
kerja dan anak-anak berangkat sekolah tinggallah aku sendiri. Pekerjaan rumah
telah menantiku, namun aku dahulukan ke warung Bu Tuti karena kalau terlalu
siang suka kehabisan sayuran untuk ku masak. Setelah berdandan alakadarnya aku
pun pergi ke warung Bu Tuti. Aku masih mengenakan daster yang tadi malam dan
aku juga belum mandi karena biasanya setelah beres semua kerjaan aku baru
mandi.
Aku belanja sayuran untuk kumasak di
hari itu. Namun entah kenapa hari itu aku membeli timun padahal aku sendiri
tidak tahu mau diapakan timunnya. Mungkin gara-gara saat kupegang timun tadi
aku langsung kepikiran yang tadi malam.
Sesampainya di rumah aku langsung
membongkar kantung plastic belanjaan tadi. Timun lah yang aku cari, aku
pegang-pegang sambil kunyalakan computer. Aku langsung membuka situs yang tadi
malam, namun aku rasakan aku inginkan sesuatu yang lebih. Aku pun mulai
mencari-cari dan sampailah pada sebuah situs yang menyajikan pornografi dalam
bentuk video.
Untuk beberapa saat aku
memperhatikan video tadi. Adegan yang diperankan oleh orang-orang bule yang
cantik mulus dan laki-laki dengan kontol yang gede, yang gedenya hampir sama
dengan timun yang kupegang. Adegan itu dimulai dengan salaing ciuman dengan
permainan lidah. Jantungku mulai berdetak tak beraturan, terasa panas mengalir.
Aku pun mulai merasakan rangsangan birahi yang menggebu.
Adegan dilanjutkan dengan hisapan
kontol sang lelaki oleh sang wanita. Adegan yang baru bagiku karena selama ini
aku belum pernah mencobanya dan Mas Andri pun belum pernah memintanya. Tanpa
disadari aku pun mulai mulai menjilat-jilat timun yang kugenggam tadi dan
tangan kiriku meraba-raba memekku yang sudah basah.
Adegan pun berlanjut, begitu juga
dengan timunku. Timunku perlahan-lahan sampai ke memek ku, dengan
perlahan-lahan aku masukan. Rasa yang sangat aku rindukan. Otot-otot dinding
memekku terasa terpenuhi dengan timun yang berukuran cukup lumayan besar.
Sungguh aku merindukan kontol yang besar dan tahan lama. Dan tak lama berselang
aku pun mencapai orgasme yang hebat.
Sudah sebulan lebih aku memuaskan
hasratku dengan masturbasi di depan computer. Hampir setiap pagi ketika suami
dan anak-anak sudah berangkat aku pasti melakukannya. Mulai dengan melihat
adegan bokep barat, india, Indonesia, negro sampai dengan membaca cerita-cerita
panas. Mulai dari dengan jari tangan, timun atau pun terong aku memuaskan
birahiku. Namun tetap saja aku merindukan kontol asli yang bisa memuaskanku.
Bukan seperti kontol Mas Andri yang kencil dan kendur meskipun sudah ereksi,
yang hanya bertahan 3 menit. Tapi kontol laki-laki sejati yang bisa memuaskan
hasrat birahiku.
Aku menjadi wanita yang terobsesi
dengan kontol. Setiap laki-laki yang jumpai aku selalu membayangkan kontolnya
sebesar apa. Aku selalu berimajinasi kalau kontol-kontol mereka itu menghujam
memekku degan perkasanya seperti adegan-adegan bokep di internet yang selalu
kutonton saat masturbasi. Namun itu hanya dalam hayalanku. Aku tidak ada
keberanian untuk merasakan kontol selain kontol suamiku. Atau juga memang tidak
ada kesempatan.
Hingga suatu hari kakak permepuanku
menitipkan anaknya Rendi di rumahku. Rendi baru saja lulus kuliah, umurnya 22
tahun. Dia mau mengikuti wawancara kerja di kota ku. Wawancara kerja itu
dilakukan beberapa tahap sehingga tidak selesai dalam satu hari makanya kakakku
menyuruhnya untuk tinggal di rumahku dan kalau sudah pasti diterima baru
mencari tempat kost.
Hari itu seperti hari senin yang
biasa. Jam 7 pagi seperti biasanya anak dan suamiku sudah berangkat dari rumah.
Aku pun mulai menyalakan computer untuk ritual masturbasi yang sudah menjadi
rutinitas akhir-akhir ini. Namun ketika aku mau membuka internet aku teringat
sepupuku Rendi yang baru datang subuh tadi dengan kereta malam. Aku pun hendak
mengurungkan niatku untuk masturbasi takut nanti ketahuan Rendi.
Namun birahiku nampaknya sedang
bergelora pagi ini. Aku nekat untuk tetap melakukan masturbasi. Aku berpikiran
kalau Rendi akan tertidur pulas karena kelelahan setelah perjalanan panjang.
Aku pun segera naik ke lantai 2, kamar tamu yang kami siapkan untuk Rendi. Aku
hendak mengecek dia, apakah masih tertidur atau sudah terbangun.
Kalau masih tertidur maka bebaslah aku bermasturbasi.
Kalau masih tertidur maka bebaslah aku bermasturbasi.
Aku dapati pintu kamar ruang tamu
itu sedikit terbuka, kunci kamar itu memang sudah lama rusak sehingga pintunya
tidak dapat tertutup rapat. Dari celah pintu itu aku lihat Rendi masih tidur
terlentang. Aku pun lalu melangkah untuk kembali ke ruang tamu yang terdapat
computer. Namun baru 2 langkah aku kembali ke pintu tadi. Aku memperhatikan
pemandangan yang tadi sempat terlewat. Aku memperhatikan tonjoalan di celana
boxer yang Rendi kenakan saat tidur terlentang. Sungguh besar tojolan kontol di
celana boxer Rendi itu.
Khayalan nakalku pun mulai melayang
seiring tingginya birahiku pagi itu. Aku membayangkan seberapa besar kontol
yang ada di dalam celana Rendi tersebut. Ah tidak, dia kan keponakaku. Aku
mencoba berpikiran rasional. Aku mencoba menepikan khayalan nakal di otak ku.
Namun semua itu sia-sia, tanpa sadar tangan kananku sudah masuk ke dalam
dasterku. Tanganku sudah mengelus-elus memek yang masih terbungkus celana
dalam.
Ah, persertan dengan keponakan.
Nafsu birahi telah menguasaiku. Aku pun mulai membuka celana dalam merah yang
aku kenakan. Tanganku kian gencar memainkan memek ku yang sudah basah. Aku
membayangkan besarnya kontol Rendi yang masih tertidur. Belum ereksi aja sudah
menonjol besar seperti itu apalagi kalau sudah nagaceng. Ah.. pasti nikmat
rasanya jika kontol Rendi yang sertinya besar itu menghujam di memek ku. Dengan
posisi duduk di kursi di depan pintu aku terus mengocok memek ku dengan
jari-jari ku dan tak lama berselang aku pun mencapai orgasme yang sungguh
nikmat.
Setelah selesai ritual masturbasi
yang tidak sesuai rencana itu aku melanjutkan pekerjaan rumah yang telah
menjadi rutinitasku. Sepanjang melakukan pekerjaanku itu pikiranku terus
terbayang kontol Rendi yang baru aku lihat sebatas tonjolan. Aku terus
memperkirakan seberapa besarnya, seberapa panjangnya, kencangnya seperti apa,
tahan seberapa lama. Ah, semakin lama semakin penasaran aku akan kontolnya
Rendi. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, Rendi yang terakhir kali bertemu
masih bocah ingusan sekarang telah membangkitkan birahiku.
Setelah selesai dengan pekerjaanku
aku langsung mandi. Aku dapati juga Rendi telah selesai mandi dan sedang
bersiap-siap untuk wawancara kerjanya pukul 10 nanti. Entah mengapa pagi itu
aku ingin terlihat cantik di mata Rendi. Aku pun berdandan, padahal biasanya
aku ga pernah pakai kosmetik jika tidak mau berpergian. Aku menggunakan celana
legging agar pantatku bisa terlihat menonjol dan terilihat cetakan celana
dalamnya. Lalu aku mengenakan baju kaos yang ketat dan bra yang kekecilan yang
sudah lama tak ku kenakan agar toketnya terlihat menyembul dan terlihat
belahannya. Entah kenapa aku seperti anak ABG yang ingin mencari perhatian
laki-laki.
Setelah selesai berdandan aku pun
keluar kamar. Jam dinding menunjukan pukul 9 kurang 5 menit. Kudapati Rendi
sedang berbenah dengan tasnya, mungkin sedang memeriksa bawaan untuk persiapan
wawancarnya.
“Udah siap Ren?” Tanyaku memulai pembicaraan.
Aku berjalan berlenggak-lenggok layaknya pragawati yang memaerkan bokong menghampiri Rendi.
“Eh, tante.. Doa in aja ya biar bisa diterima.” Jawabnya.
“Ya iya lah tante doa in, nanti kalau sudah diterima tinggalnya di sini aja ya Ren..” Entah kenapa ucapan itu tiba-tiba terlontar dariku. Padahal dari rencana awal juga Rendi akan ngekost kalau sudah diterima.
“Ah, ntar ngerepotin tante.. Rendi lebih baik nge-kost aja..”
“Gapapa ko Ren, kaya ma siapa aja..” Aku menyilangkan kakiku berharap Rendi melihat bokongku yang tercetak di celana legging. “Oh ya, emang wawancara kerjanya sampai kapan Ren..?” lanjutku lagi.
“Sampai hari kamis tante, tapi Rendi baru pulangnya hari sabtu, hari jumat nya Rendi mau jalan-jalan dulu.. boleh kan tante?” Jawabnya seperti biasa tak ada reaksi yang berlebih dari Rendi setelah kupamerkan bokongku.
“Ah gapapa ko’ Ren, lebih lama lagi juga gapapa ko”
Ingin rasanya aku bertelanjang ria di depan Rendi dan mendekapnya. Ah.. tapi aku masih belum cukup gila. Tak lama kemudian Rendi pun berangkat untuk wawancara kerjanya. Seharian itu pikiranku terus menjurus ke kontol Rendi yang menjadikan rasa penasaranku cukup tinggi.
“Udah siap Ren?” Tanyaku memulai pembicaraan.
Aku berjalan berlenggak-lenggok layaknya pragawati yang memaerkan bokong menghampiri Rendi.
“Eh, tante.. Doa in aja ya biar bisa diterima.” Jawabnya.
“Ya iya lah tante doa in, nanti kalau sudah diterima tinggalnya di sini aja ya Ren..” Entah kenapa ucapan itu tiba-tiba terlontar dariku. Padahal dari rencana awal juga Rendi akan ngekost kalau sudah diterima.
“Ah, ntar ngerepotin tante.. Rendi lebih baik nge-kost aja..”
“Gapapa ko Ren, kaya ma siapa aja..” Aku menyilangkan kakiku berharap Rendi melihat bokongku yang tercetak di celana legging. “Oh ya, emang wawancara kerjanya sampai kapan Ren..?” lanjutku lagi.
“Sampai hari kamis tante, tapi Rendi baru pulangnya hari sabtu, hari jumat nya Rendi mau jalan-jalan dulu.. boleh kan tante?” Jawabnya seperti biasa tak ada reaksi yang berlebih dari Rendi setelah kupamerkan bokongku.
“Ah gapapa ko’ Ren, lebih lama lagi juga gapapa ko”
Ingin rasanya aku bertelanjang ria di depan Rendi dan mendekapnya. Ah.. tapi aku masih belum cukup gila. Tak lama kemudian Rendi pun berangkat untuk wawancara kerjanya. Seharian itu pikiranku terus menjurus ke kontol Rendi yang menjadikan rasa penasaranku cukup tinggi.
Esok harinya rutinitas yang biasa
pun berlalu, jam 7 pagi suami dan anak-anak ku sudah pada berangkat. Kali ini
Rendi sudah bangun dari pagi otomatis acara masturbasi ku pun terhambat. Selama
ini aku masturbasi selalu dengan rangsangan melihat bokep di internet yang komputernya
ada di ruang tamy. Aku tidak terbiasa masturbasi dengan imajinasiku tanpa
rangsangan secara visual. Dan rasanya tidak mungkin juga masturbasi dengan
mengintip Rendi seperti kemarin, Rendi sekarang sudah terbangun, kalau ketahuan
bisa berabe.
Ah, tapi bisa aja kan minta langsung
Rendi untuk memperlihatkan kontolnya. Pikiran gila terbesit di otakku. Ah, gila
kali nanti kalau Rendi lapor ke kakak ku, trus nanti suami ku bisa tahu juga.
Tapi kalau Rendi nya ikut terangsang dia pasti tidak akan ngelaporin terus aku
juga bukan hanya bisa melihat kontol Rendi tapi bisa juga ngerasain memek ku di
hujamnya dengan kontolnya yang gede. Aaaahhh.. pasti nikmat pikirku. Tapi apa
aku bisa membuat Rendi terangsang. Ayo Sinta, kamu pasti bisa ! Aku benar-benar
sudah kehilangan kewarasan. Nafsu sex menguasai diriku dan aku pun benar-benar
melaksanakan rencana gilaku itu.
Tidak seperti biasanya pagi itu aku
mandi lebih awal, pekerjaan rumah yang biasa kukerjakan aku abaikan dahulu.
Setelah mandi aku pun berdandan agar terlihat cantik. Setalah kupilah-pilih aku
pu memutuskan daster tipis warna pink untuk kukenakan. Aku putuskan tidak
menggunakan bra dan celana dalam agar Rendi bisa melihat cetakan putingku dan
akan kupertontonkan memek serta bokong ku secara langsung. Pokoknya Rendi harus
terangsang melihatku.
Setelah selesai berdandan aku pun
langsung mencari sosok keponakanku itu, dan kutemui dia di ruang tamu sedang
membaca koran.
“Pagi Ren… mau pergi jam berapa hari ini?”
“Biasa tante jam 9… memang ada apa tante?” Kali ini Rendi mulai mengamati tubuhku.
“Ah gapapa ko’.. Bisa minta tolong ga angkatin jemuran ke atas..”
“Iya tante bisa, mana jemurannya?”
“Pagi Ren… mau pergi jam berapa hari ini?”
“Biasa tante jam 9… memang ada apa tante?” Kali ini Rendi mulai mengamati tubuhku.
“Ah gapapa ko’.. Bisa minta tolong ga angkatin jemuran ke atas..”
“Iya tante bisa, mana jemurannya?”
Setelah menunjukan jemurannya Rendi
pun mengangkatkannya. Aku sengaja jalan terlebih dahulu dengan harapan saat di
tangga Rendi bisa melihat bokongku yang tidak terbungkus celana dalam secara
langsung. Dan memang seperti yang aku perkirakan, saat di tangga Rendi melihat
bokongku meski dengan curi-curi. ketika sudah sampai atas kulihat besarnya
tonjolan di celana Rendi yang menandakan sudah ereksi.
“Loh, sudah bangun lagi Ren?” tanyaku ketika sampai di atas.
“Maksud tante? “ Rendi nampak bingung.
“Itu dede yang di celana nya?” Mata ku tertuju ke tonjolan di celana Rendi.
“Eh, ah.. eh..” Rendi tampak salah tingkah dan tak dapat menjawab.
“Rendi terangsang ya lihat tante?” tanyaku lagi.
Rendi tampak masih salah tingkah dan tidak menjawab pertanyaanku.
“Boleh ga tante lihat dedenya Rendi?” Aku pun mulai membuka gesper dan kancing celana Rendi.
“Ja.. ja.. jangan tante..” kata Rendi.
Namun tak kulihat penolakan Rendi terhadap apa yang aku lakukan. Aku pun terus membuka celana Rendi. Kudapati kontol yang besar yang sudah ereksi kencang. Besarnya hampir sama dengan dengan kontol-kontol bule yang aku lihat di film bokep, namun punya Rendi lebih pendek sedikit.
“Loh, sudah bangun lagi Ren?” tanyaku ketika sampai di atas.
“Maksud tante? “ Rendi nampak bingung.
“Itu dede yang di celana nya?” Mata ku tertuju ke tonjolan di celana Rendi.
“Eh, ah.. eh..” Rendi tampak salah tingkah dan tak dapat menjawab.
“Rendi terangsang ya lihat tante?” tanyaku lagi.
Rendi tampak masih salah tingkah dan tidak menjawab pertanyaanku.
“Boleh ga tante lihat dedenya Rendi?” Aku pun mulai membuka gesper dan kancing celana Rendi.
“Ja.. ja.. jangan tante..” kata Rendi.
Namun tak kulihat penolakan Rendi terhadap apa yang aku lakukan. Aku pun terus membuka celana Rendi. Kudapati kontol yang besar yang sudah ereksi kencang. Besarnya hampir sama dengan dengan kontol-kontol bule yang aku lihat di film bokep, namun punya Rendi lebih pendek sedikit.
Aku pun langsung melahap kontol
Rendi yang besar ke dalam mulutku. Mulutku penuh sesak dengan kontol Rendi dan
rasanya mulutku tidak bisa menampung panjangnya kontol Rendi. Rendi terlihat
menikmati permainan mulutku di kontolnya, begitu juga aku. Birahiku langsung
menggebu-gebu, kontol yang selama ini kudambakan dan kuhayalkan sekarang bisa
kurasakan di mulutku dan aku pun tak sabar untuk menerima sodokan kontol Rendi
yang besar ini.
Aku pun menudahi permainan mulutku,
kini aku tarik Rendi ke kamar tamu yang tepat di sebelahku.
“Jangan ah tante, nanti Om Andri
tahu..”
“Ayo lah, kalau Rendi ga bilang pasti ga akan tahu..” Jawabku sambil menarik tangan Rendi ke kamar.
“Ayo lah, kalau Rendi ga bilang pasti ga akan tahu..” Jawabku sambil menarik tangan Rendi ke kamar.
Rendi pun menuruti ajakan ku. Ku
dudukan Rendi di ranjang dan aku pun langsung membuka dasterku yang membuatku
menjadi telanjang bulat. Rendi nampak terbelalak melihat tubuh bugilku
terpampang di depannya. Lalu aku lucuti satu per satu pakaian Rendi hingga sama
telanjangnya denganku. Dadanya yang berbidang membuatku tak tahan. Berbeda
sekali dengan perut Mas Andri yang buncit dan dadanya yang kendur.
Aku langsung naik ke atas Rendi.
Kuciumi mulut Rendi dengan penuh nafsu. Kugesek-gesekan kontolnya yang tegang
ke bibir memek ku yang sudah membasah. Dan.. clepp.. terasa sensasi luar biasa
waktu pertama kontol Rendi masuk ke memek ku. Terasa terganjal nikmat memeku.
Lalu aku pun mulai bergoyang, berbeda sekali dengan waktu dengan Mas Andri.
Biasanya aku harus bersusah payah menggoyang agar kontol Mas Andri mengenai
titik sensitifku, namun dengan kontol Rendi yang besar hanya dengan sedikit
goyang titik sensitifku sudah terasa nikmat. Dan hanya dengan sekitar tiga
menit aku pun mencapai oragasme yang luar biasa.
“Aaahhh……. Kamu di atas ya sayang…”
aku minta untuk bertukar posisi, dan tak lama kemudian Rendi sudah menindihku
dengan kontol yang tertancap di memek ku.
“Tante haus Ren, puasin tante..
puasin tante sayang…”
Mulutku mulai meracau tak karuan.
Aku terbawa melayang birahiku yang mengebu dengan diiringi kocokan kontol Rendi
yang perkasa. Aku berada di puncak kenikmatan birahi yang selama ini tak bisa
aku dapatkan dari suamiku Mas Andri. Tubuhku terasa panas, keringat bercucuran
dari tubuhku.
Tak aku bayangkan dia keponakan dari
kakak kandungku sendiri yang masih punya pertalian darah. Aku hanya mengaggap
dia lelaki perkasa yang bisa menyirami birahiku yang dahaga.
“Terus sayang… terus… aaaahhhhh…”
Aku pun mencapai orgasme yang kedua.
Orgasme yang yang beruntun dengan posisi Rendi yang masih sama. Baru kali ini
aku merasakan multi orgasme, oragasme yang begitu dasyat yang menjadikan
tubuhku berkejang habat. Sungguh perkasa sekali keponakan ku ini.
Sudah hampir satu jam memek ku
dihujam kontol Rendi yang perkasa. Sudah 6 atau 7 kali aku mencapai orgasme, ah
untuk apa aku menghitung. Aku hanya menikmati…
Nampaknya sekarang juga Rendi mau
keluar, kocokannya terasa semakin cepat tidak beraturan. Kontolnya kurasa lebih
menegang di memek ku. Beberapa saat kemudian terasa cairan hangat menyemprot di
memek ku. Dan aku pun mencapai orgasme untuk entah yang keberapa kali.
Kurasakan banyak sekali cairan sperma yang keluar dari kontolnya Rendi sampai
meluap keluar dari memek ku. Lalu setelah kontolnya dicabut dari memek ku aku
pun langsung menjilati kontol Rendi, membersihkan cairan sperma yang menempel
di kontolnya sampai bersih. Aku menjilati sampai kontol Rendi laya tak tegang
lagi. Bahkan walaupun sudah loyo kalau aku perhatikan masih lebih besar
dibandingkan dengan kontol Mas Andri yang ngaceng. Sungguh perkasa keponakanku
ini.
Setelah satu jam lebih kami bergulat
Rendi pun pergi untuk wawancara kerjanya. Hari itu aku rasa lemas sekali dan
aku pun mengerjakan pekerjaan rumahku dengan malas. Aku sangat menikmati dan
puas dengan pelayanan Rendi. Nampaknya Rendi pun demikian. Terbukti dengan terus
diulanginya setiap pagi sebelum Rendi berangkat wawancara kerja.
Akhirnya Rendi pun diterima kerja.
Aku sudah menawarinya untuk tinggal bersama, aku masih ingin dipuaskan oleh
sepupuku Rendi namun ia menolaknya dengan alasan tak enak saat bertemu Om Andri.
Rendi pun mengekost tak jauh dari rumah kami dan kami pun masih suka
mencuri-curi waktu untuk saling memuaskan birahi.
Di satu sisi aku merasa berdosa
terhadap Mas Andri, aku merasa hina dengan menggadaikan kesetiaanku sebagai
seorang istri. Tapi si sisi lain aku hanya seorang wanita biasa yang ingin
terpenuhi kebutuhan bathinku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar